Wanita bernama Emily itu pun mulai merubah raut wajahnya saat dia tak mendapati apapun di ruangan itu. Ruangan ini sama sekali tak terlihat seperti ruangan kerja atau apalah.
Bahkan masuk dalam golongan ruangan paling mengerikan. Gelap tak berjendela. Hanya di terangi lampu kecil. Dengan beberapa jeruji sel yang kosong, beberapa alat berat usang dan tali tambang yang menumpuk.
Ini lebih terlihat seperti ruangan eksekusi.
Klik.
Wanita itu berbalik dan melihat Noah baru saja masuk bersama Jack. Wanita itu menelan ludah, tapi tetap berusaha mempertahankan raut wajah tenangnya.
Noah mengangkat tangannya di udara dan Jack meletakkan sebuah map disana.
"Jadi bisnis—"
Noah melangkah mendekat sambil mengangkat map yang di pegangnya di udara.
"Apakah itu berkas proyek yang kau bicarakan di telepon?" Emily berusaha setenang mungkin meskipun kakinya kini gemetaran.
Selain menyeramkan, ruangan ini benar-benar bau darah. Hei bukan dia tak tau orang seperti apa Noah ini. Dia tau betul orang ini tak segan membunuh siapapun yang mengusiknya. Bisa-bisanya dia terjebak disini?
Tapi dia kan tak mengusiknya?
Oh apa yang sebenarnya di janjikan oleh Noah hingga wanita itu bisa datang ke tempat ini?
Sebuah proyek besar tentunya.
"Duduk dulu, Nyonya." Noah berkata dengan senyum mematikannya.
Jack segera mengambil bangku kayu usang dari sudut ruangan dan meletakkannya di sebelah Emily.
"Silakan duduk, Nyonya." Kata Jack ramah."
"Apa yang sebenarnya—"
"Seperti dugaanmu, ini bisnis gelap. Harus di lakukan di ruangan gelap pula. Jadi duduklah dulu." Noah berkata santai sambil menarik kursi yang lain dan duduk menyilangkan kakinya disana.
Emily tampak semakin takut. Noah bisa melihat betapa tangan wanita itu bergetar. Dan sebuah senyum kembali terukir di wajah tampan nan kejinya itu.
"Anda tidak akan duduk, Nyonya? Aku tak suka bicara sambil berdiri." Noah mengangkat alisnya sebelah.
"Kupikir sebaiknya kau bicara bisnis ini dengan suamiku saja. Dia lebih paham dari aku." Emily berusaha berjalan ke arah pintu, memutar-mutar gagang pintu tapi tak bisa.
"Silakan duduk, Nyonya. Agar ini segera selesai." Jack kembali mempersilakan wanita itu dengan sebuah senyum misterius yang mengerikan.
"Sebenarnya apa maksud semua ini?" Suara wanita itu semakin bergetar. Kini dia tak mampu menyembunyikan ketakutannya lagi.
"Bisakah Anda duduk dan melihat ini?" Noah kembali mengangkat map di tangannya.
Emily menelan ludahnya susah payah, menatap wajah Noah ngeri dan kembali pada berkas itu sebelum akhirnya wanita itu duduk di kursi tadi dan mengambil map di tangan Noah dengan tangan gemetar.
Wanita itu menatap Noah dan Jack bergantian. Raut wajah Noah saat ini benar-benar datar, tak berperasaan dan marah.
Dengan tangannya yang gemetar, wanita itu membuka map.
"Apa ini—"
Mata Emily melotot begitu dia melihat isinya. Lembaran demi lembaran foto.
Foto seorang gadis kecil.
Gadis kecil yang terluka. Lebam dan memar di wajahnya. Serta foto rontgen tulang rusuk yang patah. Oh ada pula foto kepalanya yang retak akibat hantaman benda tumpul. Dan sebagainya.

KAMU SEDANG MEMBACA
BERLIN
Romance[ 21+ ] CERITA INI MENGANDUNG AKTIVITAS SEKSUAL DAN BAHASA VULGAR. HARAP BIJAK DALAM MEMBACA --------------- 📝 20/09/20