LIMA PULUH SATU

453 49 2
                                    

Perasaan tak tenang kini menyergap kedua saudara KIM itu. Pasalnya keduanya mendapat kabar bahwa pesawat yang ditumpangi tuan Kim itu mengalami masalah karena cuaca. Dan sampai sekarang pesawat itu belum sampai di Korea. Padahal,dari jadwalnya seharusnya pesawat sudah mendarat dari satu jam yang lalu. Dan sekarang?akses pesawatnya susah ditangkap.

"Unnie bagaimana ini?". Tanya Jennie. Ini masih petang dan belum terlalu malam tetapi cuaca sedang buruk lalu udara juga sangat dingin. Tetapi,walau begitu cemas dan takut lebih mendominasi yang mereka rasakan.

"Tenanglah,ruby semuanya akan baik-baik saja". Walau yang dirinya ucapkan tak menjamin semuanya akan baik-baik saja. Tetapi,mau bagaimana lagi melihat kecemasan adiknya dirinya tentu bingung dan keluarlah kata-kata itu.

Jennie hanya mengangguk membenarkan. Masih di bandara melihat lalu lalang orang disana. Pikiran pikiran buruk kembali merayap,merasakan kehilangan untuk kedua kalinya tentu tak ingin Jennie rasakan kembali. Seolah kaset rusak,bayangan saat dirinya kehilangan sosok yang melahirkannya kedunia ini menghadirkan perasaan sakit yang mendalam. Seiring dengan bayangan itu menyergap dirinya,setetes air mata menetes dipipi mandunya.

Taeyon yang melihat itu segera duduk dan membawa tubuh adiknya kedalam pelukannya. Sembari menenangkan adiknya dengan ucapan-ucapan penenang lainnya. Walau sebenarnya dirinya juga tak kalah kalut dengan sang adik.

"Sutt...jangan menangis,Ruby". Jennie mendongkak dengan mata yang merah dan air mata yang masih mengalir bebas itu.

"Unnie". Taeyon tersenyum melihat adiknya,merasakan dekapan adiknya. Seketika hangat menjalar disekujur tubuhnya. Dirinya selalu suka akan pelukan hangat Jennie.

"Tak apa Appa akan baik-baik saja ne". Jennie mengangguk masih menatap mata Taeyon. Membiarkan orang-orang melihat mereka. Perlahan Taeyon menghapus jejak air mata adiknya.

"Sudah". Bertepatan dengan selesainya menenangkan Jennie. Kharis dengan cepat melangkah kehadapan anak majikannya itu. Taeyon dan Jennie menatap was-was pada tangan kanan ayahnya. Sedangkan dua bodyguard yang menjaga Jennie dengan Taeyon memilih diam dan mendengarkan sampai Kharis berbicara nanti.

"Tae,Jane!". Suara pertama yang kharis keluarkan setelah sampai dihadapan kedua gadis anak majikannya.

Dengan was-was keduanya menatap Kharis "Pesawat yang akan dijadwalkan hari ini dari sana membatalkan jadwal penerbangan". Lanjut Kharis. Tatapan Taeyon maupun Jennie sesaat bertemu,perasaan was-was tergantikan dengan raut bersyukur karena Tuhan masih mengizinkan  mereka berdua bertemu dengan sang ayah nanti.

"Benarkah Oppa?". Tanya Jennie memastikan. Kharis mengangguk

"Ah terimakasih Tuhan". Ucap Taeyon. Segera Jennie kembali memeluk kakanya,tersenyum dengan mata berkaca-kaca karena merasa bahagia dan bersyukur. Taeyon tersenyum memejamkan mata sesaat. Lalu menatap Kharis yang ikut tersenyum melihat dirinya dan Jennie.

"Sudah ayo,kalian bahkan belum makan malam kan?mau di luar atau dimanssion saja?". Tanya Kharis sesaat setelah dirinya beranjak dan menuju mobil.

"Diluar saja,aku sudah lapar". Ucap Jennie. Kharis dan Taeyon mengangguk tanda setuju.

Disela-sela langkahnya Jennie membatin berucap beribu-ribu kata terimakasih dan bersyukur karena masih diberi kesempatan tak merasakan kehilangan. Walau dirinya sendiri tak tahu bahwa sampai kapan hidupnya akan bersama keluarganya.

****

Ini kedua kalinya Jennie berkunjung ke Rumah keluarga Bae pagi hari. Tapi kali ini ceritanya berbeda karena dirinya lebih ikut sarapan bersama Tiffany dan Irene. Karena Taeyon ada urusan pekerjaan yang mengharuskannya turun langsung sehingga membutuhkan dua hari tak kembali ke manssion miliknya.

JenReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang