Afni tertunduk lesu setelah mobil Riski pergi dari hadapannya. Yang dilakukannha hanua memainkan jari, kepalanya dipenuhi oleh berbagai fikiran pelik. Cewek itu menghela napas, merutuki diri sendiri karena sudah bodoh, tak mau diajak Riski pergi padahal, ada kesempatan.
Sementara itu, Dafa berdiri di depan jendela kamar yang mengarah ke teras. Cowok itu bersidekap dada, memerhatikan gerak-gerik Afni. Kemudian memutuskan untuk mengganti sarung bantal dan seprai meletakkannya di keranjang kotor. Kegiatan seperti ini saja harus dirinya yang melakukan. Seharusnya Afni yang bersih-bersih.
Setelah selesai mengganti seprai, cowok itu memutuskan untuk keluar, saat membuka pintu kebetulan Afni muncul di hadapannya. Cowok itu menatap wajah dingin Afni yang lurus ke arahnya. Dafa berdecih, setelah itu melewati Afni begitu saja, sebelum itu ia sengaja menabrak pundak Afni, sehingga cewek itu sedikit terhuyung.
Dafa mengecek rice cooker, mengumpat dalam hati kala melihat nasi hanya tinggal sedikit, itu pun sudah kering. Seharusnya Afni yang memasak nasi, ketika ditinggal olehnya ke mushala tadi. Tak adakah inisiatif sedikit saja. Sial, pola pikir cewek itu tak berubah sedikit pun, selalu mengandalkan tenaga Dafa.
Di kulkas tak ada bahan masakan, sedangkan di lemari hanya ada mie instan. Cowok itu mengurut kening, menghela napas, memutuskan untuk mencari makanan di luar. Sekalian untuk membayar cendol di warung Bu Elis tadi. Saat Dafa ke kamar Afni sedang berdiri di depan kaca lemari dengan tatapan kosong.
Dafa tak terlalu peduli, ia hanya mengambil dompet di laci meja belajar lalu keluar. Sementara itu, Afni menatap pantulan dirinya di cermin. Matanya memerah, berkaca-kaca. "Ma, Afni kangen Mama."
Kini air mata sukses menetes, pikirannya kalut. Tak tahu harus berbuat bagaimana lagi. Jika nanti ia berhasil pergi dari Dafa dan Riski yang akan melindunginya, tapi ada setitik rasa aneh yang mengganjal ketika ia hendak pergi dari Dafa.
Tok! Tok! Tok!
Ketukan pintu membuat Afni menoleh mengerjap, cewek itu mengusap wajahnya, menelan ludah dengan susah payah. Lalu berjalan pelan menuju pintu depan. Cewek itu mengerjap, termudur selangkah. "T-tante, ngapain ke sini?"
Ratu mengernyit, lalu melongok melihat keadaan kos. Wanita itu bersidekap dada, memandang Afni dengan angkuh. "Emangnya kenapa? Ini kosan saya yang bayar. Awas, minggir. Bawain tas sama belanjaan saya ke dalam."
Afni menyingkir dari depan pintu saat Ratu masuk kos diikuti oleh Nassa. Bocah itu tak mau melirik ke arahnya, padahal biasanya akan mengajak Afni baku hantam.
Cewek itu menghela napas berat, kala melihat kantung belanjaan Ratu lumayan banyak. Susah patah ia membawanya ke dapur. Bolak-balik sampai tiga kali. Sementara itu, Ratu mengedarkan pandangan, masuk kamar mengecek keadaan sambil mencari Dafa. Namun, tak menemukan anaknya fi mana-mana.
"Suamimu ke mana?" tanya Ratu sambil berdiri di ambang pintu. Sementara itu, Nassa sudah asik sendiri bermain game sambil rebahan di ranjang.
Afni berbalik badan saat Ratu menanyainya ia sedang menutup pintu depan. "Suami Afni? Siapa?"
Ratu mengernyit heran mendengar jawaban Afni. "Heh! Emangnya kamu punya berapa suami?! Ya anak saya itu suamimu! Kamu lupa ingatan apa emang bodohnya kebangetan?!"
Afni menutup mata sesaat, tersentak kala Ratu meneriakinya. Cewek itu menunduk, mengucapkan maaf, lalu berkata bahwa ia tak tahu ke mana Dafa pergi. Jawaban Afni tentu membuat Ratu kebakaran jenggot, wanita itu memarahi Afni karena seakan-akan gadis itu tak peduli dengan keadaan suaminya.
Setelah puas memarahi Afni, wanita itu memutuskan untuk ke dapur. Sementara itu, Afni hanya berdiri di depan pintu kamar sambil menunduk, tak tahu harus berbuat apa. Kehadiran Ratu membuatnya tak bisa leluasa melakukan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Menikah Dengan Tetangga✔️
Novela JuvenilIni tentang kehidupan pernikahan kejam antara Dafa dan Afni di umur mereka yang sama mudanya. Berawal dari mengantarkan jas, akhirnya Afni menjadi istri dari seorang Dafa. Bagaimana bisa? Padahal, Dafa esok hari harus menikah dengan kekasihnya. Se...