Percikan Masalah (문제의 불꽃)

446 58 11
                                    

'Mianhae untuk kemarin. Aku terlalu sensitif.' Hal yang pertama ia lakukan setelah sholat shubuh adalah mengirim pesan maaf kepada suaminya. Tentu ia juga merasa bersalah pada suaminya. Penjelasan Jefri menyadarkannya, terkadang ia juga terlalu egois.

Di sisi lain Suga masih belum membacanya karenan ia masih tidur. Keduanya terpaut jarak dan waktu yang berbeda.

***

Matahari bersinar terang hari ini. Menghangatkan pagi keluarga di rumah putih itu. Senang rasanya bisa menghirup udara di kampung halamannya. Mine tak pernah lupa bersyukur setiap saat. Melihat ibunya yang sedang menyiapkan makanan. Teringat saja waktu zaman Mine masih sekolah yang selalu disiapkan makanan setiap hari.

"Sudah bangun ternyata. Hari ini, Mama masak rawon sama camilan batagor kesukaan kamu, Mine." Mama Mine menyajikan masakannya di meja makan. Mine menunjukkan senyuman antusias. Langsung menghampiri meja makan.

"Ehm, Mine. Coba kamu panggil kakak-kakakmu, sama Saddam. Dari tadi mereka belum turun. Padahal sudah bangun dari tadi." Evi memerintahkan Mine untuk ke lantai 2.

Mine tanpa menunggu lama, ia langsung ke atas. Ia lihat di kamar anak, Saddam masih tertidur pulas. Kamar kakaknya pintunya terbuka sedikit, namun Mine tidak berani mengganggu Rosyi dan Jefri yang terdengar bicara serius. Mine tanpa ia sadari mendengar pembicaraan itu.

Jangankan diluar pintu, Evi yang di bawah bisa mendengar perdebatan mereka. Betapa kerasnya kedua insan itu jika bertengkar.

"Mas, aku tidak suka jika kamu terlalu berlebihan pada Mine." Rosyi terdengar kesal sembari mengoleskan krim pada wajahnya di depan cermin.

"Maksudnya berlebihan?" Jefri menghentikan kegiatan membaca bukunya.

"Ya, aku merasa saat ada Mine perlakuan baik kamu ke aku dan Saddam jadi berkurang." Rosyi menjelaskan semua yang ia rasa. Mine masih di depan pintu mendengarkan. Mine merasa ada yang salah. Menghentikan kegiatannya juga untuk menatap suaminya. Rosyi kemarin malam melihat suaminya di kamar adiknya, dan saat itu Jefri sedang menenangkan Mine yang menangis.

"Kamu tahukan, Mine adik perempuanku. Dia juga lama tidak di sini." Jefri meletakkan bukunya.

"Tentu aku tahu, tapi kan aku istrimu, Mas. Kamu memeluk Mine kemarin malam saja, membuatku cemburu. Memangnya Mine tidak bisa apa mengurus dirinya sendiri dan rumah tangganya. Dia juga sudah dewasa, tapi kelakuannya masih seperti Saddam. Nangis gitu aja sudah minta peluk-peluk. Jangan terlalu dimanja, Mas. Dia sudah tua." Rosyi meninggikan nada bicaranya.

Mine di luar seperti tertusuk belati paling tajam di dunia. Ia kira kakak ipar yang selama ini ia kagumi akan mengerti dirinya ternyata, apa yang ia lakukan terhadap kakak kandungnya sendiri di anggap berlebihan. Padahal hanya pelukan singkat seperti biasanya saat mereka baru bertemu.

"Mine juga buat apa kesini? Jika hanya numpang makan dan tidur. Kita yang bayar biaya listrik, air, dan lain-lain, Mas. Mine pikir tidak butuh uang untuk tidur berbulan-bulan selama suaminya tour." Rosyi benar-benar terdengar marah.

"Aku tahu Mine adikmu, tapi seharusnya dia mikir kalau kakak iparnya ini juga perempuan. Siapa yang tidak cemburu jika suaminya lebih dekat dengan adiknya dari pada istrinya. Memang kamu yang punya rumah, tapi aku juga istri kamu, Mas. Aku juga berhak melarang seseorang untuk tidak tinggal di sini."

"Ros, baru satu malam lho Mine disini. Setelah beberapa tahun Mine tak pernah menangis di depanku. Baru kali ini dia melakukannya. Kemarin Mine menangis karena ada yang ia tidak bisa ia ekspresikan, apa salahnya seorang kakak menenangkannya. Bahkan pelukan itu nggak sampai 1 menit. Tolonglah untuk satu hal ini..." Ucap Jefri terhenti saat Mine mengetuk pintu mereka.

Mine~Suga | Fan-fictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang