Part 10. Menyedihkan

72K 6.4K 213
                                    

"Maaf." Suara Afni hanya terdengar seperti cicitan. Suaranya tenggelam karena sibuk menggigil, sedari tadi gadis itu tetap mengucapkan kata maaf, berharap Dafa membuka pintu balkon, menyuruhnya untuk tidur di dalam kamar. Meski tak di ranjang setidaknya dirinya bisa tidur di lantai kamar atau di sofa luar, setidaknya lebih hangat daripada di luar.

Hidung Afni terasa dingin, gadis itu kesusahan, berkali-kali menarik ingus yang ingin keluar. Meski sudah bergelung dengan selimut, tapi tetap saja terasa dingin, apalagi anginnya lumayan kencang. Kakinya terasa kaku, gadis itu hanya duduk di kursi kayu yang ada di balkon, mengangkat kakinya di kursi, bergelung dengan selimut yang tak begitu tebal.

Sampai tengah malam Afni belum bisa tidur, badannya semakin menggigil, ingin sekali ia berteriak meminta tolong pada Riski. Namun, keraguan menelusup di hatinya, sekarang saja ia sudah dihukum seperti ini. Jika ia meminta bantuan dan membuat keributan bisa-bisa ia mati di tangan Dafa.

Sementara itu, Dafa yang di dalam kamar juga belum tidur, cowok itu masih sibuk dengan laptopnya. Setelah beberapa saat akhirnya Cowok itu menguap, melepas kaca matanya memijit kening sambil memejamkan mata karena kepalanya terasa pening.

Setelah dirasa kepalanya membaik, akhirnya Dafa menutup laptop, menyandarkan badannya di kursi, pandangannya jatuh pada bingkai foto yang ada di mejanya yang berisi foto dirinya dengan Liana. Cowok itu tersenyum, menghela napas berat lalu berdiri membalikkan badan.

Kini pandangannya beralih pada pintu balkon, awalnya cowok itu akan langsung tidur, tapi entah kenapa kakinya membawa pada pintu balkon, menyibak gorden dengan pelan, mengintip Afni yang sedang bergelung dengan selimut, meski keadaan balkon tak terang, tapi keadaan gadis itu tetap terlihat karena tersinari lampu bangunan lain dan sinar bulan.

Menghela napas, akhirnya cowok itu menyibakkan gorden dengan lebar, menghidupkan lampu balkon yang sebelumnya ia matikan, tapi belum membuka pintunya. Seketika Afni menoleh ke arah Dafa yang hanya berdiri di depan pintu, tapi gadis itu langsung memalingkan wajah.

"Pindah sana ke dalem!" perintah Dafa sambil membuka pintu, angin malam yang dingin seketika langsung menggelitiki kulitnya, Dafa bergidik, ternyata di luar benar-benar dingin.

Afni yang mendengar perintah Dafa hanya mengangguk, menurunkan kakinya dari kursi, mulai beranjak dengan pelan. Dafa menyingkir dari pintu saat Afni berada di depannya, cowok itu mengernyit, melihat keadaan Afni yang pucat, bahunya dan tangannya bergetar, giginya bergemelatuk.

"A–fni harus di mana, Kak?" tanya Afni terbata.

Mendengar perkataan Afni yang sopan membuat Dafa tersenyum miring. Begitu dari tadi, kalau Afni bisa lebih sopan padanya, gadis itu tak akan berakhir di balkon, dasarnya Afni saja yang susah untuk sopan padanya. Cowok itu membuka lemari, berjongkok mengambil karpet yang biasanya dibuat camping, menggelarnya di depan lemari tempat biasanya Afni duduk.

"Di sini. Awas kalau lo sampai kotorin karpet gue!" ancam Dafa sambil membalikkan badan, merebahkan diri di ranjang, bergelung dengan selimut lalu mulai menutup mata.

Sementara itu, Afni masih terduduk sambil bersandar di dinding, meski sudah di dalam kamar, tapi rasanya udara masih dingin. Gadis itu mengedarkan pandang, mendongak. Ternyata air conditioner masih menyala, pantas saja masih dingin.

"D--dafa, boleh matiin ac-nya, ng---"

"Nggak! Diem, nggak usah cerewet, masih mending gue suruh tidur di kamar. Kalau lo berisik lagi, ke balkon sana lagi!" potong Dafa sambil memposisikan diri, mengerubuti seluruh badannya dengan selimut.

Afni mengatupkan bibir, menghela napas lalu mulai merebahkan badan, memiringkan badan menghadap lemari. Pasrah saja, setidaknya ia masih tidur di kamar. Meski sudah berusaha untuk tidur, gadis itu tetap tak bisa, justru semakin menggigil, menggumam tak jelas.

Terpaksa Menikah Dengan Tetangga✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang