epilog.

522 52 20
                                    

Selamat membaca 💜

--

Lira baru keluar dari kelas saat Dirla dengan paksa menariknya. Membawanya ke pinggir lapangan basket. Gadis itu menggerutu kesal sepanjang jalan.

Ini sudah jam pulang, tapi kebanyakan murid memilih menyaksikan pertandingan basket.

"Gue denger ini permainan mereka yang terakhir," adu Dirla saat keduanya sudah berdiri di pinggiran lapangan.

Menyaksikan pertandingan basket antara kelas XI dan X.

Lira memutar bola mata malas.

"Ya terus apa hubungannya sama gue?"

"Kalo ini permainan yang terkahir, berati tim basket bubar dong? Yahh, masa lo gak sedih pisah sama cogan?" Dirla menjawab, mendramatisir suasana.

"Lebay lo!" Ujar Lira jengah.

"Ya pokonya gue gak rela mereka bubar! Itu tuh perkumpulan cogan, Li!"

Lira jadi tidak menggubrisnya lagi. Dia...jadi teringat dulu saat pertama tertarik pada Wily yang berakhir mengagumi cowok itu. Sekarang tanpa diam-diam sembunyipun, dia bisa saja memotret cowok itu. Namun, jika Lira melakukannya sekarang dia pasti sudah gila melakukan hal konyol seperti itu.

Sekarang sudah berubah, hatinya pindah haluan seiring perjalanan waktu. Bukan cowok kelas sebelah lagi yang dia suka, bahkan sekarang dia tidak ingin melihatnya, bukan dia benci, namun seberusaha mungkin dia harus menghindari. Ada seseorang yang harus dia jaga perasaannya.

"Si Andra kalo dilihat-lihat gak kalah sama Wily, rada ngeselin emang tapi ganteng, kok gue baru sadar ya?"

Dirla yang berada di sampingnya mengoceh, namun sedari tadi Lira sudah fokus terlebih dahulu pada cowok yang Dirla bicarakan barusan.

"Hm," Lira bergumam sebagai respon.

"Kayaknya bisa lah ya gue gebet Andra, mumpung dia gak deket sama siapa-siapa, kan?"

Lah gue?

Lira menoleh, membuat Dirla ikut menoleh juga. Mereka bertatapan selang beberapa detik, Lira mungkin mencoba memasang ekspresi biasa. Namun tatapannya tidak bisa bohong jika dia tidak rela.

"Wait, lo...rela-rela aja kan? Selama ini juga lo bilangnya cuma temen kan sama Andra?"

Lira melotot kecil, ingin membantahnya. Namun dia juga sadar bahwa cukup dia dan Andra yang tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua. Lira tidak mungkin membicarakannya pada Dirla.  Bisa kacau nanti urusannya.

"Jadi gue harus maju dulu gak, nih?" Dirla menatap Lira menggoda. Dia tahu Lira ada rasa ke Andra. Namun gadis itu masih berusaha menutupi.

Lira bungkam dibuatnya. Ya...apa yang harus dia lakukan?

"T-terserah."

Bisa nggak sih Lira teriak sekarang kalau Andra.... Andra itu..ya walaupun mereka belum ke tahap pacaran, tetap saja kan Lira tidak terima orang yang sukainya didekati orang lain, bahkan ini temannya sendiri yang berniat seperti itu.

"Liat Li, gila emang ganteng bangettt!!!" Dirla memekik saat melihat Wily mengusap rambutnya ke belakang. "Gila ya, bisa pingsan berdiri gue kalo liat ginian terus!"

Lira tidak bisa berkata apapun lagi, lebih baik dia diam dari pada mengundang kecurigaan Dirla jika dia ikut-ikutan.

Saat bersamaan, saat Lira menatap Andra dari jauh, tepat saat itu juga Andra berbalik, cowok itu tersenyum melambai kecil ke arahnya. Dan....Lira terpaku dibuatnya.

Kelas Sebelah [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang