"Sampai kapan lo mau nangis terus?! Lebay, gue muak!" Dafa menarik tangan Afni yang sedang terduduk menangisi nasibnya. Sudah lebih dari lima menit Afni menangis sambil berjongkok. Selama itu pula Dafa hampir mati kebosanan.
Afni mengangkat kepala, berusaha menghempaskan tangan Dafa. Kenapa cowok itu selalu membuatnya kebingungan. Kalau memang Dafa benci kepadanya, tapi mengapa seolah dirinya tak dibiarkan lepas begitu saja. Toh memang dirinya tak bisa melakukan apa-apa, pekerjaan rumah pun tak bisa dilakukannya.
"Ck, kelamaan! Ayo pergi!" Dafa menarik paksa tangan Afni.
"T--tapi, barang-barang Afni masih di dalem," ucap Afni sambil berusaha melawan tarikan dari Dafa. Namun, cowok itu tak mau mendengarkannya. Semakin Afni melawan, justru Afni yang kesakitan, sampai hampir saja gadis itu tersungkur.
Dafa melepaskan tangan Afni saat sudah sampai di depan mobil, menyuruh gadis itu untuk masuk mobil melalui tatapan mata. Saat Afni benar-benar masuk dalam mobil, akhirnya cowok itu turut masuk. Kali ini ia sudah memeriksa bensinnya, tak mau kehabisan lagi.
Saat mobil sudah dilajukan, Afni menunduk menangis dalam diam. Memeluk erat ponselnya. Hanya ponsel yang dibawanya, semua baju dan barang-barangnya tak dibawa. Dafa memang gila, bagaimana ia akan ganti baju, tak mungkin ia tetap memakai satu baju.
Pikiran gadis itu melayang, memikirkan abanganya yang baik hati. Mungkin cowok itu sekarang sudah dilanda kepanikan yang luar biasa. Pasti kegiatan perkuliahan Azril terganggu karenanya, mama papanya pasti akan kecewa jika Azril tak konsentrasi belajar.
Afni menyenderkan kepalanya, menoleh pada jendela. Gadis itu tersentak kala ponselnya berbunyi, gadis itu langsung menegakkan badan. Mengusap air mata, ingin mengangkat panggilan dari Riski. Namun, ia kalau cepat dengan Dafa.
Cowok itu merebut ponsel Afni, mematikan panggilan. Masih dengan mengemudikan mobil, Dafa memegang ponsel Afni.
"K--kak! Biarin Afni bicara sama Kak Riski. Sekali ini aja." Afni menarik tangan Dafa. Memohon untuk mengembalikan ponsel Afni.
Dafa mengibaskan tangan Afni, menoleh sekilas memelototi Afni. Kemudian kembali menghadap depan, fokus mengendarai mobil. "Jangan sentuh gue lagi. Atau, bakalan gue patahin tangan lo!"
Mendengar ancaman dari Dafa membuat Afni menutup rapat bibirnya. Hanya bisa pasrah kala Dafa mengotak-atik ponselnya saat di lampu merah. Lalu melemparkannya ke kursi belakang. Sudah bisa ditebak, pasti cowok itu menutup akses untuk Riski. Gadis itu kembali menghempaskan badan di sandaran kursi. Memejam, kepalanya sedikit pening, perutnya pun bergejolak. Sepertinya gadis itu akan mabuk perjalanan. Jadi memutuskan untuk memejam.
Melihat Afni yang menurut padanya membuat Dafa menutup mata sesaat, menghela napas. Lalu kembali melajukan mobilnya saat terdengar klakson tak sabaran mobil di belakangnya. Sebenarnya Dafa merasa lelah berkendara, dari rumah tadi hampir dua jam. Sekarang harus kembali mengemudi menuju kota tempatnya belajar, mungkin sampai tiga jam lebih.
Di tengah perjalanan, Dafa memarkirkan mobilnya di rest area. Turun untuk membeli makanan sedangkan Afni masih tertidur. Sekarang sudah menjelang waktu maghrib. Jadi, Dafa memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan nanti selepas maghrib, sekalian beribadah.
Dafa kembali dengan dua kotak makanan berisi rujak cingur dan dua botol air mineral ukuran sedang. Cowok itu mengerutkan kening, berdecak, kala melihat Afni masih tertidur, membuka sedikit mulutnya.
Cowok itu tak mau repot-repot membangunkan Afni, untuk makan. Justru dirinya langsung membuka kotak makanan. Menyantap rujak cingur yang menjadi favorit-nya. Masalah Afni biar saja, nanti kalau lapar pasti akan bangun sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Menikah Dengan Tetangga✔️
Teen FictionIni tentang kehidupan pernikahan kejam antara Dafa dan Afni di umur mereka yang sama mudanya. Berawal dari mengantarkan jas, akhirnya Afni menjadi istri dari seorang Dafa. Bagaimana bisa? Padahal, Dafa esok hari harus menikah dengan kekasihnya. Se...