Part 49. Akhir untuk Awal

113K 5.3K 542
                                    

#Terpaksa_Menikah_Dengan_Tetangga
#Part49

[Akhir untuk Awal]

"Kak Dafa, tolong Afni." Afni memejam kala pinggang dan perutnya terasa semakin ngilu, perih, dan rasa lain yang tak bisa dijabarkan. Afni memegang perutnya sambil melafalkan segala macam doa yang ia hafal.

Afni semakin memekik kala cairan merah, hangat, perlahan mengalir di selangkangan. Air matanya semakin deras mengalir, raut mukanya tak terdefinisi lagi. Sekali lagi ia berteriak memanggil Dafa, tapi tak ada sahutan, suaranya pun semakin tak terdengar. Sekujur tubuhnya panas dan berkeringat.

Dokter memang pernah memberitahunya resiko hamil di usia muda akan melahirkan prematur, tapi ia tak menyangka ia akan melahirkan karena sebuah kecelakaan seperti ini.

"Astaghfirullah, Sayang. Ya Allah Afni, mama harus gimana, bentar mama panggilin Dafa." Asna yang baru saja datang seketika panik, matanya melebar melihat darah mengalir di lantai. Wanita itu berjongkok mengangkat bahu Afni, tapi ia urungkan dan kembali berdiri, menggigit kuku, panik.

Wanita itu berlari keluar kamar mandi, membuka jendela kamar Afni lalu berteriak memanggil suaminya dan Dafa yang sedang menjenguk Nassa. Tenggorokannya sampai kering dan sakit karena berteriak, tak sabaran menunggu datangnya Dafa dan suaminya lalu ia buru-buru berlari keluar kamar menuruni tangga, bahkan sampai hampir terjatuh.

"Afni kenapa, Ma?" Dafa bertanya sambil mendekati ibu mertuanya. Bukan hanya Dafa yang datang, tapo ada Ratu, Herman, dan papa Dafa. Raut muka mereka terlihat sama, khawatir.

Tangan Asna bergetar, begitu juga dengan bibirnya. Suaranya pun parau ketika menjawab pertanyaan menantunya. Dafa secepat kilat berlari diikuti oleh Herman, sementara papa Afni meski tak disuruh sudah paham dan menyiapkan mobil.

Ratu mencegah Asna yang akan ikut ke atas, ia menyarankan jika sebaiknya Asna menyiapkan segala sesuatunya, mulai dari KTP sampai BPJS Afni. Tangan Asna kelewat bergetar dan panik sampai ketika mengangkat tas berkali-kali terjatuh. Dirinya mengingat betapa sakitnya saat lahiran dan tak mau Afni merasakan hal yang sama.

Sementara itu, Afni yang melihat Dafa dan papanya datang langsung bernapas lega, tetapi air mata dan ringisan tak berhenti keluar. Afni menarik tangan Dafa yang sedang memerhatikan mute gelang yang berceceran dalam diam, Afni mencengkeramnya, pandangannya mengabur karena air mata. "K–kak Dafa, Afni nggak kuat. Kak Dafa, tolongin Afni."

"I–iya, lo jangan pingsan. Tahan dulu, ya. Jangan pernah tutup mata." Dafa mencoba bersikap tenang di depan Afni, meski sebenarnya jantungnya seperti meletup, kaki dan tangannya bergetar. Kepalanya mulai berpikir segala kemungkinan yang buruk.

Dafa meminta bantuan Herman untuk mengangkat Afni karena ia tak mau mengambil resiko dan berkemungkinan menjatuhkan badan Afni apalagi jika menuruni tangga akan susah dan semakin membahayakan keadaan Afni.

Mobil sudah siap saat Afni sudah dibawa ke bawah, kursi belakang sudah dinaikkan diganti dengan karpet dan bantal sehingga Afni bisa merebahkan diri. Di mobil papa Dafa hanya ada papa Dafa dan sepasang suami istri itu. Dafa mencoba menenangkan istrinya meski dirinya sendiri tak tenang.

Jika saja bisa rasa sakit Afni dilimpahkan kepadanya, ia sanggup. Sungguh, Dafa tak tahan melihat Afni yang meringis sambil merangkulnya membuatnya membungkuk. Punggung dan pinggangnya pegal, tapi ia yakin Afni merasakan rasa sakit  yang berkali lipat. Berkali-kali ia mencium kening Afni, berharap bisa menenangkan istrinya itu.

Di keadaan yang panik seperti ini, mobil terasa lebih lamban meski sebenarnya papa Dafa mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Melihat bagaimana Afni menahan sakit, mengorbankan nyawa, baru ia benar-benar merasa tak mau kehilangan istri manjanya ini. Menyadari jika pada dasarnya Afni memang berharga di hidupnya.

Terpaksa Menikah Dengan Tetangga✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang