Teringat pada sebuah lagu lawas, Surabaya kota kenangan. Indeed!
Semua yang terjadi di Surabaya adalah kenangan indah bagiku, aku dan mas Barra benar – benar memanfaatkan 3 hari kami dengan baik. Bermesraan, bercanda tawa, semuanya indah. Bahkan di hari sabtu siang, kami menyempatkan diri untuk berjalan – jalan berdua, pergi nonton. Sebuah kegiatan yang sudah sangat langka bagiku dan mas Barra.
Tidak ada yang menelpon? Tentu gak mungkin, mas Barra selalu ada yang menelpon. Kesal? Pasti, bahkan mas Barra sudah ambil cuti di penghujung minggu, masih saja orang – orang ini seperti dikejar kiamat, selalu bernafsu menjalankan segala tetek bengek bisnis seolah tidak ada hari esok.
Aku ingat pagi itu, ponsel mas Barra tidak berhenti berdering, padahal itu hari sabtu. Resepsi diadakan malam hari, jadi seharusnya sepanjang pagi sampai siang kami bebas. Aku memutar otakku, bagaimana cara menjauhkan mas Barra dari ponselnya sejenak saja. Aku hanya akan memiliki nya sampai hari minggu siang. Setelah itu things will get back to normal... well not normal actually.. things will get back to it used to be. Normal itu kan ... sebagaimana berlaku pada masyarakat umumnya, apa yang terjadi pada kami kan, tidak di miliki mayoritas pasangan.
Mas Barra tampak masih duduk di sofa suite room ini, baru saja selesai berbicara melalui ponselnya. Selama dia berbicara aku diam – diam mengganti pakaian ku, dengan lingerie berwarna merah menggoda, dimana bagian – bagian sensitif ku hanya tertutup renda – renda saja. Tekat ku hari itu adalah, aku harus memiliki nya sampai hari minggu tiba.
Mas Barra baru merebahkan punggungnya ke sandaran sofa, lalu tangannya meraih iPad, seperti hendak membalas email. Aku mengambil iPad itu dari arah belakang. Dia tampak terkejut dan ingin marah. Aku sudah bilang kan? Mas Barra tidak akan mempermasalahkan apapun, kecuali pekerjaan?
Ketika dia menoleh padaku dengan tatapan kesal, dalam hitungan detik ekspresi wajahnya berubah. Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Aku duduk di pangkuannya dan berbisik padanya "you're mine".
Aku memagut bibirnya dengan perlahan namun menggoda, aku tidak akan membiarkan ini semua selesai begitu saja. Aku akan membuat semuanya seperlahan mungkin aku bisa. Tak lama dering ponsel terdengar lagi, rupanya mas Barra masih waspada, dia sempat berbisik lirih padaku "just one call"
Aku menggeleng padanya, dengan tatapan manja. Tidak akan kuberi dia kesempatan. Sudah terlalu banyak dia mengabaikan ku sepanjang pagi, demi rentetan telepon dan email itu. "I said you're mine.. they can wait.. but I can't" tanpa menunggu persetujuannya, aku kembali memagut bibirnya, kali ini ku buat lebih liar dan bergairah. Aku pun merapatkan tubuhku padanya, ya pagi itu aku menyerangnya habis – habisan. Sampai akhirnya dering telpon itu berhenti, dan aku memintanya untuk menggendong ku ke atas tempat tidur.
Usai pergulatan panas kami, mas Barra tertidur pulas. Aku mengendap endap menuju meja depan TV tadi, mencari ponsel nya. Satu kebiasaan mas Barra adalah tidak pernah mengunci layar ponselnya. Aku bebas menjangkau ponselnya, aku men silent ponsel nya, sehingga tidak akan ada dering yang terdengar lagi.
Ponsel itu akhirnya hening untuk 3 jam kedepan, karena aku menyusul mas Barra tidur disampingnya, memeluknya erat.
"berarti lo harus sering – sering conjugal visit dong itu ke kantor lakik lo Nay" saat ini aku sedang berbicara di telpon dengan Anindya.
"gilak lo.. tau – tau ada yang masuk ruangan cemana" jawabku sambil menahan tawa, saat ini aku di balik cubicle ku.
"please, laki lo disitu punya ruangan, masa gak ada kuncinya, pinter – pinter kalian aja laaah"
Aku tak tahan lagi menahan tawa, walau masih kututupi mulutku dengan tanganku.
"eh dari kantor gue ke kantor mas Barra aja udah makan waktu 30 menit lebih, sampe sana juga cuma sempet cipokan doang" Anin terbahak – bahak diseberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Bulan Untuk Selamanya
RomanceWarning! Adult content 21+ Ketika sebuah rumah tangga, mulai kehilangan arah pernikahannya, akibat obsesi mengejar karir dan perfeksionitas pekerjaan. Kehilangan kesempatan untuk merekatkan hubungan diantara mereka, dan memberi celah masuk bagi peng...