LEMBARAN BARU

7.9K 627 4
                                    

Kanaya,

Mungkin ini bakalan terdengar konyol, tapi aku harus membebaskan diriku dari segala unsur Barra. menjauhi segala sesuatu yang Barra suka, bahkan aku kesal setengah mati melihat deretan cokelat di supermarket.

Sudah beberapa minggu berlalu, tapi bayangan cincin di jari manis mas Barra, masih melekat kuat. Bahkan aku masih sesak rasanya jika melihatnya.

Tapi bagaimana aku bisa membebaskan diri dari segala bayang – bayang Barra Ziyaad Rinaldi? Apakah ada program hypnotherapy untuk ini? kalau ada pasti hanya menambah pengeluaran ku saja. Aku sudah terbang jauh – jauh ke belahan lain bumi ini, dan dia masih bisa memporak porandakan hatiku, hanya dengan satu buah pose foto, yang hanya ku lihat beberapa detik. Beberapa detik tersial dalam hidupku.

Bahkan, walau rambut mas Barra tampak acak – acakan, dan wajahnya tampak kusut, dia tidak terlihat jelek sedikitpun. Seketika pikiranku meliar, dengan lancangnya terbang ke masa laluku, dimana hari – hariku diisi dengan merapihkan rambutnya yang mulai gondrong, menyisiri tiap helainya dengan jemariku. Dimana aku mengusap – usap bawah matanya, yang tampak menghitam karena kurang tidur. Ah sial!!!

Disini, mahasiswa baru terbagi menjadi dua gelombang penerimaan. Dan tidak terasa sudah masuk ke gelombang penerimaan selanjutnya. Suasana penerimaan kedatangan mahasiswa baru begitu terasa, booth – booth yang akan menyambut mahasiswa baru, club – club yang tersedia di campus, pusat – pusat informasi dan lain sebagainya.

Aku berjalan membelah kerumunan para mahasiswa baru, yang tampak antusias mengambil beberapa flyer yang dibagikan. Didepan ku berdiri tegap sosok pria, berjaket biru donker, kurang lebih sekitar 175cm lah, dan dari tangannya aku melihatnya menjatuhkan selembar flyer mengenai transportasi. Sepertinya dia tidak sadar, aku bergegas memungut formulir yang dia jatuhkan itu, berusaha mengejar, tapi langkah kaki pria itu begitu cepat.

"sir... sir... Hey... you, the guy in a blue jacket... hey..." aku berteriak – teriak mengejarnya, tapi dia tidak sadar juga kalau ku panggil, aku melambai – lambaikan formulir itu, sampai ada dua orang student local sepertinya, yang datang dari arah berlawanan, yang menepuk pundak pria itu dan menunjuk ke arahku. Ketika pria tersebut membalik badannya ke arahku, sontak langkah ku terhenti mengenali siapa pria itu.

"mas Denny?" ucapku lirih, sambil terpaku menatapnya. Diapun tampak terpaku sesaat menatapku, lalu berjalan mendekat ke arahku.

"Kanaya?" dia menatapku dari ujung rambut hingga ujung kaki, penampilan ku memang jauh berbeda dibanding dikantor dulu. Aku menggunakan bomber jacket, skinny jeans, boot berhak datar dengan panjang sebetis, rambut ku kuncir kuda.

"eh.. ini.. punya kamu tadi jatuh didepan" aku menyerahkan lembaran formulir ditanganku, mas Denny pun mencoba mengecek lembaran yang dia kumpulkan, dan menyadari ada satu yang hilang.

"umm.. aku duluan ya? aku ada kelas 5 menit lagi, dan ini lumayan jauh ke kelas nya karena ngejar kamu" aku bergegas pamit, aku bukannya menghindari, tapi aku benar – benar ada kelas. Aku melihat ekspresi wajah tidak percaya pada wajah mas Denny, seperti melihatku disini seperti kehadiran sesosok hantu.

Kelasku selesai 2 jam setelah pertemuan dengan mas Denny, aku berjalan menuju ke arah Library, sampai ada yang memanggil namaku. Aku menoleh dan ternyata mas Denny, dia berlari ke arahku, aku memang menyumbat telingaku dengan earphone tadi. Sekelebat memory tiba – tiba melintas, melihat sesosok laki – laki berlari ke arahku seperti ini, tiba – tiba aku teringat mas Barra waktu mengejarku dulu. Aku menggelengkan kepalaku beberapa kali untuk mengenyahkan pikiran itu.

"yaampun... dipanggilin kok gak noleh sih Nay" dia membungkuk kan tubuhnya, kedua tangannya bertumpu pada ketua lututnya, napasnya terengah – engah, sungguh, ini benar – benar persis dengan kejadian dengan mas Barra dulu. Arrrgghhh.. kenapa nama itu lagi!!!

Satu Bulan Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang