PILIHAN UNTUK BERPISAH

9.2K 763 22
                                    

Barra,

Aku tidak sanggup menahan Kanaya untuk tidak pergi. Dia mengemasi pakaiannya, melangkah pergi keluar rumah, ke arah taxi yang sudah menunggunya.

"Nay... jangan pergi Nay.." aku hanya bisa memohon kepadanya, dia bahkan tidak menoleh kepadaku. Dia tidak sudi ku sentuh, setiap aku berusaha menyentuhnya, tangan ku ditepisnya.

Disinilah aku sekarang, termenung seperti orang bodoh, meratapi kamarku yang kosong, dan buku – buku yang berserakan, bekas tadi dia lemparkan ke arahku, menumpahkan kebenciannya.

Apa tadi katanya? Dia menerima perhatian dari laki – laki lain? laki – laki yang mengantarnya pulang? Aku bertemu dengan lelaki itu. Denny namanya, aku ingat sekali. Mereka duduk bersebelahan di kantor, tak kusangka, aku sudah memberikan banyak kesempatan kepada laki – laki itu, untuk masuk kedalam relung hati Naya.

Dia kesepian, rindu akan kasih sayang dan perhatian ku. Sampai – sampai dia rela menerima kasih sayang dari pria lain. sudah jatuh cintakah Naya pada pria itu? Tapi bukankah Naya memilih meninggalkan pria itu? Sedangkan aku? Dia benar, aku bahkan sampai sekarang belum menemukan cara meninggalkan Callista.

Wanita itu sudah menjerat ku habis – habisan. Karmaku kubayar lunas.

Aku masuk ke dalam kamar mandi, aku melihat bungkus suplement ku di dalam tempat sampah, utuh, rupanya Naya sudah menemukannya. Dia sudah tahu, kalau suplement itu tidak pernah ku minum.

Tidak ada sangkut pautnya dengan Callista, tapi aku tak sanggup menelannya. Semakin ku melihatnya, semakin aku menyadari kekuranganku. Aku berusaha mengendalikan semua hal dalam hidupku, study ku, karir ku, semua bisa ku kendalikan dengan nyaris sempurna.

Tapi ini? aku bahkan tak berdaya memperbaikinya. Semakin aku teringat akan vonis dokter itu, rasanya nyali ku semakin ciut untuk meminum suplement itu. Aku tidak bisa menerima kekalahan ini.

Tapi sekarang? Selain kurang subur, aku juga ditinggalkan istriku.

****

3 hari sudah aku tidak ke kantor, aku tidak sanggup rasanya. Ponselku tidak berhenti berdering, Callista mengirimkan ratusan pesan, tidak ada satupun yang ku tanggapi.

Akhirnya aku merasakan yang Kanaya rasakan selama ini. Rumah yang sepi, sisi tempat tidur yang dingin. Baru 3 hari dan aku sudah merasa frustasi, bagaimana dengan Kanaya? 2 tahun.. 2 tahun dia bilang sudah berusaha bersabar.

Aku berkendara keliling kota Jakarta, mencari keberadaan Kanaya. Aku tidak berani memberi tahu keluargaku maupun Naya. Aku berharap semua ini masih bisa kami perbaiki sendiri. Tapi dimana dia? Bahkan aku tidak bisa menghubungi ponselnya. Sepertinya dia sudah memblokir nomor ku.

Satu – satunya yang bisa ku hubungi hanya Anindya, dan dia langsung berteriak histeris, menangis dan memakiku, mengetahui nasib sahabatnya ditanganku.

"dosa terbesar gue ke Kanaya adalah, ngasih tahu lo kalau dia itu masih single dulu! Seharusnya gue gak biarin lo deketin dia. Andai gue tahu akhirnya bakalan begini!"

Dia mengucapkan sederetan kalimat itu sambil berteriak histeris.

"ibu itu,tengah malam suka duduk di pantry pak. Kaya nungguin bapak pulang, sambil megangin hp gitu. Bengong aja gitu pak duduk."

Kesaksian dari Inah, yang membuatku semakin ingin mengubur diriku hidup – hidup.

****

Kanaya,

Aku sudah mengetahui mas Barra tidak meminum vitamin hormonnya, sejak beberapa hari sebelum aku mengetahui perselingkuhannya. Aku memang tidak ingin mengkonfrontasi nya langsung, aku tahu itu pasti berat untuknya. Tadinya aku ingin mencari waktu yang tepat, untuk membahasnya. Tapi.. belum sempat aku melakukannya, aku sudah memergoki nya seperti itu. Sekarang aku tidak perlu bertanya lagi, kenapa vitamin itu tidak dia minum. Karena memang dia tidak berniat memiliki keturunan dariku.

Satu Bulan Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang