"Sumpah, Afni nggak pernah nampar Kak Liana!" Afni membela diri, masih menangis sambil memegangi pipi. Tangan dan pipinya serasa dihajar, panas ngilu semua melebur menjadi satu. Demi apapun, rasanya ia tak sanggup lagi menerima setiap cobaan yang diluncurkan semesta.
Dafa tetap tak percaya dengan Afni, cowok itu tetap berdiri sambil menatap Afni dengan tajam. Tangannya masih ia kepalkan dengan kuat. Tak mau kebablasan lagi memberikan pukulan untuk Afni. "Lo emang nggak tau diri. Sekarang juga, kemasin baju lo, gue mau lo pulang ke rumah!"
Afni kembali mendongak, menatap tak percaya apa yang diucapkan Dafa. Gadis itu langsung berlari, memeluk kaki Dafa dengan erat, memohon agar dirinya tak diusir. "Tolong, jangan usir Afni. Afni nggak tau caranya pulang. Sumpah, Afni nggak salah, jangan usir Afni, Kak."
Karena Risih dengan Afni yang memeluk kakinya, cowok itu mengibaskan kakinya dengan kasar, mampu membuat Afni terjengkang. "Bacot!"
Afni terus meraung, fikirannya kalut berusaha menghalangi Dafa yang mengeluarkan bajunya sembarangan ke koper besarnya. Tidak, Afni tidak mau seperti ini, ia tak tahu ke mana harus pergi. Kenapa Dafa bisa sekejam ini hanya karena perkataan yang belum tentu benar. Kenapa semua orang selalu tak percaya dengannya, tak mau mendengar penjelasannya.
"Nggak mau! Afni nggak mau pergi. Aa, sakit!" Afni meronta-ronta saat Dafa menarik tangannya dengan kasar. Memaksanya untuk keluar kamar, tenaga cowok itu sungguh kuat, tangannya tetap erat memegang Afni, sedangkan satunya untuk menggeret koper besar.
Saat sudah sampai teras, Dafa membuka mobil. "Cepetan masuk! Apa lo mau jalan kaki?!"
Afni bersikukuh tak mau masuk, dirinya sudah terlanjur cinta dengan teman-teman di kos, Riski, Jonathan, bahkan Bambang. Gadis itu tetap berusaha melepaskan tangan Dafa.
Dafa berdecak, berbalik badan lalu jongkok, meletakkan tangannya di kaki Afni dan tangan satunya memegang punggung Afni, mengangkat badan gadis itu dengan mudahnya, meletakkan di jok mobil dengan kasar. Sekarang Afni seperti korban penculikan oleh suaminya sendiri.
Tentu Afni mencoba untuk keluar, berteriak meminta tolong. Namun, meski ada tetangga yang menonton, tetap saja tak ada yang mau menolong. Dafa mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi sedangkan Afni terus menangis, di kursi belakang.
"Tolong jangan usir Afni. Sekarang Afni udah bisa ngomong sopan, sekarang Afni udah bisa sedikit kerjaan rumah. Tolong ja---"
"Diem! Lo mau gue turunin di sini?!" Dafa memotong perkataan Afni, menoleh sambil memelototinya. Sekarang mereka sedang berada di lampu merah. Setelah melihat Afni yang mengunci mulut, akhirnya Dafa berbalik badan, menghela napas.
Afni menangis dalam diam, mengelus pipinya yang merah sambil menunduk. Meski ia pulang ke rumahnya, tapi tak menjamin hidupnya akan baik-baik saja. Orang tuanya sudah tak menginginkan kehadirannya. Tentu ia akan menerima hujatan dari Ratu.
Malam hari, Dafa dan Afni masih di perjalanan, sudah keluar dari jalan tol. Melewati hutan pinus yang sepi, mendadak mobil terhenti begitu saja. Afni yang duduk di kursi belakang langsung terhenyak kala mendengar Dafa mengumpat.
Sial, Dafa lupa mengisi bensin, dikarenakan terlalu emosi. Cowok itu langsung gas saja tanpa melihat mobilnya yang kehabisan tenaga. Sebenarnya kawasan ini sudah memasuki area perdesaan, Dafa dan Afni bisa saja berjalan kaki. Namun, siapa yang mau berjalan kaki malam-malam, gelap-gelapan di cuaca yang dingin begini.
"K--kenapa?" Afni memberanikan diri bertanya. Namun, Dafa tak menyahuti pertanyaannya. Cowok itu sibuk mencari sinyal, mencoba mencari bantuan. Karena sinyal tak kunjung muncul, akhirnya Dafa memutuskan untuk keluar mobil. Berharap ada mobil yang melintas melewati mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Menikah Dengan Tetangga✔️
Teen FictionIni tentang kehidupan pernikahan kejam antara Dafa dan Afni di umur mereka yang sama mudanya. Berawal dari mengantarkan jas, akhirnya Afni menjadi istri dari seorang Dafa. Bagaimana bisa? Padahal, Dafa esok hari harus menikah dengan kekasihnya. Se...