Anaya sudah pasrah. Air mata membanjiri wajahnya yang sendu, dia menelan ludah sudah payah."Bunuh saja sekarang. Aku sudah siap."
Dia benar-benar kehilangan tenaga dan pikirannya.
"Apa yang kau katakan?"
"Aku sudah tak sanggup lagi."
Noah menatapnya tanpa mampu berkata. Gadis yang duduk di lantai itu menumpahkan airmatanya dengan deras dan tangannya semakin gemetar.
"Aku pikir hidupku bisa berjalan dengan baik jika aku pergi jauh darimu." dia berusaha menghirup udara dengan baik. Hatinya terasa sangat sakit."Aku berusaha menjauh darimu untuk sebuah kehidupan. Aku pergi karena aku takut mati di tanganmu. Setiap hari tak pernah terasa tenang. Aku mencoba segalanya untuk menjadi bahagia tapi kau menemukanku lagi dan melakukan hal-hal gila. Aku pikir aku sanggup menjalani semua ini. Aku pikir mungkin kau akan melunak dan memperlakukanku dengan baik. Pikiran macam apa itu? Aku tau itu tak akan pernah terjadi."
Noah yang berdiri mematung hanya terus menjadi patung.
"Dan sekarang aku malah hamil. Aku hamil darah dagingmu. Aku tak menyangka akan sampai seperti ini."
Anaya benar-benar sudah sangat pasrah sekarang. Kepalanya terlalu berat untuk menampung beban yang rasanya semakin bertambah dan bertambah. Hidup yang awalnya baik-baik saja harus menjadi seperti ini semenjak dia bertemu dengan Noah.
Dan sekarang dia sudah tak sanggup lagi. Dia frustasi dan tak tau harus melakukan apa selain memohon untuk mati saja.
Dia lelah... sangat lelah.
"Aku pikir akan ada kebahagiaan yang menantiku di depan sana. Tapi sepertinya itu hanya hayalanku saja."
Dada gadis itu terasa di remas, tangannya berkeringat dan dia tak punya tenaga lagi. Semuanya sudah di renggut oleh pria brengsek yang tengah berdiri di depannya.
"Aku dulunya adalah seseorang yang sangat menghargai hidup. Tapi sekarang hidupku benar-benar sudah tak berharga lagi."
"Anna..."
"Aku mohon bunuh saja aku seperti yang kaulakukan pada Miranda. Sudahi semua ini."
"Aku tidak bisa melakukan itu— APA YANG KAU LAKUKAN!!"
Dorr!!
Anaya menyambar pistol dan mengarahkan ke kepalanya sendiri. Dengan cekatan Noah menepis tangan gadis itu dengan kuat.
Sebuah peluru nyaris menembus kepala Anaya dan sekarang bersarang di dinding. Noah seketika terduduk di lantai, menatap pilu pada gadis itu.
Lututnya lemas. Bibirnya pucat dan bergetar.
Tak disangka hatinya tersayat oleh tangisan Anaya. Dirinya kesakitan melihat seorang wanita yang sangat frustasi dan ingin mati karena dia.
"Apakah kau mencoba menembak dirimu sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BERLIN
Romance[ 21+ ] CERITA INI MENGANDUNG AKTIVITAS SEKSUAL DAN BAHASA VULGAR. HARAP BIJAK DALAM MEMBACA --------------- 📝 20/09/20