SEVEN (✔)

666 78 83
                                    

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"

Sebentar lagi kalian akan kuliah, Ibu mau nanya serius sama kalian. Apa sebenarnya cita-cita kalian?" tanya guru yang sedang membenarkan kacamatanya yang hampir jatuh itu.

"Dimulai dari sana! Dinda? Kamu ingin jadi apa?" tanya Bu Maya, sambil menuding dinda.

"Psikolog, Bu," jawab Dinda.

"Rafi?" tanya Bu Maya sambil mengurutkan mereka.

"Dokter Spesialis Saraf," jawab Ragi membuat Bu Maya manggut-manggut. Maya menanyai ini hanya ingin mengetahui apakah murid-muridnya sudah memiliki masa depan yang jelas.

"La, cita-cita gue apaan?" tanya Mesya menatap serius wajah Lala. Lala bingung selama ini apa tujuan hidup Mesya.

"Lah kan lo yang punya hidup, kenapa nggak tahu?" tanya Lala heran. Mesya bingung dengan dirinya, untuk apa selama ini dia sekolah.

"Kalau Lala apaan?" tanya Mesya penasaran, dia bisa menyontek cita-cita Lala. Lala menggeleng, Mesya menyerit bingung.

"Cita-cita lo, ada dalam diri lo sendiri. Lo gak bisa niru cita-cita orang. Lo harus punya pendirian sendiri," Mesya menatap Lala sungguh-sungguh. Lala ini pintar merangkai kata-kata.

"Ish! Terus aku jadi apa?" tanya Mesya sambil memajukan bibirnya. Al yang melihat Mesya tersenyum.

Cita-cita gue sebenernya adalah ambil sesuatu yang seharusnya milik gue, itu adalah kebahagiaan lo, batin Lala sambil menatap Mesya yang sedang berfikir.

"Lala, cita-cita kamu apa?" tanya Maya. Lala menatap Maya yang menatapnya.

"Psikiater, Bu," ucap Lala. Dia tidak ingin ada orang lain nantinya yang bisa menderita batin sepertinya, itu adalah tujuan utamanya.

"Bu, emang Psikiater, sama Psikolog beda ya?" tanya Raka yang berada di belakang Lala.

"Beda dong. Kalau Psikiater itu beracu sama dokter, kalau Psikolog tidak," ucap Bu Maya sambil tersenyum.

"Kalau perasaan sama nggak, Bu?" tanya Raka. Membuat guru muda yang memakai kacamata itu bingung.

"Perasaan apa?" tanya Bu Maya agar serius. Wanita dengan rambut sepinggang ini cantik, dan kacamata yang digunakan hanyalah kacamata fasion.

"Perasaan kita," celetuk Raka membuat seluruh penjuru kelas tertawa, Raka sedang menggoda Bu Maya, dan kebetulan Bu Maya belum menikah. Bu Maya tersenyum malu, siswanya satu ini bisa membuatnya terbang.

"Udah, jangan buat saya terbang," ucap Bu Maya.

"Nanti kalau terbang saya iket, Bu," jawab Raka membuat Bu Maya geleng-geleng.

"Sudah, sudah. Nanti kelamaan," ucap Bu Maya menyudahi lelucon Raka.

"Kalau kamu Mesya?" Tanya Maya. Mesya meremas-remas roknya gelisah. Maya menyerit bingung melihat reaksi Mesya.

MESYALIA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang