Barra,
Hari itu akhirnya berakhir dengan kami tidak melakukan apa – apa. tapi setidaknya Kanaya sudah tidak segan lagi untuk bermanja padaku, walau masih terasa kaku. Aku memintanya untuk merebahkan kepalanya di pangkuanku, sementara aku membelai rambutnya, kami mulai bercengkerama lagi, walau hanya membahas apa yang kami tonton di TV. Setidaknya kemampuan berkomunikasi kami sudah muncul kembali.
Callista memang sempat mempertanyakan perihal postingan ku di Instagram.
"Callista : kamu sengaja ya posting kayak gitu di IG supaya aku lihat?"
Berhubung ponsel ku masih di sita oleh Kanaya, maka aku pasrahkan dia membalas semua pesan Callista yang masuk, dia bahkan seperti menjadikan Callista semacam permainannya.
"Barra : my wife did "
"Callista : how come?"
"Barra : maybe because she's my wife?"
"Callista : jadi dia kamu biarin acak – acak IG kamu?"
"Barra : she's free to touch my phone, I'm off to bed"
Harus ku akui, she played it well, karena Callista selalu sukses bungkam dengan jawaban – jawabannya. Tidak pernah terpikirkan olehku, untuk melakukannya dengan cara Kanaya. Karena sedari awal aku tidak mau terlalu melibatkan Kanaya, she's already a victim, bagaimana bisa aku membiarkannya menjadi penyelesai masalahnya?
Aku hanya tersenyum melihatnya menuntaskan agenda membalas segala pesan Callista hari ini. semua selesai begitu saja. Namun ada satu pesannya,
'jangan pernah terima teleponnya tanpa sepengetahuan ku, aku yang nanti kasih tau kamu harus jawab apa kalau dia telepon.'
Aku hanya bisa pasrah, setidaknya aku masih selamat sampai pagi ini dengan berpura – pura sakit tenggorokan.
"Callista : sakit tenggorokan kok masih bisa ciuman?"
"Barra : that's two different things"
"Callista : terus emang kamu tega dia ketularan?"
"Barra : she asked me to do so and she's amazingly fine"
Dan sekali lagi Callista KO ditangan Kanaya.
Sekarang kami sedang sedikit berjalan – jalan di area nusa dua, Kanaya melihat beberapa kerajinan khas Bali membeli beberapa untuk oleh – oleh. Aku diam – diam mengambil foto ketika dia sedang asik diantara kerajinan – kerajinan tangan itu. Aku memposting foto nya di Instagram, sepertinya memang menunjukan kecintaan ku padanya dan kekuatan hubungan kami, cukup membuat Callista membuka mata.
"udah?" tanyaku padanya "beli apa aja?"
Dia membuka kantung belanjaan yang berisikan beberapa t-shirt, daster – daster Bali, katanya untuk di bagikan pada orang – orang rumah. Dia juga membeli beberapa aroma therapy untuk Mirna katanya.
"buat mama nanti aku belikan bordir uluwatu aja ya? habis makan siang kita kesana?" aku mengangguk saja, bahkan apa itu bordir uluwatu, aku juga gak paham.
Kami akhirnya memilih makan siang dulu sebelum melanjutkan berkeliling. Kami makan siang di sebuah restauran yang sangat nyaman, dengan pemandangan yang sangat indah. Kami memilih menu seafood.
Ponsel ku berdering, Kanaya mengecek ID penelpon.
"mas, dari Ale" dia menyodorkan padaku, aku menerima dan menjawab nya sebentar. Sedikit urusan kantor, setelah berbicara sekitar 15 menitan, aku mengembalikan ponsel ku pada Kanaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Bulan Untuk Selamanya
RomanceWarning! Adult content 21+ Ketika sebuah rumah tangga, mulai kehilangan arah pernikahannya, akibat obsesi mengejar karir dan perfeksionitas pekerjaan. Kehilangan kesempatan untuk merekatkan hubungan diantara mereka, dan memberi celah masuk bagi peng...