TERLANJUR JAUH

6K 578 48
                                    

Kanaya,

Aku tercenung oleh pengakuan mas Denny beberapa hari lalu itu. Setelah itu kami menikmati makan siang kami dalam suasana yang, diam. Hanya saling melempar pandangan. Lalu sesaat sebelum pulang, dia menahan lenganku di dekat lobby.

"nay.. soal omongan tadi, aku minta maaf. Aku gak seharusnya ngomong gitu sama kamu.. aku.. cuma butuh sampaikan perasaan aku ke kamu aja. Maaf" dia menatapku lekat.

"gak apa – apa mas" jawabku dengan tersenyum. Entah lah, suara hatiku entah bisikan setan, aku ingin membiarkannya menyayangi ku. Mungkin aku bisa mendapatkan Barra dalam wujud lain? Walau pada akhirnya, yang ku cari tetaplah seorang Barra Ziyaad Rinaldi.

Aku menggelengkan kepala, berusaha mengenyahkan kejadian hari itu. Sampai akhirnya aku menerima surat panggilan kepolisian dari OB. Aku membuka lembaran surat itu, aku menghela napas kesal. Hal yang paling ku takutkan terjadi juga. Anak buah ku melakukan penipuan terhadap nasabah. Beberapa orang nasabah melaporkan perusahaan ke kepolisian.

Aku sebagai pimpinannya, otomatis akan dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi. Beberapa dari kami para RSM sudah merasakan hal ini, dan jujur, ini melelahkan. Proses BAP bisa memakan waktu seharian, kadang sampai malam hari. Karena kami harus bergiliran.

BAP di jadwalkan besok, mulai pukul 2 siang. Kalau jam 2 siang, ya berarti aku bisa – bisa baru akan selesai malam sekali.

"kenapa Nay?" mas Denny yang baru kembali meeting, melihatku yang memasang wajah kesal.

"biasa lah nih, ada yang ngulah, kita yang repot" aku menunjukan surat panggilan kepadanya.

"ooh BAP ya? Udah kasih ini ke litigasi?" tanyanya padaku.

"iya ini baru aku send email ke legal sama CFO sama HR sales" jawabku. Dalam proses BAP biasanya kami akan didampingi satu staff legal perusahaan, tapi tetap aja, mereka hanya akan memberikan briefing pada kami, tentang apa yang sebaiknya di bicarakan apa yang tidak. Karena didalam kami akan berjuang sendirian, pendamping tidak boleh membantu bicara.

"sabar ya.. kadang memang harus kayak gini" mas Denny mencuri – curi mengusap lembut puncak kepalaku, dan tersenyum padaku.

*****

Barra,

"pak maaf, ibu Rinaldi telpon,katanya bapak harus angkat" Mirna menemuiku di ruangan, mami memintanya menyampaikan padaku, bahwa aku harus segera menjawab telponnya.

"iya..iya.. saya telepon sekarang" jawabku kesal, aku sedang banyak sekali pekerjaan. Tapi mami tidak seperti Naya, yang kalau tidak ditanggapi akan diam saja. Mami adalah mami, dari pada ruanganku di satroni.

"hallo mi.."

"sejak kapan telpon mami, gak pakai salam dulu?"

"assalamualaikum mami.."

"waalaikumsalam"..."mami mau bicara sama kamu" ucapnya ketus.

"apa mi? Barra sibuk banget nih mi"

"sibu..sibuk..sesibuk apa sih? Kamu ngomong kayak mami ini bukan istri pengacara aja. Dulu papi mu juga sibuk, tapi masih punya waktu buat rumah tangga"

"iya..iya..kenapa sih mi.." aku mulai bernada kesal.

"kapan kamu mau ketemu Prof.Suherman? pernikahan kalian sudah hampir 2 tahun Barra. Kanaya sudah 2 kali ke obgyn, dan sarannya selalu sama, datang berdua Barra" mami mendesah kesal

"ini gak akan jelas kalau kamu nya juga gak mau di periksa. Biar jelas" lanjut mamiku.

Aku menyandarkan tubuh ku pada sandaran kursi, dan memijat pelipisku. Lagi – lagi masalah pemeriksaan.

Satu Bulan Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang