"Apakah ini benar?" Anaya segera menghampiri Noah yang ternyata sudah berada di ruang tengah bersama Jack dan beberapa pengawal.
"Kau baik-baik saja, Anna?" Noah menangkap wajah Anaya, dia tampak khawatir setelah mendapat laporan bahwa teror panah itu kembali lagi.
"Apakah ini benar?" Anaya kembali bertanya mengangkat kertas tadi.
Matanya berkaca-kaca, jantungnya berdegup, dia berharap ini tidak benar. Dia berharap ini hanyalah fitnah tapi... kenapa rasanya itu sulit sekali untuk di percaya?
"Jawab aku."
Noah menatap tulisan itu dan ekspresinya segera berubah. Anaya tau betul ekspresi apa itu. Namun lelaki itu berusaha memasang ekspresi sesantai mungkin.
"Saat ini bukan waktu yang tepat untuk membahas sesuatu yang konyol seperti itu."
"Bagimu nyawa orang adalah sesuatu yang konyol?"
"Anna itu—"
"Ternyata ini benar."
"Tidak."
"Kau benar-benar membunuh Adriana? Dia salah apa? Sampai kau tega membunuhnya?"
Noah diam saja. Mulutnya terkatup rapat. Dia benar-benar tidak menyangka ini akan menjadi seperti ini. Dia sudah mengantisipasi tentang terbongkarnya rahasia itu, tapi malam ini, terlalu cepat dan mendadak.
Ditambah lagi, siapa keparat itu sebenarnya? Kenapa dia tau tentang ini? Tangan Noah terkepal keras di sisi tubuhnya.
"Dan ibu tiriku... kau juga membunuhnya?"
"Dia menyiksamu."
Anaya menggigit bibirnya keras, menelan ludah susah payah sementara tangannya gemetar dan matanya berair.
"Dia wanita gila yang menyakitimu."
"Aku sudah melupakan semua itu. Aku tidak pernah berniat membalas dendam atau ingin orang lain membalas dendam. Aku sudah melupakannya, dan memaafkannya."
"Dia membunuh ibu kandungmu."
"Aku tau."
"Kau tau?"
"Ayahku mencintai Mom Emily. Dia sangat mencintainya..." Suara Anaya mulai serak."Sekarang... dia pasti sangat kehilangan..."
Noah tak menyangka disaat seperti ini gadis itu masih saja mengkhawatirkan ayah sialannya itu.
"Apakah kau juga punya niat membunuh ayahku?"
"Ayahmu—"
"Dia tidak baik? Tapi dia tetap ayahku yang sudah memberikanku kehidupan. Dia hanya terlalu cinta pada Mom Emily dan kau tak bisa menyalahkan itu. Ayahku... memang terlihat tidak baik tapi aku tau dia memperhatikanku diam-diam. Jadi jangan berani sentuh dia."
Noah bergerak lebih dekat, berniat menyentuh pipi gadisnya tapi...
"Jangan mendekat." Anaya seketika mundur."Apakah menurutmu membunuh manusia sama seperti menepuk nyamuk? Semudah itu kau melakukannya? Apakah kau memang tidak punya hati? Kau tak pernah merasa kehilangan bukan? Untuk apa kau membalas dendam pada ibu tiriku kalau kau sendiri tak ada bedanya dengan dia?"
Noah tak mampu menelan ludah maupun bernapas saat melihat gadis itu terlihat begitu terpukul, marah dan sedih di waktu yang sama.
"Adriana... dia gadis yang baik. Dia ada saat aku sedih. Dia tak pernah mengusik orang. Tidak ada alasan untuk menyakiti gadis itu." Anaya semakin lemas."Adriana tak punya orang tua. Hidupnya susah. Dia bertahan hidup sendirian... dan semudah itu kau merenggut nyawanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
BERLIN
Romance[ 21+ ] CERITA INI MENGANDUNG AKTIVITAS SEKSUAL DAN BAHASA VULGAR. HARAP BIJAK DALAM MEMBACA --------------- 📝 20/09/20