Kanaya,
Entah apa saja yang sudah perempuan itu berikan ke suamiku, kenapa suamiku begitu lemah terhadap perempuan itu. Bahkan dia tidak berani berkata lantang dan tegas padanya. Sebenarnya kenapa mas Barra? Gak tega? Atau memang cinta? Atau apa? aku tidak pernah mendapat kejelasan sikapnya.
Untuk ukuran orang yang tidak mau perkawinannya berakhir, Mas Barra ini plin – plan. Sangat plin – plan malah. Dia bahkan tidak bisa membuat pilihan, sampai segitu sulitnya kah memilih antara aku dan Callista?
Se kompetitif itu kah posisi ku dan Callista? Bahkan wanita itu bisa secepat kilat merebut hati mas Barra, disaat aku harus berdarah – darah ditinggal bertahun – tahun. Perempuan ini dengan mudahnya, tinggal duduk manis senyam senyum depan mas Barra, dan mas Barra takhluk.
Bayangkan, suamiku tidak berani mengucap kata pisah dengan perempuan itu! Jadi buat apa Bali? Villa jutaan rupiah semalam? Tas puluhan juta? Dan apa lagi ini yang dibawakan mami? Beberapa potong lingerie?
Mami bahkan mengirimkan paket melalui supirnya, yang ternyata isinya adalah beberapa potong lingerie yang sangat sexy. Maksudnya apa? aku harus menggoda anaknya? Kenapa harus aku lagi yang berjuang? Kenapa harus aku lagi yang berusaha?
Aku menumpang sebuah taxi aku menuju ke pusat keramaian di Legian, lebih baik aku membenamkan diriku di keramaian, melihat berbagai macam pertokoan disana, aku bahkan muak melihat lingerie itu didalam koperku, entah kenapa aku tetap memasukannya, aku memang terlalu lemah terhadap permintaan mami.
Ponsel ku terus berdering, panggilan dari mas Barra tidak ku hiraukan. Buat apa? bukankah lebih baik aku menghilang dari hadapannya, agar dia bisa bebas berbincang dengan pacarnya? Sepertinya belakangan pacarnya suka ngambek.
Setelah sekitar 45 menit perjalanan, akhirnya aku sampai di Legian. Aku membayar taxi yang biayanya cukup lumayan, biarlah, ku bayar saja pakai uang mas Barra. Lelah juga ternyata jadi istri pengertian, sesekali aku ingin jadi istri yang seenaknya. Percuma punya suami kaya raya, kalau aku sehari – hari inginnya berhemat terus. Ternyata suamiku dibelakang sana bermain gila.
Lebih baik kuhamburkan saja uang mas Barra hari ini.
Aku tersenyum sinis melihat tas yang mami belikan ini, sayang, yang bayar mami, harusnya mas Barra saja yang bayar, biar dia merasakan betapa beratnya ongkos melukai hati istri.
Aku memasuki pusat perbelanjaan, mencuci mataku melihat berbagai macam pernak pernik wanita. Aku membeli beberapa barang – barang, sebenarnya beberapa ada di jakarta, tapi aku tidak perduli.
Aku berpindah dari satu toko ke toko lain, aku berhenti sejenak disebuah kedai ice cream untuk mengistirahatkan kaki ku.
"mas Barra: sayang kamu dimana?"
Pesan whatsapp dari mas Barra masuk ke ponselku, tidak aku hiraukan. Aku hanya membacanya, biarlah hanya centang biru yang dia dapatkan.
"Mas Barra : I know you've read my message love, please let me know where are you now"
Dia mengirimkan ku pesan setiap 30 menit sekali. Sejak aku pergi meninggalkan villa tadi. Tidak ada satupun yang ku balas. Bagaimana rasanya mencari – cari seperti ini bapak Barra?
Aku melanjutkan aktifitasku, aku menuju ke sebuah tempat yang meyediakan jasa pijat dan spa, aku pun memilih merelaksasi tubuhku disitu saja. Harga? Gak masalah, kan suamiku kaya. Ku sodorkan saja salah satu kartu pemberian suami ku itu.
Kenapa tidak terpikirkan dari dulu oleh ku, menjadi istri orang kaya yang kesepian, tapi aku bebas berbelanja apa yang ku mau? Persetan dengan aku belum butuh, atau aku tidak butuh seperti ajaran mama selama ini. beli apa saja yang ku mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Bulan Untuk Selamanya
RomanceWarning! Adult content 21+ Ketika sebuah rumah tangga, mulai kehilangan arah pernikahannya, akibat obsesi mengejar karir dan perfeksionitas pekerjaan. Kehilangan kesempatan untuk merekatkan hubungan diantara mereka, dan memberi celah masuk bagi peng...