Part 33

436 48 15
                                    

Assalamualaikum, happy reading:)

"Jangan pernah mengungkit masa lalu orang lain. Karena kita tidak pernah tau seberapa keras, dia berjuang untuk lepas dari masa lalunya."

•Al Habib Umar bin Hafidz•

Rafael mematung di tempat.

"Nggak usah bercanda lo!" sungguh, ia sangat shock mendengarnya.

"Lo fikir kita bercanda? Sereceh apapun humor kita, tapi kita juga tau kapan bercanda dan kapan serius," ucap Naufal dingin.

"Lo nggak lihat penampilan kita? Lo masih belum yakin?" Daniel memperlihatkan bajunya yang basah kuyup karena menolong Aina tadi.

Kevin menggeleng pelan. Dari sorot matanya, tampak jelas ada kekecewaan yang begitu besar di sana.

"Keterlaluan lo."

Sementara Jihan, ia hanya diam.

"Gue juga nggak tega ninggalin Aina. Tap-"

"Kalau lo nggak tega, kenapa lo ninggalin dia sendiri di tengah jalan?" potong Naufal.

"Gue juga terpaksa. Mami Sinta tadi pingsan," ujar Rafael pelan.

"Setidaknya, lo anterin dia pulang dulu. Karena kecerobohan lo, Aina ikut pingsan!" Daniel tak habis fikir dengan Rafael.

Tuh anak bego apa gimana? Dulu, ia yang sangat tidak suka jika ada yang menyakiti Aina. Sekarang? Justru dia yang menyakiti Aina. Pikir Daniel.

Rafael hanya bisa menunduk. Lagi, lagi dan lagi, ia menyakiti Aina baik secara fisik maupun batin.

Ia menyesal telah meninggalkan Aina di tengah jalan. Menurutnya, meskipun ia mengucapkan seribu maaf, itu tidak akan merubah semuanya.

"Gue mau ketemu Aina," putus Rafael mantap.

Ia tadi berfikir. Apakah Aina mau memaafkannya untuk kesekian kalinya? Ia terlalu banyak menyakiti wanita sebaik dia. Tapi, setelah menimbang-nimbang, ia akan menerima apapun konsekuensinya.

Ia tidak peduli apakah Aina akan memaafkannya atau tidak. Yang jelas, ia ingin melihat keadaan Aina terlebih dahulu.

"Nggak bisa gitu dong. Tadi kan, lo udah bilang mau temenin gue ke apotek beli obat buat Mami," cegah Jihan.

Ia menarik lengan Rafael agar tidak pergi menjenguk Aina. Percayalah, ia tidak suka jika Rafael dekat dengan wanita berjilbab lebar itu.

Rafael melepaskan tangan Jihan. "Maaf, Han. Tapi gue harus pergi. Aina pingsan karena gue."

"Tapi kan, lo udah janji," Jihan memasang wajah memelas.

"Pergi sendiri aja kali Han. Apotek deket kok dari sini," saran Kevin. Jujur, ia tidak suka sikap manja Jihan yang tidak tau situasi.

Jihan menatap Kevin sekilas. "Yaudah, anterin gue."

"Nggak," tolak Naufal mentah-mentah.

Mata Jihan berkaca-kaca. "Kalian udah berubah. Gue cuman nyuruh kalian buat nganterin gue, tapi kalian nggak mau."

"Bukannya nggak mau, tapi kita mau ganti baju Han. Dingin," tutur Daniel. Ia memeluk tubuhnya yang mulai menggigil kedinginan.

Jihan masih menatap mereka dengan kecewa. "Gue kecewa sama kalian. Bisa nggak sih, kalian ngertiin gue? Kalian terlalu sibuk dengan cewek yang berpenampilan kuno itu!" teriaknya.

Mereka semua menghela nafas panjang.

"Lo juga harus ngerti situasi. Jangan lo terus yang mau dimengerti, tapi lo sendiri nggak mau mengerti," sambung Kevin penuh penekanan. Ada beberapa maksud yang tersirat dari ucapan itu.

AinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang