EIGHT (✔)

683 74 74
                                    

Jembatan, siapa yang tidak kenal dengan jembatan, itu adalah tempat favorit Mesya, jembatan yang membentang kira-kira 10 meter itu terlihat sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jembatan, siapa yang tidak kenal dengan jembatan, itu adalah tempat favorit Mesya, jembatan yang membentang kira-kira 10 meter itu terlihat sepi. Jarang orang berkeliaran disana, itu yang membuat Mesya nyaman disana.

Mesya tidak pernah kenal rasa takut dengan hal-hal berbau horor, yang dia takuti hanyalah kehilangan Lala saja.

Tali jembatan yang membentang di atas itu terlihat aesthetic, ditambah dengan kesan langit senja yang merubah warna langit menjadi kesan yang berbeda. Jembatan ini merupakan jembatan favorit Mesya, walau dia harus naik taksi untuk menuju tempat ini, tapi itu tidak ada bandingannya dengan pemandangan yang ia dapat.

Mesya mengarahkan pandangannya ke arah air sungai yang mengalir dibawah struktur jembatan yang ia pijaki. Semilir angin menggerakkan rambutnya secara acak, pandangannya masih tetap pada air yang mengalir dibawahnya. Sesekali suara motor ataupun mobil berlalu-lalang pada telinganya.

"Gue nggak bisa kayak gini terus," ucap Mesya sambil menatap pegangan pada jembatan itu, tangannya bercahaya karena sang surya yang memperlihatkan senjanya.

"Gue nggak bisa berada diantara dua pilihan. Gue nggak bisa milih cinta gue, dan gue juga gak bisa milih sahabat gue. Gue pengen milih semuanya, bukan salah satu," lirih Mesya, dia memang tidak bisa jika memberikan semuanya pada Lala, tapi dia juga tidak bisa untuk memberikan semuanya kepada seseorang yang belum mencintainya. Mesya ingin membaginya, untuk keduanya.

"Memang Al belum suka sama gue, tapi itu wajar kan? Dia masih pemula dalam kehidupan gue. Argh! Kenapa semuanya susah sih!" kesal Mesya.

"Rasanya gue pengen jadi amoeba aja! Pasti nggak akan sulit. Mesya pertama buat Lala, Mesya kedua buat Al!" Pandangan Mesta beralih, Mesya menatap awan yang bergerak perlahan mengikuti arahan alam.

"Emang bisa ya?" gumam Mesya. Jika ada alat yang canggih dan bisa membelah dirinya pasti Mesya akan mencobanya, tapi sayang alat itu tidak ada.

"Pemandangannya cantik." Mesya menoleh mendapati seseorang yang menatap langit dari sebelahnya.

***

"White Cappucino, satu." Lala menyodorkan minuman kepada pelanggan dengan muka sedikit jutek. Siapa jika bukan Raka pelanggannya.

"Jangan jutek, ntar semua pelanggan lo bakal pergi, seperti seseorang yang lo manfaatkan sekarang," sindir Raka. Lala menatap Raka tidak percaya, apa yang sedang Raka bicarakan?

"Apa maksud ucapan lo?" tanya Lala sedikit menyimak.

"Perlahan Mesya juga bakal jadian sama Al. Sekuat apa lo pertahankan buat membuat mereka pisah, itu akan membuat sia-sia nantinya," ucap Raka menatap Lala yang memakai apron itu dengan tatapan sinis.

MESYALIA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang