THIRTY NINE (✔)

317 24 42
                                    

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading

"Lo serius, La? Mau sampek malem? Lo nggak capek nanti? Lo juga harus sekolah kalau lo lupa," omel Vani saat Lala ingin bekerja sampai malam. Ini tidak seperti biasanya, apakah Lala sedang tidak punya uang atau lainnya? Mengapa Lala tidak cerita kepadanya?

"Kalau lo butuh uang dikit, gue bisa penjamin. Lo nggak perlu kayak gini." Vani tidak tega dengan Lala yang seperti ini, lihatlah kantung matanya saja terlihat walau samar, pasti kemarin dia tidak bisa tidur.

Ini sudah jam sembilan malam sudah saatnya pergantian karyawan, tetapi Lala masih keukeh untuk di sini sampai malam. "Gue nggak papa, orang gue aja sampai jam dua belas doang, bukan jam tiga," balas Lala untuk membuat perasaan Vani sedikit tenang. Mereka memang masih berada ruang ganti karena Vani mau pulang, jamnya sudah habis.

"Tapi itu malem, Lala." Vani yang gemas langsung menjewer kedua pipi Lala. Lala terkekeh, temannya ini memang sangat perhatian kepadanya.

"Gue nggak papa, suer." Lala memegang tangan Vani dan perlahan menurunkannya dari pipinya. Pipi Lala bahkan sampai merah, pantas jika pipinya selalu membesar. Ini memang kebiasaan Vani yang suka bermain kepada pipi Lala.

"Kalau butuh sesuatu mungkin bisa gue bantu dikit, cerita, La." Lala tidak akan mungkin merepotkan temannya yang sama-sama membutuhkan uang. Itu bukan kebiasaan Lala.

"Gue lagi nggak butuh uang, Van. Gue itu cuma-cuma nganu-" Sial, Mengapa pikiran Lala terhenti dia seperti tidak bisa menjelaskan lebih lanjut lagi.

"Cuma apa? Gue bisa bantu lo sedikit, tapi jangan kayak gini." Vani tidak suka jika Lala tidak mendahulukan kesehatannya, dia sangat khawatir dengan kondisi Lala.

"Tenang aja, kalau gue sakit pasti nanti ke kamar lo. Biar lo bisa rawat sama marahin gue," ucap Lala dengan senyumannnya. Tetapi faktanya jika dia sakit Vani bahkan yang dahulu mengetahuinya ketimbang Lala yang langsung berbicara.

"Awas aja lo. Gue gini-gini peduli sama lo. Lo udah gue anggap jadi adik gue sendiri. Gue mau pulang dulu, kalau sampek lo besok sakit gue kasih ke buaya ntar lo," ucap Vani memperingatkan Lala.

"Buaya apa? Manusia apa hewan?" Vani menyipitkan matanya sambil tersenyum tipis sangat tipis hingga membuat Lala seketika menjadi sangat bingung. Apa ini? Mengapa Vani aneh?

"Buaya siluman." Lala sama sekali tidak tertawa sementara Vani sudah terkekeh puas.

"Emangnya lo bangsa halus? Lo siapanya Mbak Kunti?" tanya Lala blak-blakan. Lala susah diajak bercanda memang.

"Mbak Kunti siapa? Orang yang jual jamu gendut terus pendek itu apa samping lo?" Lala menoleh ke arah sampingnya. Tidak ada apa-apa, Vani ini memang suka jahil kepadanya. Lagi pula memang ada penjual jamu namanya Mbak Kuntara biasanya dipanggil Mbak Kun.

"Jangan ngadi-ngadi kalau ngomong. Ntar kalau dipanggil gue suruh ke kamar lo, gue suruh peluk lo kalau tidur," balas Lala dengan cepat.

"Bodoamat! Gue pulang dulu deh, salim." Vani memberikan tangan kanannya agar Lala bisa menyalaminya.

MESYALIA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang