Apa Pedulimu?

6.6K 423 3
                                    

Aku rasa sudah cukup POV dari Ihsan. Sekarang kita balik lagi ke Hawa.

Selamat membaca 😘😘😘

POV Hawa

"Dokter tidak dapat menyelamatkan anak kita."

Ya Allah, dadaku sakit sekali mendengarnya.

Ya Allah, semuanya sudah berakhir. Ihsan tak ada sedikit pun cinta untukku. Keadaan cacat seperti ini tentu hanya akan menjadi beban untuknya. Hal yang lebih membuatku terpuruk adalah kehilangan janin yang selama sebulan ini sudah ada di dalam rahimku.

Kenapa Kau begitu jahat padaku? Kenapa harus aku yang mengalami ini semua?

Semua kini tak ada lagi memiliki arti. Aku sejenak berpikir, kenapa aku masih hidup? Lebih baik mati saja, daripada harus menanggung semua ini.

Semua yang kusayang sudah tiada. Ayah, Ibu, anakku, dan Ihsan ... sejak dulu hatinya bukan untukku.

"Sayang, sarapan dulu." Tante Sarah menyendokkan bubur ayam dan mengarahkannya menuju mulutku.

Aku menggeleng. Tak berselera. "Hawa gak  mau makan."

"Sedikit aja," pinta Tante Sarah.

Kulihat wajahnya dengan lekat, lalu menggeleng lagi sebagai isyarat penolakan. Tante Sarah hanya bisa pasrah dengan meletakkan kembali mangkok ke atas meja, tepat di samping ranjang.

"Tante." Kutarik tangan Tante Sarah, lalu mengajaknya untuk duduk di ranjang, tepat di sampingku.

"Kenapa, Hawa?" Tante mengernyitkan dahi sebentar. "Perlu sesuatu?"

"Kenapa harus Hawa yang mengalami ini semua, Tante? Kenapa Tuhan begitu jahat pada Hawa?"

Dia membelai lembut wajahku yang kini sudah basah karena air mata. "Sayang, jangan bicara seperti itu! Apa pun yang Allah beri, baik berupa nikmat dan musibah sekalipun pasti ada hikmah di dalamnya."

"Tapi Hawa lelah." Dadaku sesak sekali karena mengingat semuanya. Kali ini bayangan terburuk bahwa Ihsan akan meninggalkanku sudah menyerang seluruh pikiran dan hatiku. Aku sudah pasrah. Untuk apa juga dia mempertahankan hubungan pernikahan ini?

Tok ... tok ... tok ....

"Itu pasti adekmu." Usai mengusap air mata yang membasahi wajahku, Tante Sarah melangkah menuju pintu.

Benar saja, Mira sudah datang dengan membawa beberapa dua totte bag. Satu yang berwarna hitam berisi camilan, sedangkan yang satunya lagi, totte bag berwarna abu-abu berisi beberapa baju ganti untukku.

"Kakak." Dia mendekap erat badanku. Isak tangisnya dapat kutangkap melalui telinga ini. Tak pernah aku ketahui bahwa Mira punya jiwa mellow seperti ini. "Yang sabar, ya, Kak."

"Kak Ihsan mana?" tanya Mira usai melerai dekap.

"Dia ke minimarket sebentar," jawab Tante Sarah. "Berhubung ada kamu, Tante titip dulu Hawa. Tante mau jenguk teman, kebetulan dia dirawat di rumah sakit ini juga."

"Sip, baik, Bos," balas Mira.

Kutatap punggung Tante Sarah yang menjauh lalu hilang di balik pintu. Kasihan Tante Sarah sudah begitu repot menjagaku. Ah, aku ini hanya bisa merepotkan orang saja. Kualihkan tatapan ini kepada Mira.

Bismillah Titip Hatiku ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang