#Terpaksa_Menikah_Dengan_Tetangga
#Part17"Sialan! Nggak usah sok ikut cam---" Tubuh Dafa kembali terhempas kala Azril memberikan bogem mentah untuk kedua kalinya. Cowok itu memegang sudut bibirnya yang berdarah, mencoba bangkit lalu mencengkeram baju Azril, tak mau kalah, memberikan balasan bogem.
Kedua cowok itu saling menghajar, mengumpat. Tak memberi kesempatan lawannya untuk bernapas, di sini yang paling parah dan terluka tentu Dafa. Sebab, Azril merupakan pemegang sabuk hitam di salah satu perguruan pencak silat, kemampuan bela dirinya sudah tak diragukan lagi.
Azril mencengkeram baju Dafa, mengepalkan tangan dengan kuat di depan wajah Dafa yang mulai lemas. "Gue mau lo tinggalin adek gue!"
"Nggak! Nggak akan pernah, dia punya gue. Jangan harap gue bakal lepasin gitu aja!" Dafa membalas berteriak di sisa tenaganya. Napas cowok itu tersengal-sengal, sejenak Dafa melihat Afni yang berdiri kaku, bergetar ketakutan. Kembali cowok itu menggerakkan badan, mencoba melawan Azril.
Azril kalap, cowok itu memberikan pukulan yang keras ke pelipis Dafa, melepaskan tangannya dari baju Dafa. Seketika badan Dafa terhempas, lemas, mengerang kesakitan. Namun, Azril tetap tak peduli, rasanya ia ingin membunuh orang yang sudah merusak adiknya.
Ketika ingin menendang badan Dafa. Azril dikejutkan dengan pelukan di pinggangnya dari belakang. Afni memeluk abangnya dengan erat, menangis, bergetar. "Jangan berantem, Bang. Afni takut, jangan berantem di depan Afni."
Azril menunduk melihat tangan kecil adiknya, melepaskannya lalu cowok itu berbalik, memeluk adiknya dengan erat. Beberapa kali mengusap ujung matanya yang berair, seberapa kuat pun cowok itu menahan, mencoba kuat. Namun, dirinya merasa tak becus melindungi adiknya hingga kebahagian dan masa depan adiknya hancur, karena orang yang tak pernah terlintas sedikitpun di kepalanya.
"Dafa! Astaga, Nak!" Ratu tergopoh-gopoh berjalan menghampiri anaknya yang tergeletak di pinggir jalan, mengerang kesakitan. Wajah keriput wanita itu dipenuhi keringat, sudut matanya mengeluarkan air mata kala melihat anaknya yang mengenaskan.
Ratu meletakkan kepala anaknya di pangkuan. "Dafa, ya ampun. Tolong, Pa, Papa! Anakmu babak belur!"
Dafa mengepalkan tangan napasnya memburu, kepalanya berdenyut nyeri. Namun, hatinya jauh lebih nyeri kala melihat Afni yang tak sedikitpun melirik ke arahnya, gadis itu tetap nyaman di pelukan abangnya, sialan.
Ratu mengangkat kepala, wajahnya yang dipenuhi air mata ia usap, menatap nyalang pada kedua kakak beradik di depannya. "Heh! Dasar anak kurang ajar! Berani-beraninya kamu nyerang anak saya! Adek kakak nggak ada bedanya, kurang ajar semua!"
Azril melepaskan pelukannya, membalik badan, menatap Ratu dengan berani. "Sebelum Tante bilang saya anak kurang ajar. Coba ajarin anak Tante sendiri. Ajarin, biar dia ngotak! Nggak ngerusak anak gadis orang sembarangan!"
Afni yang bersembunyi di balik badan abangnya, takut-takut melongokkan kepala, tatapan matanya bertemu dengan mata elang Dafa. Seketika hatinya berkedut, perih, cepat-cepat dirinya menyembunyikan diri kembali, tak kuasa melihat luka yang diterima Dafa, sudut bibir dan pelipis cowok itu berdarah, tentu rasa sakitnya luar biasa.
Sementara itu, Ratu yang mendengar jawaban berani dari Azril seketika naik pitam, wanita itu meletakkan kepala Dafa dengan pelan, lalu berdiri mendekati Azril, mengayunkan tangan hendak menampar. Namun, tangannya terlebih dahulu dicekal. "Dari dulu saya menghormati Tante seperti saya menghormati orang tua saya, tapi kalau Tante membuat masalah dengan orang yang saya sayang. Saya nggak segan-segan membalas."
Azril menghempaskan tangan Ratu, cowok itu menarik tangan adiknya, menuntun untuk menuju rumah. Afni mengikuti langkah abangnya, sekali lagi ia menengok ke arah Dafa terlihat ada beberapa art dan tukang kebun yang mencoba menolong Dafa, memapahnya, Afni kembali menghadap depan. Untuk kali ini, biar saja ia tak peduli dengan Dafa, mungkin inilah pembalasan yang diterima oleh Dafa.
Saat sudah sampai di dalam rumah, Azril menghempaskan tubuhnya ke sofa, mengerang memegangi pelipisnya yang sakit. Meski tak terlalu parah, tapi mampu membuat kepalanya pening, sementara itu Afni hanya duduk di samping abangnya, tak tahu harus melakukan apa.
"Afni harus apa, Bang? Gimana cara ngobatin Abang, haaa! Afni nggak mau Abang luka kaya gini, jangan berantem lagi!" Afni memeluk abangnya menangis lagi, merasa iba.
Azril mengelus rambut adiknya dengan sayang, mengucapkan jika dirinya baik-baik saja dan menyuruh Afni untuk mengambilkan kain handuk dan air hangat. Keadaan rumah sedang kosong, papanya pasti sudah ke kantor sedangkan Asna entah ke mana. Beruntung, ia selalu punya kunci cadangan. Jadi bisa masuk rumah.
Cowok itu menghela napas. Melihat figura besar yang terpasang di dinding, berisi foto keluarganya. Memerhatikan senyum ceria yang tercetak manis di wajahnya.
Sungguh, dirinya merasa kecolongan, tak bisa menjaga Afni. Dirinya menyesali keputusan kuliah di luar kota. Harusnya ia tak mau disuruh papanya untuk ke luar kota. Menyesali perilaku orang tuanya yang menyembunyikan kabar buruk seperti ini darinya, seharusnya jika orang tuannya memeberi tahu lebih awal, ia sudah memberi pelajaran pada Dafa dari dulu.
Afni datang sambil membawa baskom dan handuk, gadis itu mengikuti arahan abangnya cara mengobati luka, tetap menangis padahal yang merasakan sakit Azril.
"Zril, gue ke rumah pakde aja, deh. Nggak enak di sini." Seseorang muncul tiba-tiba di rumah, dia Erik. Teman Azril yang mengantarkan dari kos. Sebenarnya sekalian mau ke rumah pakdenya.
Azril mengangguk, mengucapkan terima kasih pada temannya, mengantarkan menuju pintu, saat temannya sudah keluar ia langsung mengunci pintu. Lalu cowok itu menyuruh adiknya untuk ke kamar, sedangkan dirinya memutuskan untuk menuju kamarnya sendiri, membersihkan diri.
Afni menurut, kedua kakak beradik itu menaiki tangga. Berpisah menuju kamar masing-masing. Afni mengedarkan pandang ke seluruh kamar. Meski telah ditinggalkannya untuk beberapa hari, ternyata masih terlihat bersih.
Sekarang ia benar-benar di rumah, tapi kenapa semuanya seolah hampa. Ia merindukan suasana bising di kos. Ia rindu Riski, Jonathan, Bambang dan semua penghuni kos yang baik padanya.
Dirinya rindu mengantri untuk mandi, bahkan dirinya rindu nyanyian merdu dari Riski, dirinya belum sempat bertemu adik Riski yang membuatnya penasaran. Namun, jika berada di kos, kehadiran Dafa membuatnya sesak, selalu tersakiti.
Afni ingin menghubungi Riski, tapi ponselnya masih dibawa Dafa. Gadis itu menghela napas, merebahkan diri di ranjang, memejamkan mata. Menikmati empuknya ranjang, tadi malam ia tak bisa tidur, Dafa terus-terusan memeluk lengannya membuatnya kaku, sulit memejamkan mata.
Bel berbunyi, membuat Afni yang baru saja ingin terlelap, tersentak. Mengerjap menegakkan badan, menunggu, siapa tahu abangnya yang akan membuka pintu. Ternyata bel terus berbunyi, akhirnya gadis itu berdiri berjalan keluar kamar.
Terlebih dahulu ia mengetuk pintu abangnya. "Bang, yang buka pintu Afni apa Abang?"
Tak ada sahutan dari bawah, mungkin Azril sudah tertidur atau masih di kamar mandi. Afni memutuskan untuk turun, membuka kunci. Gadis itu membeku, menatap tak percaya apa yang dilihatnya. Dafa berdiri masih dalam keadaan babak belur, cowok itu hanya berdiri, memusatkan perhatian pada mata Afni, di sampingnya ada koper besar milik Afni.
"K--kak---"
"Gue nggak akan pulang sebelum lo obatin luka gue! Kalau Azril gebukin gue lagi, biarin. Biarin lo yang lihat gue mati di depan mata lo sendiri! Kalau gue masih hidup. Berarti gue yang akan buat lo mati."
Dada Afni seperti tersumbat, ia tak mampu berkata-kata, Dafa yang seperti ini semakin menyeramkan. Tanpa sadar gadis itu bergetar. Meski perkataan Dafa hanya datar, tapi membuatnya ketakutan. Dafa benar-benar gila!
STOP
Bagaimana Part ini?
Kritik saran selalu diperlukan.
AYO SHARE CERITA INI. BUKAN COPAS, YA. TERIMA KASIH YANG SUDAH SHARE. AKU TANPAMU BUNTALAN TAHU ...
1260 kata
BACA CERITA INI DI JOYLADA JUGA. GRATIS, BUKA AJA TIAP PARTNYA, ITU SUDAH MEMBANTU.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Menikah Dengan Tetangga✔️
Teen FictionIni tentang kehidupan pernikahan kejam antara Dafa dan Afni di umur mereka yang sama mudanya. Berawal dari mengantarkan jas, akhirnya Afni menjadi istri dari seorang Dafa. Bagaimana bisa? Padahal, Dafa esok hari harus menikah dengan kekasihnya. Se...