"Di sini ya, neng?" tanya sopir taksi itu. Lala menatap sekeliling jembatan itu dahulu.
Tatapan Lala menyipitkan pandangannya. "Itu Al berarti itu temen SMA lamanya?" Ini bukan tempat yang aman untuk dirinya merenung. Bukan, memang tidak seharusnya dia merenung di sini.
"Emm, di taman depan aja, Pak. Yang ujung paling sana aja, Pak." Sopir itu mengangguk. Lala bisa menatap dari balik kaca terlihat Al dan yang lainnya sedang tertawa sementara Al terkekeh. Itu saja mungkin sudah cukup membuat mood Lala sedikit membaik.
Dia dan Al memang terikat sejak kecil, terikat nama, terikat saat mereka bayi bahkan perasaan mereka pernah satu. Al terlihat nyaman dengan mereka, Lala cukup senang dengan itu.
"Di sini, neng?" Lala mengangguk sekilas. Lalu memberi membayarnya segera.
"Makasih, Pak," ucap Lala sambil menutup pintu taksi itu dengan perlahan.
Ini masuk tempat yang nyaman bagi Lala, tempatnya sejuk mungkin ini cocok untuk Lala hari ini. Suasana hatinya memang sedang buruk hari ini. Lala memilih duduk di kursi putih.
"Gue bingung harus gimana lagi? Semua-semua yang gue lakuin salah di mata orang. Gue harus gimana? Di sini gue nggak bisa nemuin diri gue sendiri. Kalau ada pilihan gue pengen sama Mama aja, Mama juga dulu kenapa sampai bisa tinggalin Lala? Mama tega ya?" tanya Lala dengan nada sedikit bergetar.
"Gue pengen hidup tenang kayak Raka yang selalu diomeli Mamanya kalau telat, kayak Al yang sederhana dengan hidupnya. Terakhir kayak Mesya, selalu bersama dengan orang yang baik. Tapi kayaknya mimpi gue terlalu tinggi sampai gue terlalu susah nggapai langit." Lala tersenyum simpul sambil menatap langit malam.
"Gue sebenernya nggak pernah mau rebut kebahagiaan orang, tetapi waktu selalu maksa gue. Tetapi keadaan selalu maksa gue buat itu." Tatapan Lala berganti pada sesuatu yang berada di depannya.
Lala hampir melupakan satu fakta dia berada di depan taman yang berbatasan dengan club. Di sana terdengar suara yang menurut Lala pribadi mengusik telinganya tetapi orang-orang di sana nyaman. Mereka bia melupakan kesedihan walau sejenak, Lala sebenarnya juga ingin ke sana dan tidak mau kembali ke luar.
Lala mengeluarkan uang dari tas yang berada di depannya. "Uang ini? Kehidupan gue sendiri mungkin bentar lagi gue bakal di jemput Mama. Emangnya Mama tega biarin aku kayak gini?" tanya Lala bermonolog.
"Gue bingung cara buat gue bisa inget gimana kejadian tiga tahun yang lalu terulang. Dulu Mama gimana? Apa dia baik-baik aja sampai selesai?" Lala juga bingung mengapa dirinya sangat susah untuk mengingat kejadian tiga tahun yang lalu itu? Rasanya seperti dia mencoba mengingat sesuatu yang tidak pernah terjadi.
"Hai?" Lala menatap cewek dan cowok dibacakannya dengan jengkel.
"Gue pikir kalian putus," ucap Lala dengan nada sengitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MESYALIA (END)
Teen Fiction☡HARAP VOTE DAN KOMEN, FOLLOW KARENA ADA BBRP PART DIPRIV☡ Meysa Aquila Kaitlyn atau yang kerap disapa Mesya gadis cantik, baik dan polos yang bersahabat dengan Shaula Adelia Putri dipanggil Lala. Seorang anak yang mandiri, dan cantik, namun sebenar...