Happy reading!
"Gawat woy! Pak Randy masuk!"
Teriakan itu menggema di sudut ruang kelas, semua anak kelas ribut, berlarian kesana kesini seraya menjinjing sepatu.
"Eh, buseet! Lo mau pada olahraga apa manggung, tuh bibir merah amat kaya abis di cat!" pekik Aldo saat mendapati para perempuan yang sedang berkerumun di belakang masih sibuk berdandan.
"Eh, awas-awas! Sepatu gue lo injek!"
"Ini sepatu gue!"
"Ini harus banget lepas sepatu?"
"Apip! Itu kan jepit rambut gue! Balikin nggak?!"
"Awas dikit bentar, gue mau ngaca!"
"Heh! Pada duduk napa sih?! Ribut amat kayak di pasar!" Rano berkacak pinggang seraya menggeleng heran melihat pemandangan di sekelilingnya.
"Gue nggak bakal bela atau ngeles lagi ya kalo Pak Randy sampe liat kelas kayak gini dan nanya kenapa sebabnya dan marahin lo semua!!"
Sumpah, kelas ini parah sekali keadaanya.
"Pusing banget gue kalo kayak gini," gumam Rano, dia sudah teriak-teriak sedari tadi, namun sama sekali tidak di hiraukan teman kelasnya.
Rano hanya pasrah, dia duduk di meja guru seraya menopang dagu dan menatap sekeliling nya yang sama sekali jauh dari kata diam.
Biarkan saja Pak Randy melihat kelakuan anak kelas ini, sudah lelah dia memperingati.
"No, gue kayaknya nggak bisa ikut olahraga."
Bola mata Rano memutar ke atas, melihat Andra yang sudah berdiri di depannya yang hanya berbatasan dengan meja guru.
"Ampun deh, Dra, gue puyeng banget ini. Kenapa lagi lo? Sakit? Atau mau bolos?" pertanyaan itu lebih ke sindiran sepertinya.
Andra tentu saja menjawabnya dengan tenang. "Nggak, gue--"
"Rano! Bilangan Pak Randy ya, gue ,nggak bisa ikut olahraga, perut gue sakit banget sumpah!" teriak Lira menyela begitu saja.
"Gue juga. Gue pusing nih, No, bilangin ya gue nggak bisa ikut," Dirla ikut-ikutan, berlagak seperti seorang sedang mengalami pusing di kepala.
"Nih lo pada janjian apa gimana? Seneng banget liat gue kena omelan,"
"Cepet dah, siapa lagi nih yang nggak bisa ikut olahraga, biar gue catet terus laporin Pak Randy." Rano teriak lagi, dia merasa pita suaranya bahkan hampir putus sedari tadi teriak-teriak terus.
Anehnya meski sedari tadi ribut, tiba-tiba saja hampir seisi kelas mengangkat tangan.
Ternyata pendengaran mereka tajam jika mendengar kesempatan dalam kesempitan.
"Gue, No!"
"Gue! gue!"
"Gue, No! Pala gue sakit, nggak bohong gue!" sontak Apip menoyor kepala Aldo yang berada tak jauh darinya.
"Ya elah, Do, ikut-ikutan aja lo. Tuh No, bilangin sama Pak Randy, Aldo nggak ikut, bentar lagi pingsan kayaknya tuh bocah," ujar Apip saat melihat Aldo ikutan angkat tangan seperti yang lain.
"Nggak pingsan lagi dia, bentar lagi sekarat mungkin," sahut Dirla.
"Tuh mulut lemes benget ngomongnya, lagian mau pada olahraga dandan kayak mau kondangan," balas Aldo sengit.
"Suka suka gue lah! Gue dandan juga nggak pake duit lo!" Marah Apip.
"Idih! Gue juga ogah bayarin lo, pacar bukan, minta bayarin, dasar cewek jaman sekarang, bisanya manfaatin cowok tajir doang!" Aldo tersulut emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Sebelah [end]
Teen FictionKenapa cowok ganteng selalu di kagumi banyak orang? Itulah yang Lira pikirkan. Karena dia sedang mengalaminya sendiri. Apalagi kelas cowok itu di sebelah kelas-nya. Bahkan setiap hari bisa melihatnya, menatap tanpa berkedip sekalipun cowok itu tidak...