42- Kepastian.

336 39 0
                                    

HAPPY READING💜.

***


"Lo ngapain bawa gue kesini?" tanya Lira heran seraya menatap sekeliling, memang tempat ini jarang di datangi para siswa-siswi.

"Cuma mau bicara bentar," Andra menjawab. Lalu kembali diam.

"Ck! Nggak usah bercanda sama gue!" Lira jelas tidak santai saat mendapati Andra yang katanya mau bicara namun hanya diam. "Gue nggak mau ada yang liat gue sama lo disini." lanjutnya seraya melirik ke kanan-kiri.

Meskipun seperti yang dia katakan tadi, tempat ini jarang di datangi, namun, Lira harus waspada. Siapa tahu ada yang melihatnya dari kejauhan. Yang ada nanti dia menjadi bahan gosip lagi.

"Gue nggak sebodoh itu. Ini taman belakang sekolah kalau lo lupa, bukan taman deket parkiran. Jadi, lebih aman untuk lo berdua bicara sesuatu," kata Andra kemudian.

Lira mengernyit. Lo berdua? Siapa memangnya? Bukannya hanya ada dirinya dan Andra disini?

"Lo berdua?" beo Lira, tidak mengerti maksud ucapan Andra. "Lo jangan aneh-aneh deh, disini cuma ada lo sama gue!" ucapnya kemudian, menatap Andra bingung.

"Nggak, bukan gue. Tapi Wily,"

Dan tepat Andra mengatupkan bibirnya, Wily muncul dari arah belakang Andra dan berjalan mendekat.

Mata Lira membelalak sempurna.

"Lo berdua apa-apaan, sih?!" katanyaya hampir membentak, dia berniat pergi sebelum Wily meraih tangannya dan memintanya untuk tetap di tempat.

Buka tanpa sebab Lira berniat akan pergi, itu karena dia tidak ingin ada berita atau gosip lagi tentang dirinya, Wily dan juga Andra. Dia sudah muak mendengar berita simpang siur tentang masalah kemarin, dan sebisa mungkin kali ini tidak boleh terjadi lagi untuk yang kedua kalinya.

"Biarin gue bicara, bentar," Wily memohon karena Lira masih memaksakan diri untuk pergi.

Tanpa menjawab ucapan Wily, Lira menarik begitu saja tangannya dari genggaman Cowok itu.

Melihat Lira yang sepertinya memberi kesempatan untuknya bicara, Wily segera ambil sikap setenang mungkin.

Sebelumnya, dia menatap Andra sekilas. "Thanks, Dra, udah berhasil bawa Lira kesini." Dia tersenyum, dan Andra membalasnya dengan sekali anggukan.

Mereka memang sudah membaik, tidak sepanas kemarin yang hanya melempar tatapan saja mampu membuat emosi keduanya memuncak. Kali ini sudah agak meredam, bahkan Andra setuju-setuju saja saat Wily mengajaknya berdamai meski raut wajah keduanya masih terlihat enggan dan canggung satu sama lain.

"Pertama, sekali lagi gue minta maaf sama lo, Dra. Dan juga lo, Lira, gue minta maaf." ujar Wily membuka percakapan antara ketiganya.

"Mungkin gue udah keterlaluan banget sampai temen sendiri gue pukulin cuma gara-gara kesalahpahaman dan keegoisan gue. Gue sadar, kalau perasaan nggak bisa di paksa," Cowok itu tersenyum gamang. "Tapi, jujur, dalam diri gue sendiri gue sempat frustasi karena gue pikir perjuangan gue selama ini nggak ada hasilnya. Dan gue milih Andra jadi perantara gue sama lo biar bisa deket. Tapi, nyatanya semakin gue sering jadiin Andra perantara biar bisa deket ke lo, gue malah makin nggak tenang. Gue nggak bisa liat lo berdua,"

Tatapan Wily kembali jatuh pada Lira, membuat Lira yang sejak awal menatapnya kini memilih membuang tatapan ke arah lain.

Dan kini, tatapan Wily beralih ke Andra. "Dra, lo suka sama Lira?" tanyanya setenang mungkin tanpa harus menciptakan suasana menjadi tidak bersahabat.

Kelas Sebelah [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang