Urus Diri Sendiri

5.6K 406 3
                                    

"Kamu udah baik?" tanya Kak Reni setelah aku keluar dari kamar. Dia terlihat begitu sibuk menyiapkan makanan untuk kami santap nanti siang.

Aku mengangguk, "Maaf, seharusnya aku yang mengurus kalian, tapi ini malah sebaliknya."

Wanita cantik berkerudung instan berwarna merah muda itu langsung mengukir senyum sembari mengelus lembut pundakku. "Santai, gak papa, kok."

Merasa semua yang mulai membaik, aku putuskan saja membantu Kak Reni di dapur. Sementara Kak Yusuf, Adib, dan Arif, menurut penuturan Kak Reni sedang pergi jalan-jalan. Entah ke mana tujuan mereka?

Usai semua tersaji di atas meja, kami hanya tinggal menunggu kedatangan para anggota lelaki. Mungkin Kak Yusuf dan si kembar sebentar lagi akan pulang, sedangkan Ihsan beberapa menit yang lalu juga menghubungi bahwa sedang menuju perjalanan pulang. Aku hanya berharap dia tidak lupa pesananku.

Sejenak kutatap wajah Kak Reni yang begitu asyik duduk di sofa, di sebelahku, melihat acara di televisi tentang talkshow yang menghadirkan artis ternama. Dia seperti sangat serius, sementara aku begitu sibuk memilin ujung jilbab dengan kedua telunjuk.

"Kak Reni."

"Ada apa, Wa?" Dia memalingkan wajah ke arahku. Toples kaca yang berisi camilan kacang langsung ditaruh kembali ke atas meja.

"Ingin bertanya seputar ...." Kalimatku menggantung sebentar, karena aku masih begitu sibuk memikirkan kata demi kata yang pas. "Hawa ingin bertanya seputar hubungan Ihsan dan Lili? Begini, Hawa tahu bahwa sebelum menikah, mereka berdua pernah menjalin hubungan, dan Hawa hanya penasaran, apa yang menjadi alasan hubungan mereka malah tidak berhasil ke pelaminan?"

"I-i-i-tu." Kak Reni membasahi mulut dengan lidah, lalu mengelus paha dengan tangan. Dia seperti berpikir keras untuk merangkai jawaban.

"Mereka dulu memang cukup lama menjalin hubungan, tapi Mama sangat menentang itu. Menurut Mama wanita itu tidak pas untuk Ihsan. Aku juga tidak menyanggah apa yang dikatakan Mama. Ihsan tidak bisa berbuat banyak. Akhirnya, dia memilih untuk memutuskan Lili. Sampai tiba satu waktu aku bertemu dengan Faris. Dia bercerita banyak tentangmu, dan Mama merasa sangat suka ketika melihat fotomu. Mama jua yang memiliki ide untuk menjodohkan kalian." Sempat ada jeda pada kalimatnya. "Kenapa kamu bertanya ini?"

Aku sontak terkesiap. Jawaban apa yang harus kuberi?

"Hawa mengira hubungan itu benar-benar berakhir sebelum pernikahan dilaksanakan, tapi ternyata--"

"Apakah Ihsan masih berhubungan dengan wanita itu?" Alis Kak Reni kini saling bertaut. Dahinya berkerut. Dia merendahkan volume televisi dan sekali lagi meminta penjelasanku. "Jawab, Wa!"

Aku hanya mengangguk dengan kepala yang menunduk. Ingin sekali bicara tentang fakta yang terjadi pada rumah tanggaku, tapi bibir ini rasanya enggan untuk bicara.

"Astaghfirullah, Ihsan. Kamu kenapa baru bicara sekarang, Wa. Seandainya kamu bicara dari dulu, maka aku--"

Kubangkitkan wajah dan menatap oaras cantik Kak Reni. "Apakah Kakak akan mengancamnya? Itu hanya akan membuat hubungan kami menjadi lebih sulit."

Beberapa detik kami sama-sama terdiam. Sementara setetes air mata sudah berhasil turun menuju pipi sebagai bahasa luapan atas rasa perih yang kutanggung selama ini.

Tiba-tiba saja ....

Tangan kanan menutup mulut, kaki dengan segera melangkah menuju dapur. Secepat kilat ke arah wastafel dan mengeluarkan isi perut.

Uweeeek ... uweeeek ....

Semua isi perut sudah keluar, yang tersisa kini adalah cairan kuning yang rasanya begitu pahit ketika keluar dari tenggorokan.

Bismillah Titip Hatiku ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang