"Lo di sini aja. Awas kalau berani keluar kamar! Bakalan gue tendang lo dari sini, cepet bersih-bersih sana!" Dafa menunjukan Afni yang tertunduk, menatap tajam, mengintimidasi. Setelah mengucapkan kalimat itu, Dafa membalikkan badan mengambil tasnya yang di atas ranjang dengan kasar, berjalan menuju pintu, menutupnya dengan kuat.
Afni kembali tersentak, tapi tak mengeluarkan sepatah kata pun, menunduk. Bahkan saat Dafa sudah pergi dari kamar ia tetap menundukkan kepala, tangannya kini mengepal, menahan tangis.
Cukup sudah, ia tak mau menjadi gadis lemah lagi, menangis hanya semakin menegaskan bahwa ia adalah gadis yang lemah dan ia tak mau menjadi gadis lemah lagi. Toh, menjadi orang lemah tak selamanya diberi perhatian, yang diterimanya justru penindasan.
Akhirnya Afni mengangkat kepala, sedikit mengangkat bibirnya, mengucapkan kata semangat dalam hati untuk diri sendiri. Mulai membuka lemari yang ternyata tak dikunci, ada tiga rak kosong. Gadis itu langsung membongkar kopernya, memasukkan segala baju dan keperluannya di lemari.
Sebenarnya tiga rak tak muat untuk semua barang-barangnya, tapi gadis itu tetap memaksakannya masuk alhasil bajunya lecek, kumal. Sekali lagi, ia memang tak berpengalaman untuk urusan rumah tangga seperti ini. Untuk pekerjaan sepele seperti ini saja yang mengerjakan mamanya.
Afni tetap membawa buku pelajaran, meski ia sudah dikeluarkan dari sekolah. Dirinya berharap, sebuah keajaiban datang, membawanya mengenyam pendidikan lagi, meski mustahil. Pandangan Afni jatuh pada ponselnya. Gadis itu langsung mengecek semua sosial media dan aplikasi pesan. Namun, tak ada notifikasi dari orang yang diharapkannya—mamanya.
Dalam angan Afni mamanya akan memberondongnya dengan ratusan pesan yang menanyakan keadaannya, sebab ia pergi tanpa pamitan. Namun, angan tinggalah angan, mamanya tak memberinya sebuah pesan pun, meski riwayat online-nya baru lima belas menit yang lalu.
Jari kecil Afni menari di layar ponselnya, menuliskan beberapa baris kata untuk mamanya, meski wanita itu mungkin tak peduli dengan keadaannya.
[Ma, Afni baik-baik aja di sini. Mama pasti sehat kan sekarang? Soalnya Afni udah nggak di rumah lagi, aib keluarga udah hilang. Tapi nggak papa, asal mama sama papa nggak ngerasa terbebani lagi. Jangan bilang-bilang sama abang ya, Afni takut nanti abang kepikiran. Nanti batal jadi dokter, deh. Yang bisa diandelin keluarga cuma abang aja kan sekarang? Afni cuma ampas, sampah aja lebih baik daripada Afni yang nggak bisa apa-apa hehe. Nggak papa, Afni sehat di sini]
Setelah mengirim pesan, Afni mematikan paket data, menyimpan ponselnya di lemari lalu mulai kebingungan harus ditaruh mana koper besarnya. Pandangan Afni terpusat pada koper Dafa yang tersusun rapih di atas lemari kayu yang lumayan tinggi.
"Kursinya di mana, oh itu!" Afni membawa kursi belajar milik Dafa menuju depan lemari. Pilihan yang salah sebab kursi itu ada rodanya, pasti akan berbahaya jika dinaikin dan benar saja, baru saja Afni mengangkat koper, hendak menaruhnya di atas koper lain, kursinya bergeser, pijakan Afni goyah gadis itu memekik, jatuh tertimpa koper.
"Mama! Sakit," rengek Afni sambil berusaha berdiri memegangi pinggangnya. Bukan hanya kopernya saja yang terjatuh, tapi koper Dafa juga turut menimpanya.
Afni ingin mengembalikan koper itu, tapi masih terasa berat, apakah masih ada isinya? Rasa penasaran mengalahkannya. Tak apa melihat sedikit isinya, toh yang punya koper sudah pergi. Gadis itu mulai membuka koper, benar saja di dalamnya ada isinya. Bingkai foto kosong, gulungan kertas karton yang sudah kumal.
Perhatiannya jatuh pada sebuah foto yang terasa familiar, gadis itu melebarkan mata, mengernyitkan dahinya, kenapa Dafa menyimpan foto kecil mereka berdua, di dalam foto itu Afni tersenyum lebar, menampakkan giginya yang ompong, sedangkan Dafa merangkulnya sambil tersenyum ke arah kamera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Menikah Dengan Tetangga✔️
Teen FictionIni tentang kehidupan pernikahan kejam antara Dafa dan Afni di umur mereka yang sama mudanya. Berawal dari mengantarkan jas, akhirnya Afni menjadi istri dari seorang Dafa. Bagaimana bisa? Padahal, Dafa esok hari harus menikah dengan kekasihnya. Se...