Part 31. Hidup Bersama Riski?

60.2K 4.7K 118
                                    

#Terpaksa Menikah Dengan Tetangga
#Part31

[Hidup Bersama Riski?]

"Aaa! Kak Dafa jangan pelorotin celana Afni!" Afni memekik, memegang celananya dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya mendorong kepala Dafa agar menjauh darinya. Cowok itu nekat sekali hendak menggantikan celananya. Biasanya cowok itu selalu menyinggung tentang kesopanan, tapi sekarang dia sendiri yang tak sopan pada Afni.

Dafa menepis tangan Afni mendorong mukanya, lalu berdiri sambil menatap tajam gadis di depannya, ia menyoroti muka Afni dengan flash ponselnya. "Makannya cepet ganti celananya! Lo bau pesing!"

Afni memprotes, menyuruh Dafa untuk keluar, tapi cowok itu bersikukuh pada pendiriannya, tetap berdiri di tempatnya semula. Cowok itu menyuruh Afni ganti celana, sedangkan ia menutup mata. Cowok itu benar-benar menutup mata dengan rapat, tak ada niatan mau mengintip. Namun, tetap saja Afni berkali-kali mendongak memastikan Dafa tak mengintip.

"Cepetan, tangan gue udah pegel!" gerutu Dafa sambil menggoyang-goyangkan tangannya yang memegang ponsel, cowok itu ingin menyenderkan diri di dinding, tapi ternyata di belakangnya ada rak sabun, alhasil punggungnya terkena tumpahan sabun cair yang belum sempat ia taruh di botol, hanya di plastik kemasan yang sudah dibuka, cowok itu mengumpat, jika bersama Afni ia selalu sial.

Afni mendongak, panik melihat Dafa yang sepertinya akan membuka mata, tak boleh dibiarkan karena ia sudah membuka celana. "Kak Dafa jangan buka mata!"

"Lo nggak lihat, punggung gue basah!" Dafa berusaha mengusap punggungnya, tapi susah ditambah ia tetap menutup mata.

"Kak Dafa, sabunnya nanti habis, itu tumpah. Benerin dulu!" perintah Afni, gadis itu menahan tawa. Sekali-kali memerintah Dafa, cowok itu jarang sekali menurut seperti ini.

Dafa berdecak, lalu berbalik badan, membuka matanya, memperbaiki letak sabun berdecak kala Afni memintanya mengambilkan sabun cuci. Cowok itu tetap berbalik badan, tapi masih menyorot Afni dengan ponselnya. Kenapa dari tadi ia tak terpikirkan untuk berbalik badan saja, jadi tak perlu repot-repot menutup mata, toh masih bisa menerangi Afni.

Sementara itu Afni sudah selesai bersih-bersih diri, juga sudah membilas celananya, gadis itu berkata pada Dafa bahwa ia sudah selesai berpakaian. "Kak Dafa, Afni udah selesai, awas. Afni mau jemur pakaiannya."

Dafa berbalik badan, mengernyit saat melihat celana yang dipegang oleh Afni masih ada busa sabunnya, cowok itu menghela napas. "Yakin udah selesai? Itu masih ada busanya, bego! Siram lagi, jorok banget!"

"Tapi, ini udah bersih, Kak," bantah Afni sambil memerhatikan celananya.

"Gue tau mata lo minus, tapi masa nggak bisa bedain mana cucian kotor mana yang bersih. Lo itu cewek bakalan jadi emak-emak, nanti jadi panutan anak-anak. Masa apa-apa kudu gue, makanya jangan manja-manja! Cepetan bilas lagi!" ketus Dafa sambil menekan jari telunjuknya di dahi Afni, membuat gadis itu sedikit terhuyung. Menurut membilas celananya.

Setelah Dafa mengecek bahwa celana Afni sudah bersih, akhirnya Afni menjemur celananya di jemuran kamar mandi. Teringat bahwa tugasnya belum selesai, Dafa langsung mengajak Afni untuk kembali ke kamar.

Saat sampai di kamar, laptop Dafa sudah berkedip menandakan baterainya hampir habis. Cowok itu langsung berlari menuju laptop, menyimpan tugasnya lalu mematikan laptop. Cowok itu bernapas lega ketika filenya berhasil disimpan, pekerjaannya tak sia-sia. Meski belum selesai.

Sementara itu, Afni sadar diri mengambil seprai yang dikenai ompolnya, meletakkannya di keranjang kotor. Ternyata seprai yang dulu belum di-laundry alhasil ranjang belum ada alasnya.

"Ck, bau banget. Pengharum ruangannya habis! Gara-gara lo ini! Gue mau ke warung sebelah, lo di rumah aja!" Dafa mengambil dompet di laci meja belajar, menuju lemari hendak memakai jaket.

Tentu Afni tak mau ditinggal sendiri di rumah sendiri, gadis itu berlari ke belakang Dafa, memegang baju belakang Dafa dengan erat. "Afni nggak mau di rumah sendirian, Afni mau ikut."

Dafa berbalik badan, melepaskan tangan Afni dari bajunya, lalu berdecak, "Nggak usah, cuma di sebentar aja!"

Afni tetap tak mau ditinggal, akhirnya Dafa yang mengalah. Cowok itu menyuruh Afni untuk memakai jaket, tapi gadis itu menolak, membuatnya menggertakkan gigi, menatap tajam Afni. Hari ini, gadis itu lebih banyak membantah. "Cepetan pakai jaketnya! Di luar dingin. Gue nggak mau direpotin karena lo sakit! Ayo, cepetan pakai, atau gue tinggal!"

Akhirnya Afni menurut mencari jaket, barulah mereka berangkat ke warung. Berjalan beriringan, Dafa sengaja tak membawa mobil karena jarak warungnya dekat, tak mau buang-buang bahan bakar.

Ternyata warung yang dituju mereka sedang tutup, alhasil terpaksa berjalan ke supermarket yang lumayan jauh dari kos, harus keluar komplek. Afni menarik resleting jaketnya, lalu memasukkan tangan ke saku jaket, ternyata memang dingin beruntung tadi ia menuruti perintah Dafa.

Sekarang mereka sudah keluar gerbang komplek berjalan di trotoar, di jalanan ini tak gelap sebab yang pemadaman hanya komplek di daerah kos. Mereka hanya berjalan dalam diam, langkah Dafa lebar membuat Afni kesusahan mengejar.

Gadis itu menunduk kala jepitan rambutnya terjatuh lalu berjongkok, mengambilnya. Saat ia menegakkan badan, Dafa sudah berjalan jauh di depannya. "Kak Dafa, jangan tinggalin Afni!"

Afni langsung berlari tersengal-sengal mengatur napas. Sekarang Afni merasa kegerahan berkeringat karena berlari. Gadis itu berhenti berlari saat di depan ada segerombolan anak-anak muda duduk di trotoar, berkumpul sambil tertawa, sebagian besar anak laki-laki. Gadis itu ketakutan, takut jika anak-anak muda itu orang jahat, sedangkan Dafa sudah melewati para gerombolan.

Gadis itu panik saat sebagian anak-anak memerhatikannya yang terlihat ketakutan. Seorang anak muda berdiri, tersenyum aneh hendak menghampiri Afni, gadis itu semakin ketakutan, ia ingin kembali ke kos, tapi sudah lupa jalannya.

"Woy! Lelet amat. Cepetan!" Teriakan Dafa membuat Afni tersentak, termasuk juga anak-anak yang nongkrong. Afni langsung berlari, melewati gerombolan tanpa menoleh.

"Makannya, jalan lelet amat. Sini, tangannya!" Dafa mengomeli Afni ketika gadis itu sudah sampai di sampingnya, dahi Afni basah karena keringat napasnya memburu karena ketakutan dan kelelahan.

Afni mendongak, mengangkat tangan kirinya dengan bingung. "Tangan Afni bua ... eh?"

Dafa menggenggam tangan Afni menautkan jarinya, lalu mulai berjalan dengan santai, tak seperti tadi yang melangkah terburu-buru seperti dikejar hantu, kali ini cowok itu terlihat menikmati perjalanannya. Afni berjalan sambil menunduk, dirinya semakin gerah.

"Mas! Adeknya kenalin ke kita aja!" Terdengar teriakan iseng dari arah gerombolan. Dafa mengeratkan genggam tangannya.

"Bacot!" umpat Dafa dengan keras, sebagai jawaban atas celetukan orang iseng tadi. Alhasil langsung terdengar tawa keras dari arah belakang. Para gerombolan itu tertawa karena jawaban Dafa. Sebenarnya mereka hanya iseng ingin menggoda Afni saja.

***

Di lain tempat, Azril sedang terduduk di sofa kos, berhadapan dengan tamunya---Riski. Mendengarkan setiap ucapan dari cowok itu, berusaha menahan amarahnya kala mendengar Afni sudah dilukai oleh Dafa. Mulanya ia bingung karena Riski mengatakan mahkota Afni sudah direnggut.

Pasalnya Azril selama ini mengira jika memang dari dulu Afni sudah tak perawan karena sudah dinikahi oleh Dafa. Sekarang, cowok itu merasa sudah salah mengambil langkah karena memberi kesempatan Dafa untuk membawa Afni.

"Besok kita ke sana. Gue bakalan bawa Afni pergi, kali ini gue bakalan bikin Dafa bener-bener jauh dari Afni," putus Azril pada akhirnya, tapi masih ada yang mengganjal di kepalanya, cowok itu menyandarkan diri di sofa, merasakan kepalanya seperti meledak, kemudian bergumam, "Tapi, kalau Afni hamil gimana, Dafa harus tanggung jawab

Riski menghela napas, mengepalkan tangan meyakinkan diri sendiri. "Gue siap tanggung jawab kalau Afni hamil. Meski bukan anak gue, karena gue nggak mau Afni disakiti Dafa terus, Kak."

Azril menegakkan badan, mengernyit memicing menatap Riski, melihat ekspresi cowok itu. Mencari keraguan di wajah Riski, tapi cowok itu terlihat percaya diri dan serius. Apa Azril akan menyerahkan Afni pada Riski saja membiarkan adiknya hidup bersama orang yang baru sebentar dikenalnya.

STOP
AYO SHARE CERITA INI. BUKAN COPAS, YA. TERIMA KASIH YANG SUDAH SHARE.

1241 KATA

Terpaksa Menikah Dengan Tetangga✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang