Part 7. Cih, Gadis Itu Memang Murahan!

80.6K 7.2K 294
                                    

"Saya mohon, biarkan saya di sini sebentar saja. Saya ... saya, bukan gadis murahan yang ... aw!" Afni kembali meringis saat tangannya yang diempaskan Idah membentur tiang rumah. Gadis itu tetap memohon agar sang pemilik kos tak mengusirnya. Dirinya tak tahu harus pergi ke mana jika diusir, tak pernah tahu seluk beluk kota ini. Ke sini saja baru pertama kali.

Idah berdecak, memundurkan diri agar dirinya tak digelayuti oleh Afni lagi. Ia tak mau tangan kotor Afni mengotori dirinya. Wanita itu tetap berdiri dengan angkuhnya meski diperhatikan oleh tetangga  yang penasaran. "Cepetan pergi kamu! Jangan sentuh saya dengan tangan kotormu itu!"

Tubuh Afni kembali terhempas, terjatuh di lantai yang keras. Kini, yang bisa dilakukan gadis itu hanya menunduk, menangis sambil berdoa dalam hati supaya Riski cepat datang, menolongnya. Menjelaskan pada pemilik kos jika dirinya bukanlah seorang pelacur. Sang pemilik kos tak akan pernah mau mendengarkan penjelasannya.

Sumpah, ia tak akan pernah melakukan hal senista itu, meskipun keadaannya sedang terpuruk. Dulu orang tuanya selalu mengajari untuk menjaga diri. Kehormatan adalah satu-satunya hal berharga yang dimiliki seorang perempuan.

"Dia istri saya." Afni mengangkat kepala, menatap tak percaya Dafa di ambang pintu. Begitu pula dengan Idah, wanita itu membalikkan badan, mengernyit. Namun, ia tak serta merta langsung percaya dengan apa yang dikatakan Dafa.

"Dia? Istri kamu. Nggak usah ngelawak kamu, Dap. Orang kamu dulu ke sini bawa cewek yang lain. Mana bisa sekarang malah berubah jadi gadis kecil ini. Jangan coba-coba nutupi kesalahan Riski, ya. Mentang-mentang dia temanmu." Idah menatap tajam Dafa yang masih berdiri di ambang pintu.

Dafa berdecak, menghela napas lalu menghampiri Idah dan Afni. Gadis itu masih terduduk, menangis sesenggukan, menatapnya dengan tatapan yang membuatnya mau tak mau merasakan iba. Meski tak mengatakan apapun, Afni tetap memerhatikan langkah Dafa.

"Apa perlu saya tunjukin buku nikahnya? Kalau Bu Idah mau ngusir kita, oke. Kita akan pergi." Dafa tetap bersidekap dada di depan Idah, menantang wanita itu. Dafa yakin, Idah tak akan mengusirnya, pasalnya suami Idah merupakan rekan kerja papa Dafa, tentu ada rasa sungkan. Ya, Idah hidup di kota ini bersama anaknya saja, suaminya bekerja di daerah Dafa.

Idah memalingkan muka, mengepalkan tangan, menggerakkan bibirnya. "Ya udah, kalau emang dia istrimu, bawa ke dalam sana!"

Setelah mengucapkan kalimat itu, Idah pergi begitu saja. Tak ada niatan meminta maaf pada Afni, bahkan wanita itu hanya melewatinya saja. Menoleh saja tidak, sebenarnya terbuat dari apa hati wanita itu sehingga tak mempunyai rasa belas kasihan.

Dafa memerhatikan Idah sampai tubuh wanita itu lenyap dari pandangan, cowok itu menurunkan bahu, menghela napas berat, mengusap rambutnya dengan kasar beberapa kali. Lalu pandangannya jatuh pada Afni yang masih menatapnya, kini tangisnya mulai lega, tapi masih sesenggukan, dadanya naik turun.

"Ngapain masih di situ? Masuk sana!" perintah Dafa sambil membalikkan badan, berjalan pelan. Namun, cowok itu kembali membalikkan badan, saat dirasa Afni tak mengikutinya. Berdecak sekali lagi. "Masih betah di situ, ha?! Nggak usah manja, cepet berdiri. Kalau mau di situ aja, terserah."

Akhirnya Dafa membalikkan badan, masuk ke kos seorang diri. Merasa telah sia-sia membela Afni, sia-sia telah mengorbankan waktunya, gadis itu tak mengucapkan terima kasih, hanya menatapnya tanpa sepatah kata, apa-apaan.

Sementara itu, Afni menghela napas, mengusap wajahnya yang penuh air mata dengan bajunya. Menengadah, menatap matahari yang mulai menyengat kulitnya. Beberapa saat, gadis itu hanya menengadah tanpa sepatah kata, entah apa yang dipikirkannya. Lalu, tak lama kemudian Afni mencoba berdiri, kakinya serasa tak mempunyai tulang, lemas.

Terpaksa Menikah Dengan Tetangga✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang