Berita Besar

6.4K 401 13
                                    

Hawa menatapku dengan penuh rasa terkejut. Tentu saja, melihat suaminya babak belur seperti ini, pastilah mengundang simpati.

Begitu banyak kesalahan yang kuperbuat pada istriku, Hawa. Namun, tak sekali pun dia menjauh. Pada saat seperti ini, dia juga orang yang setia merawatku.

Aku pernah bertanya mengenai alasan dia bertahan, dan jawabannya adalah keluarga. Ada sedikit yang terkoyak di jiwa. Aku bukan iblis yang tak berhati. Menurutku, apa yang sudah dia dapatkan tak sesuai dengan kesalahannya. Kemarahanku karena dia bersifat egois pada waktu dulu hingga terjadinya pernikahan ini, perlahan mulai menyusut. Rasa dendam dan selalu berusaha menjauh, kini aku malah sangat ingin berada di dekatnya.

Hari ini dia meminta izin untuk pulang. Kenapa aku seperti tidak ikhlas melepaskannya?

Aku utarakan hal itu padanya, dan kutangkap tatapan nanar, pasrah jika aku melarang. Ah, aku merasa sangat jahat jika melakukan itu.

Lihat, dia berpaling dan sempat-sempatnya menyiapkan makanan untukku hari ini. Dia ini wanita yang terlalu baik. Kenapa aku selama ini mampu bersikap jahat padanya?

"Hawa itu terlalu baik buat lu. Kalau gue ngelihat lu masih jalan sama itu cewe tadi, lebih baik kembalikan Hawa ke keluarganya. Biar aku aja yang urus dia."

Ya Allah, kalimat Roy beberapa malam yang lalu kembali mengusikku. Aku tidak akan pernah melepaskan Hawa. Titik.

🌿🌿🌿🌿🌿

Berkali-kali aku menghubungi Hawa. Seharusnya sore ini dia sudah sampai di Jakarta, tapi kenapa dia tidak menghubungiku sama sekali? Dia sudah biasa pulang sendiri, jika sampai asti langsung menghubungi. Namun, kali ini ....

Sudah sepuluh kali panggilan tidak terjawab. Aku sungguh khawatir. Aku seperti yakin ada sesuatu yang salah.

Tak putus asa, aku juga menghubungi Bang Faris untuk memastikan keberadaan Hawa. Semoga saja dia sudah di sana.

"Ihsan, Hawa jam berapa berangkat? Kok, belum sampai juga," ucap Bang Faris di balik telepon.

Deg. Apa yang sedang terjadi pada Hawa?

"Dia sudah berangkat lima jam yang lalu, Bang. Aku padahal menghubungi Bang Faris untuk memastikan apakah dia sudah sampai, karena dari tadi teleponku tidak diangkat."

"Apa?!" Suara Bang Faris mulai meninggi. "Aku akan coba juga cek keberadaan Hawa"

Kututup panggilan dengan tangan yang bergetar. Ke mana Hawa? Bagaimana dia saat ini?

Aku begitu takut jika sesuatu yang buruk telah menimpanya.

Sore berganti malam, tapi masih tak ada jawaban. Usai salat Maghrib ponselku berdering. Panggilan dari Hawa. Secepat kilat ponsel kuraih, tak sabar untuk menuntut penjelasan darinya.

"Benarkah Anda kerabat dari pemilik KTP Hawa Rahadatul Aisy?" Aku mengernyitkan dahi usai mendengar suara seorang lelaki dari balik telepon. Berdasarkan suaranya, sepertinya orang ini usianya di atas dariku.

"Iya, benar. Saya suaminya. Ada apa, Pak? Kenapa ponsel istri saya ada di Bapak?" tanyaku.

"Istri Anda mengalami kecelakaan. Kini kondisinya sedang kritis di rumah sakit."

Badanku sontak membeku, bibir juga kelu untuk mengeluarkan kata. Berita ini sangat membuat hatiku hancur, terlebih mendengar kabar bahwa Hawa kritis.

"Pak, kirimkan alamat rumah sakitnya!"

🌿🌿🌿🌿🌿

Mengingat jiwa yang sedang kalut, tak memungkinkan untuk membawa mobil sendiri. Aku pinta bantuan Gaza--teman sekantorku--untuk ikut dan membawaku ke rumah sakit tempat Hawa dirawat.

Bismillah Titip Hatiku ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang