Part 9. Hukuman

78K 7K 684
                                    

"Cih, dasar gadis sialan!" umpat Dafa, cowok itu menatap interaksi Afni dari dalam mobilnya yang baru saja ia parkirkan di halaman kos. Berdecih sambil memalingkan muka.

Riski dan Afni masih belum sadar jika Dafa ada di dalam. Lebih tepatnya Afni yang belum sadar, karena Riski sudah tahu dan hafal di luar kepala bagaimana mobil Dafa. Sementara Afni belum pernah melihat mobil Dafa. Jadi, saat mobil Dafa masuk halaman, yang dipikirkannya itu mobil penghuni kos yang lain.

Ada alasan mengapa Riski tak memilih menjauh sedangkan ia sudah mengetahui kehadiran Dafa. Cowok itu ingin tahu, seberapa tak pedulinya Dafa jika melihat interaksi antara dirinya dan Afni. Jika memang temannya itu benar-benar tak peduli, berarti tak ada salahnya juga ia maju mendekati Afni.

"Kak, emang umur adeknya Kak Riski berapa? Dia orangnya kaya apa? Pasti baik banget kaya abangnya." Pertanyaan Afni membuat Riski tersenyum, merasa senang karena Afni menanyakan adiknya. Kebanyakan teman ceweknya jika sedang bersamanya tak pernah membicarakan soal adiknya.

Riski mengetuk dagunya dengan jari telunjuk, pura-pura mengingat dengan serius, padahal dirinya sudah hapal di luar kepala tentang umur adiknya, sedangkan Afni menunggu jawaban Riski dengan antusias, mengerjapkan matanya beberapa kali, matanya berbinar indah.

"Umurnya sebelas tahun, dia istimewa." Riski menjeda ucapannya, menatap tepat pada mata Afni yang sekarang salah tingkat, lalu cowok itu melanjutkan, "cantik, kaya lo."

Afni semakin dibuat salah tingkah dengan ucapan Riski. Gadis itu memalingkan wajah, menengadah sambil mengipasi wajahnya dengan tangan, pipinya terasa memanas, sial. Sementara itu, Riski tak kuasa menahan senyum lebarnya, merasa bangga telah membuat Afni salah tingkah.

Setelah merasa bisa mengendalikan diri, Afni menoleh pada Riski. "Kapan-kapan bawa adeknya Kak Riski, dong. Afni mau kenalan, umur kita nggak terlalu jauh."

"Beneran mau ketemu? Oke, tapi lo harus janji dulu. Lo harus lebih sering senyum, biar nanti adek gue nggak takut, janji?" Riski mengulurkan jari kelingkingnya sambil tersenyum pada Afni.

Afni menyambut jari kelingkingnya Riski menautkannya dengan erat, gadis itu terlihat antusias, tersenyum lepas tanpa beban mengangguk mengiyakan dan berjanji ia akan sering tersenyum.

Brak!

Pandangan Afni beralih pada sumber suara, senyum Afni memudar, tautan jarinya terlepas, jantungnya berdetak cepat, seketika dilanda ketakutan saat melihat Dafa keluar dari mobil sambil membanting pintu dengan keras.

Cowok itu berjalan santai sambil menggendong tas ranselnya, menoleh sekilas pada Riski lalu pandangannya beralih pada Afni, tersenyum remeh seolah berkata, 'Lo bakalan mati kalau nggak balik ke kamar sekarang.' Lalu cowok itu memasuki kos tanpa sepatah kata.

Afni berdiri, hendak menyusul Dafa, tapi Riski memegang tangannya, akhirnya gadis itu menoleh sambil melepaskan tangan Riski. "Kak, Afni mau ke atas dulu."

"Ngapain? Nggak usah takut, di sini aja. Kalau dia ngapa-ngapain lo, 'kan ada gue," ucap Riski menenangkan. Namun, Afni tetap menyusul Dafa, meski dirinya merasa takut, tapi nalurinya berkata ia harus kembali ke kamar, atau ia akan mendapatkan masalah yang lebih besar.

Afni melewati beberapa anak kos yang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing, ada yang bermain game, ada juga yang sedang rajin membaca buku. Entah buku apa, Afni tak tahu, ada juga yang di pojokan sambil melihat ponsel, mungkin sedang berbalas pesan dengan kekasihnya supaya tak diganggu teman-teman yang lain.

Berbeda dengan keadaan lantai bawah yang cukup ramai, di lantai atas sepi. Memang hanya ada tiga kamar, dan spot wifi di lantai atas tak kencang, itulah yang menjadi alasan mengapa lantai atas sepi dan lantai bawah selalu ramai. Biasanya anak kos akan dangdutan di lantai bawah, menambah ramainya kos.

Terpaksa Menikah Dengan Tetangga✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang