"Eli kau selesaikan rapat hari ini aku harus pulang. Ada yang sakit."
"Siapa sakit?"
"Kucingku."
"Kau tak punya kucing."
"Aku baru beli."
"Baru beli sudah sakit?" Elijah yang tidak tau apa-apa hanya tertawa, percaya saja dengan omong kosong Noah.
"Urus pekerjaan itu."
Elijah mengangkat tangannya pasrah dan membiarkan Noah meninggalkan kantornya. Ya, memang selalu seperti itu. Kerjaan Elijah bertambah dua kali lipat, membuat dia terlihat seperti pria gila kerja yang tak pernah punya waktu senggang.
Karena itulah terkadang Elijah kurang update tentang perkembangan dua sahabatnya itu.
Sementara itu Noah benar-benar terburu-buru pulang ke mansion nya hanya untuk melihat apakah Anaya masih ada disana atau tidak. Walaupun penjagaannya sungguh ketat, namun ternyata laki-laki itu masih saja paranoid.
Dia mendorong pintu ruang inap itu dengan keras, mendapati Anaya yang terperanjat kaget.
"Kenapa kau tidak bisa buka pintu pelan-pelan saja?"
"Kau sudah makan?"
"Tidak selera."
"Mau makan apa yang selera."
Anaya mengerutkan dahinya."Tidak selera apapun."
"Tidak mungkin. Kau pasti ingin sesuatu."
"Kubilang aku tidak selera."
Noah membuka jasnya dan melemparkannya ke sofa. Dia benar-benar kesal melihat Anaya yang malas makan.
"Sudahi sakit-sakitanmu itu. Aku sudah muak mengurusmu. Lihat tubuhmu sudah sekurus sapu lidi."
"Aku sudah bilang tidak minta di urus. Lagipula ada Paul dan koki-koki yang bisa membawaku makanan kalau memang aku mau makan. Urusi saja urusanmu sendiri."
"Kau benar-benar wanita tidak tau diri heh? Sudah mau ada yang mengurusi sok jual mahal pula! Mana terimakasihmu? Kau seharusnya bersyukur seseorang sepertiku mau berlama-lama disini!"
"Itu bukan sesuatu yang patut untuk di syukuri, Tuan Gigolo." Anaya menatap Noah dengan wajah dingin dan alis terangkat sebelah.
Noah mengusap mulutnya kesal."Mulutmu sangat tajam. Sekali lagi kau menyebutku gigolo, kupastikan aku akan membuatmu bisu."
"Oh ya? Begitu ya? Lalu harus kusebut apa seseorang sepertimu?"
Noah benar-benar tidak menyangka gadis ini memiliki mulut yang sangat tajam. Lebih dari siapapun yang dia kenal. Dan lebih tidak menyangka lagi kalau dirinya masih belum melenyapkan gadis itu sampai sekarang.
"Setelah semua ini, apakah kau benar-benar tidak takut padaku?" Noah menggeram.
"Awalnya aku takut tapi semakin aku mengenalmu rasa takutku semakin hilang."
"Lihat sikapmu. Sikapmu inilah yang membuatku selalu ingin menghabisimu."
"Habisi saja kalau bisa."
Noah benar-benar harus menarik rambutnya dengan kuat."Apakah kau ingat dulu saat kau memintaku jadi suamimu?"
"Tidak ingat, apakah aku pernah memintamu menjadi suamiku? Oh ya! Saat aku menjadi gila waktu itu kan?! Untungnya aku cepat waras kembali."
Noah menggigit giginya."Sekarang kau masih menginginkan itu?"
"Hah! waktu itu pun aku tak menginginkannya."

KAMU SEDANG MEMBACA
BERLIN
Romance[ 21+ ] CERITA INI MENGANDUNG AKTIVITAS SEKSUAL DAN BAHASA VULGAR. HARAP BIJAK DALAM MEMBACA --------------- 📝 20/09/20