Noah benar-benar disibukkan oleh pencariannya terhadap musuhnya itu selama beberapa hari ini. Mencari keparat itu benar-benar tak semudah yang dia bayangkan mengingat bahwa pemanah bisu yang meledakkan dirinya dengan bom bunuh diri sehingga informasi yang bisa mereka dapatkan pun sangat kurang.
Namun begitu, dia tak melewatkan seharipun tanpa memantau layar ponselnya.
Ya. Dia menonton pergerakan Anaya. Hanya sebuah titik merah yang lebih banyak diam ketimbang bergerak. Gadis itu sepertinya tak keluar dari apartemen selama beberapa hari ini.
Anaya kembali ke apartemennya malam itu, untung Noah sudah menaruh pelacak hingga laki-laki itu tak begitu khawatir. Lagipula gadis itu pun memang tak berniat pergi jauh.
Meskipun begitu, hatinya masih tetap hancur. Bayangan tentang wanitanya selalu menghantam kepalanya. Wajah sedih dan jijik itu berhasil membuat Noah sangat terpukul. Dia ingin bersama Anaya sekarang. Dia ingin memeluknya, menciumnya, segalanya...
Hari-harinya terasa sangat menyeramkan saat Anaya tak bersamanya. Tidurnya tak pernah nyenyak, dan dia tak pernah tidur sebelum jam tiga pagi. Dia hanya akan terus bertanya dalam otaknya apakah Anaya baik-baik saja? Apakah gadis itu makan dengan benar? Apakah dia masih muntah-muntah? Apakah apakah dan apakah...
Saat bangun dan tak menemukan Anaya di sebelahnya, dia akan pergi meneguk minuman keras.
Kehidupannya kembali pada hari dimana dia terpuruk ke dalam lubang hitam yang kelam, lebih parah dari sebelumnya...
Dan seperti saat ini, laki-laki itu seharian meneguk minuman kerasnya di kursi kebesarannya. Di lantai, sudah banyak botol-botol kosong yang tergeletak berserakan.
Kejadian dulu itu berulang kembali hah?
"Kami membawakan makanan."
Dia tak menyadari kehadiran Jeremy dan Elijah di ruang kerjanya. Matanya hanya terpaku ke layar ponselnya.
Titik merah itu tak bergerak sudah tiga puluh menit. Apa yang terjadi padanya? Dia tidur?
"Kau sudah makan? Makanlah." Jeremy meletakkan bungkusan di atas meja kerjanya.
"Aku sudah makan dengan sangat banyak."
"Mencoba terlihat baik-baik saja heh?"
Noah tertawa pelan."Memang atas dasar apa aku harus tak baik-baik saja? Aku sangat baik-baik saja."
Jeremy dan Elijah hanya menghela napas kesal. Laki-laki seperti Noah ini memang tak tau malu dan terlalu mempertahankan gengsinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERLIN
Romance[ 21+ ] CERITA INI MENGANDUNG AKTIVITAS SEKSUAL DAN BAHASA VULGAR. HARAP BIJAK DALAM MEMBACA --------------- 📝 20/09/20