Part 30. Mati Lampu

60.7K 4.7K 202
                                    

#Terpaksa_Menikah_Dengan_Tetangga
#Part30

[Mati Lampu]

Dafa melepaskan tangan Liana dari perutnya, cowok itu lagi-lagi menghela napas memerhatikan wajah pucat gadis di depannya. Menyibakkan helaian rambut yang menutupi muka Liana. "Ayo ke dalem, nanti masuk angin."

Liana menggeleng, lalu maju memeluk Dafa kembali, hingga cowok itu sedikit terhuyung. "Aku nggak mau ke mana-mana. Nanti kamu tinggalin aku lagi!"

Cowok itu menghela napas, mengusap rambut kusut Liana dengan lembut. Mengatakan jika ia tak akan meninggalkan Liana, barulah gadis itu mau diajak ke dalam. Dafa menuntun Liana menuju ranjang, gadis itu berbaring sambil memeluk pinggang Dafa yang terduduk. Ada rasa sedikit risih yang dirasakan Dafa tak seperti biasanya, entah kenapa dirinya teringat dengan Afni.

"Mas Dafa, mending jangan pulang dulu, temenin Mbak Liana. Saya takut dia kumat lagi, Mas." Mendengar perkataan salah satu art membuat Dafa mendongak, mengernyit. Kemudian menunduk kembali, mengelus rambut Liana. Gadis itu masih sesenggukan.

Dafa tak mungkin menginap di sini, sebab Afni akan sendirian. Seharusnya tadi ia menitipkan Afni ke tetangga, tapi karena terburu-buru ia jadi lupa keberadaan Afni. "Nggak bisa, Bi. Udah panggil Bu Anis apa belum?"

"Saya nggak kepikiran, Mas. Soalnya bapak, ibuk, pada pergi urusan kerjaan. Yang saya pikirin tadi cuma Mas Dafa." Art itu menepuk dahinya, merasa bodoh karena tak terpikirkan menelepon psikolog yang selalu memantau keadaan Liana. Sekarang kalau begini ia merepotkan Dafa.

Cowok itu tersenyum sekilas, lalu memutuskan untuk menghubungi Bu Anis, menunggu kedatangan psikolog itu. Saat Bu Anis datang, Liana dalam keadaan tertidur, mungkin sudah lelah marah-marah dan menangis. Dafa melepaskan tangan Liana dengan hati-hati, menyambut kedatangan Bu Anis.

Bu Anis mengecek keadaan Liana, mengelus rambut gadis itu dengan sayang, mengecek obat penenang yang masih utuh, wanita ramah itu menghela napas lalu berdiri menghampiri Dafa. "Obatnya harus dipaksa diminum, ya Mas. Sepertinya Dek Liana cuma nurut sama Mas Dafa. Kalau ada waktu, tolong bantu Dek Liana, ya. Akhir-akhir ini Dek Liana sering kumat, keadaannya semakin buruk. Nggak bisa saya ajak bicara hati ke hati."

Dafa ragu-ragu mengangguk, menyuruh Bu Anis untuk turun ke ruang tamu karena keadaan kamar Liana yang berantakan dan sedikit bau. Bu Anis dan Dafa membicarakan tentang Liana di ruang tamu, meminta saran kepada Bu Anis, apa yang harus dilakukan ketika Liana lepas kendali. Dafa juga menceritakan tentang ancaman Liana dan janjinya tadi.

"Mas Dafa sebaiknya jangan kebanyakan janji yang sulit kayaa gitu. Nanti Dek Liananya bakal kepikiran, nagih lagi, kumat lagi. Karena Saya yakin, Masnya pasti nggak bisa gitu aja ceraiin istrinya. Daripada jadi beban Mas Dafa juga nanti. Saya udah saranin sama orang tuanya Dek Liana, buat bawa terapi ke Singapore aja. Toh, Dek Liana itu orang yang berada, biaya nggak jadi masalah. Tapi mereka masih mempertimbangkan segala sesuatunya."

Hening, cowok itu mengurut kening, semakin sulit saja permasalahannya. Entah apa yang dipikirkan orang tua Liana, sampai menunda pengobatan anaknya. Padahal di Singapore, sudah terjamin tenaga kesehatannya.

"Mas Dafa bantu bujuk bapak ibunya Dek Liana, ya. saya pamit dulu." Bu Elis pamit karena jam sudah menunjukkan setengah sebilan.

Waktu berjalan begitu cepat, padahal tadi saat Dafa ke sini, baru sehabis maghrib. Teringat jika Afni di rumah sendiri, Dafa pun memutuskan untuk berpamitan juga. Menyuruh art untuk menelponnya jika ada apa-apa.

Sementara itu, Afni sedari tadi menutup seluruh badannya dengan selimut, meski kegerahan tapi ia tak berani bergerak, beberapa kali terkejut karena mendengar suara gaduh yang mungkin disebabkan oleh tetangga. Afni berusaha untuk tidur, tapi tetap tak bisa, gadis itu memeluk guling dengan erat, keringat menetes di pelipisnya. Ia tak bisa menghubungi siapa-siapa karena tak mempunyai ponsel.

Terpaksa Menikah Dengan Tetangga✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang