LIMA PULUH EMPAT

403 41 3
                                    

Dengan buru-buru Irene merapihkan buku serta alat tulis lainnya setelah tadi dosennya pergi dan hanya memberikan beberapa tugas saja.

Sekarang sudah hampir sepuluh menit dirinya menunggu didepan kelas Jennie. Menunggu sang kekasih keluar. Sungguh sedari tadi Irene tak bisa fokus karena melulu memikirkan Jennie.

Sedari tadi matanya terus menatap orang-orang yang mulai keluar dari kelas itu. Lalu tepat pada hitungan ke tujuh belas. Kekasihnya keluar.

"Jennie-ah!". Jennie menengok saat merasakan pergelangan tangannya dipegang.

"Bisa bicara sebentar,kumohon". Lama berdiam dan tak memberikan kata apa-apa. Akhirnya Jennie mengangguk.

"Jennie-ah wae?apa kau marah padaku?". Jennie menatap kekasihnya itu. Sekarang keduanya sedang duduk di taman kampus.

"Wae?Jennie-ah jangan diam saja". Irene sudah memelas sekarang. Karena sedari tadi Jennie diam saja.

"Hah kau membuatku kesal Unnie". Irene menatap kekasihnya saat dirinya tadi sempat menunduk.

"Wae?".

"Kau tahu aku melihatmu dengan Suho di acara kemarin". Irene menelan saliva kasar. Pikiran-pikiran negatif mulai muncul. Apa Jennie melihatnya? Bagaimana ini?

"Mianhe,aku tak sengaja sungguh mianhe jjeongmall  mianhe". Irene menunduk karena tatapan Jennie yang terkesan menusuk itu.

"Kau tau,aku mencarimu bersama Wendy Unnie tetapi kau malah sedang bersama Suho,aku ingin menyusulmu tetapi. Ada yang memanggil Wendy Unnie saat aku kembali menengokmu".

Perasaan Irene tak tenang saat Jennie menggantungkan kalimatnya.

"Kau sudah tak ada". Irene bernapas lega sekarang. Mungkin Jennie tak melihatnya itu pikirnya.

"Mianhe aku buru-buru karena harus membawakan minuman Tiffany Unnie". Ucap Irene

"Hem,karena itu kau marah?". Jennie mengangguk. Sungguh sangat kesal menurutnya karena melihat kekasihnya sedang bersama orang yang sangat dirinya tak suka. Kemarin kan niatnya dirinya ingin mempertemukan Wendy dengan Irene kembali.

"Baiklah,aku minta maaf sungguh aku tak tak tau jika manusia itu ada disana. Kau tau aku juga ingin bertemu denganmu. Tetapi,Unnie melarangku karena sebentar lagi aku juga harus mengurus perusahaan". Jennie mengangguk mengerti bagaimanapun dirinya tak boleh egois akan ini. Apalagi sebentar lagi Irene akan lulus kuliah juga ikut andil mengurus perusahaan.

"Sudah baikkan?". Jennie mengangguk.

"Kau membawa mobil?". Jennie menggeleng dalam pelukan Irene. Beruntung disana sepi

"Baiklah ayo kita menghabiskan waktu lagi". Jennie  mengguk lalu keduanya berjalan bersama.

Irene membukakan pintu mobil untuk Jennie,menaruh telapak tangan pada kepala Jennie untuk menghindari jika kepala itu akan terbentur.

Sedangkan dalam mobil yang tak jauh letaknya dengan mobil Irene. Seseorang menatap kesal pada mobil yang mulai meninggalkan kawasan kampus. Dengan geram dirinya memukul stir

Dasar katanya mereka akan bertengkar nyatanya?mereka baik-baik saja

******

"Terimakasih karena sudah membantuku".

"Tidak usah sungkan,kau adalah sahabatku". Wendy terkekeh mendengar sahabat koreanya ini.

"Lalu,apa rencana selanjutnya. Kurasa mereka akan kembali berulah." Wendy mengangguk membenarkan ucapan sahabatnya.

"Biarkan dulu,aku selalu mengawasi mereka".

"Apa ini lebih baik untukmu?". Wendy menatap sang sahabat. Dirinya jelas tahu apa maksud dari ucapan sahabatnya.

"Heum ini lebih baik,aku sudah terlalu banyak menyakitinya selama ini. Aku sungguh menyayanginya,bahkan masih mencintainya". Sang sahabat mengangguk. Membiarkan semuanya begitu saja sesuai aturan takdir saja.

*****

"Cah bukannya ini cocok untukmu?". Irene memperhatikan pakaian yang disodorkan Jennie. Kedunya memutuskan berbelanja baju saja. Kebetulan selera mereka soal belanja sangat cocok.

"Benarkah?tapi kurasa tidak". Ucap Irene

Jennie mengembalikan pakaian tersebut pada tempatnya lagi. Lalu memilih lagi,sedangkan Irene sama seperti Jennie. Mereka menghabsikan waktu hanya untuk memilah milih pakaian.

"Unnie sudah?ini sudah sore". Irene mengangguk lantas mengambil beberapa paper bag yang ada ditangan Jennie. Jennie tersenyum atas perlakuan manis dan romantis Irene. Hari ini Jennie merasa Irene lebih romantis.

Bruk..

Tanpa sengaja Irene menubruk sesorang. Sedangkan orang itu menunduk tak ingin ada kontak mata atau melihat orang itu mengenali wajahnya.

Dalam hati wanita itu merutuki kecerobohannya karena tak hati-hati. Dan sekarang malah menubruk orang sedari tadi diikuti dan dihindarinya. Sial memang.

Jennie menatap wanita itu. Sedikit familir tetapi belum menemukan jawabn siapa wanita yang menabrak Irene.

"Unnie baik-baik saja?". Jennie bertanya dan segera berjongkok lalu mengambil paperbag yang jatuh. Sedikit mendongkak guna melihat siapa orang itu tetapi orang itu malah langsung menghalanginya dengan rambut miliknya lalu pergi.

Jennie masih mengambil paper bag itu. Sedangkan Irene malah menatap kepergian wanita tadi.

*****

Jennie memandang langit yang dipenuhi bintang dibalkon kamarnya. Hari sudah malam tetapi Jennie tak merasakan kantuk. Itu sebabnya dirinya berdiam diri di balkon malam ini.

Bukan tanpa alasan mengapa Jennie tak bisa tidur,itu karena dirinya memikirkan beberapa hal yang hinggap dikepalanya.

Irene dan Suho saat diacara itu. Lalu wanita yang tadi menabrak Irene.

"Apa itu kau Unnie?". Monolog Jennie.

Malam ini terasa dinginnya tetapi Jennie tak mengindahkan kedinginan ini. Toh dirinya juga memakai selimut tebal.

Jennie merasa orang itu familir. Sayangnya sepertinya semesta belum memberikan izin untuk cepat mengetahui siapa wanita itu. Janggal saja,biasanya jika orang menabrak seperti itu meminta maaf ini malah terkesan menutupi dirinya.

*****

"Bagaimana bisa?". Wanita itu menatap sinis pada seseorang didepannya. Merasa jengah terhdap orang itu.

"Tentu saja bisa,kau sendiri yang sudah memastikan tetapi apa?".

"Yak tentu saja diriku bukan tuhan,tapi aku sudah memastikan bahwa semuanya berjalan sesuai rencana".

"Kau sendiri saja hampir membuka identitas mu tadi,jika kau tak ceroboh". Lanjutnya. Sedangkan Wanita yang tersebut memutar bola mata malas. Orang disampingnya ini selalu tak ingin kalah.

"Ku rasa akan sangat sulit menjalankan ini semua". Wanita itu menaikan satu alisnya.

"Mereka terlihat mencintai satu sama lain". Sang Wanita mengangguk. Tapi ini bukan dari akhir segalanya. Ini adalah perjuangan mendapatkan apa yang dirinya mau. Tentu seperti ini jalannya.





















Tbc....
Sorry for typo


JenReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang