"Hah!" Dafa mengibaskan selimutnya. Terpaksa mendudukkan diri, pandangannya jatuh pada Afni yang masih terduduk sambil bersandar. Tangisnya sudah reda, tapi gadis itu terus meniupi tangannya.
Meski tak membuat suara berisik, tapi Dafa tetap saja tak bisa tidur. Entah kenapa saat dirinya mencova tidur selalu terbayang wajah memelas Afni. Dafa mengumpat dalam hati, akhirnya ia berdiri, berjalan menuju tempat Afni.
Afni menoleh melihat pergerakan Dafa, sadar jika Dafa akan berjalan ke arahnya ia beringsut bergeser ke samping hingga terpepet lemari menekuk kakinya, gadis itu ketakutan. Takut jika Dafa menyakitinya lagi, luka di tangan dan pundaknya saja belum sembuh.
"M--mau ngapain?" Suara Afni parau, melirik Dafa yang berjongkok di dekatnya dengan wajah datar.
Dafa berdecak. "Ngapain nanya-nanya. Terserah gue, ini kamar gue!"
Dafa menarik paksa tangan Afni yang terluka, menyeret paksa gadis itu menjadi lebih dekat dengannya. Tentu Afni meringis, berusaha menarik kembali tangannya, tapi justru semakin membuat tangannya sakit, sebab Dafa memegang tangannya dengan erat. Matanya mulai berkaca-kaca.
"Nggak usah manja. Lama-lama gue lakban juga bibir lo!" ketus Dafa sambil melepaskan tangan Afni dengan kasar setelah tadi ia perhatikan. "Ambil es sana di bawah!"
"B–buat ap---"
"Kebanyakan bacot, cepet ambil!" potong Dafa.
Afni memejamkan mata sesaat, lalu membukanya kembali sambil berdiri, menurut mengambil es meski ia tak tahu apa yang akan dilakukan Dafa. Mungkin untuk mengguyurnya agar tak menangis lagi.
Sementara itu, Dafa berdiri menuju saklar lampu, menyalakan lampu utama yang lebih terang. Berjalan ke arah lemari, membukanya. Mencari handuk kecil yang biasa dipakainya untuk joging. Kain dan es untuk mengompres luka Afni. Sebenarnya Dafa tak yakin es dan kain apakah bisa mengurangi rasa sakit di tangan Afni, tapi ia pernah melihat seseorang mengompres dengan air es.
Afni memang sialan, mampu membuat Dafa menjadi orang tolol. Dafa yang membuat Afni sakit, tapi ia sendiri yang mengobati, kenapa sekarang ia tak bisa masa bodoh dengan apa yang terjadi dengan Afni, sialan memang gadis itu.
Cowok itu duduk di karpet, menyandarkan punggung di dinding, mendongak menghela napas berat lalu memejamkan mata. Kepalanya pening akibat alkohol yang tadi ia minum, meski kadar alkoholnya tak tinggi, tapi mampu membuatnya merasakan pening.
Entah kenapa sekarang ia terjebak dengan minuman laknat itu. Dulu, paling anti dengan alkohol, sekarang jika ada masalah larinya tentu pada alkohol. Tadi ia ke rumah pamannya Liana, tapi gadis yang dicarinya tak ada di rumah, yang didapatkannya justru tamparan keras dari paman Liana.
Ia pulang dengan perasaan kosong, sampai di jalan ia menerima pesan dari Idah berupa video Afni dan Riski yang terlihat mesra, cowok itu naik pitam hingga alkohollah yang menjadi pelariannya.
Afni kembali dengan beberapa balok es di baskom, berdiri di depan Dafa dalam diam, tak tahu harus melakukan apa, sebab Dafa belum sadar akan kehadirannya. Afni hanya memerhatikan wajah Dafa, jika saja Dafa masih seperti dulu ketika kecil, mungkin ia tak setakut ini dengan Dafa.
Dafa membuka mata, menegakkan badan sedangkan Afni membungkuk, menyodorkan baskomnya lalu kembali menegakkan badan, tak berani duduk sebab Dafa masih di areanya. Afni memehatikan Dafa yang membungkus es dengan handuk.
"Duduk!" perintah Dafa dengan tatapan tajam, tapi Afni tetap berdiri takut-takut. "Lo mau duduk sendiri, apa pilih gue paksa!"
Afni akhirnya duduk, takut jika Dafa memaksanya, mungkin cowok itu akan menendang kakinya agar dirinya mau duduk. Jadi, ia memilih untuk duduk, meski jaraknya jauh dengan Dafa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Menikah Dengan Tetangga✔️
Ficção AdolescenteIni tentang kehidupan pernikahan kejam antara Dafa dan Afni di umur mereka yang sama mudanya. Berawal dari mengantarkan jas, akhirnya Afni menjadi istri dari seorang Dafa. Bagaimana bisa? Padahal, Dafa esok hari harus menikah dengan kekasihnya. Se...