Part 43

635 55 75
                                    

Assalamualaikum, happy reading:)
Btw, maaf ya kalau kelamaan up-nya 🙏

"Ingin rasanya tangan ini menggenggam tanganmu yang begitu hangat, dan ingin rasanya raga ini agar bisa selalu bersamamu kapanpun dan dimana pun. Tapi aku sadar, takdir belum berjalan sesuai dengan keinginan ku.

•Aldebaran Fathir Rafael•

Tubuh Fathin terasa panas. Hatinya terasa sakit melihat kedekatan Aina dengan Naufal. Tak bisakah Aina peka, jika ada hati yang terluka saat melihat kedekatan mereka? Tidak bisakah Aina mengerti, jika ia terbakar api cemburu?

Sepertinya tidak. Nyatanya, Aina masih saja tersenyum manis kepada Naufal dan kedua sahabat dari kecilnya itu.

"Na, gue pamit ke kelas dulu ya," ucap Fathin tiba-tiba dengan kepala tertunduk. Percayalah, itu hanyalah alibinya agar bisa keluar dari sini.

Ara dan Athifa pun ikut menundukkan kepalanya. Sepertinya, mereka berdua juga sudah tidak betah berlama-lama di sini. Terlebih, saat melihat orang yang disayanginya dekat dengan sahabat sendiri.

"Kok tiba-tiba?" tanya Aina dengan suara yang masih lemah.

Naufal dan yang lain pun ikut menoleh dan memperhatikan ketiga wanita yang masih setia berdiri di dekat nakas.

"Kalian di sini aja. Kita makan bareng-bareng," sahut Daniel seperti tak mengijinkan mereka bertiga pergi.

Ara mengangkat kepalanya. Tatapannya tak sengaja bertemu dengan Daniel. Secepatnya ia mengalihkan pandangannya.
"Kita mau ngerjain tugas Matematika dulu. Soalnya, kita lupa ngerjain semalem."

Athifa mengangguk menyetujui. "Kita balik lagi kok setelah ini. Insya Allah."

"Nggak usah ngerjain. Kita aja belum," ucap Kevin santai.

"Enak aja. Ini tuh udah semester dua tau! Kita harus rajin belajar. Udah mau naik kelas dua belas," balas Fathin tak terima.

Aina terdiam meresapi kata-kata Fathin. Benar juga. Sisa dua Minggu lagi, mereka akan ulangan kenaikan kelas. Ia tak mau, jika nilai ketiga sahabatnya itu turun hanya karena menemani dirinya yang sakit-sakitan.

"Yaudah, kalian pergi aja. Takut dimarahin sama guru kalau nggak kerja tugas," putus Aina. Tatapannya pun tertuju kepada Naufal. "Kalian bertiga, ke kelas juga ngerjain tugas."

Sontak, semua mata tertuju kepada Aina.

"Na, Kita nggak bakalan ninggalin lo sendiri di sini," ujar Naufal sangat tak setuju.

"Tapi--"

"Na, Kita nggak mau ya, kalau lo ada apa-apa setelah kita ninggalin lo sendiri," sela Daniel kekeuh.

"Lo tenang aja Na. Kalau masalah nilai, bisa di atur itu mah," lanjut Kevin santai seakan-akan tidak ada beban. Padahal, tugasnya menumpuk.

"Ekhem." Fathin berdehem cukup keras.

"Kalau gitu, kita duluan ya," kata Athifa sembari menarik tangan Ara dan Fathin menuju pintu.

"Assalamualaikum," ucapnya kemudian sebelum benar-benar pergi dari UKS.

Wa'alaaikumussalam."

Sesampainya di kelas, Fathin dan kedua sahabatnya mendaratkan bokongnya di kursi masing-masing. Dari wajah mereka, tampak lesu karena masih terbakar api cemburu.

"Salah nggak sih, kalau gue cemburu sama Aina?" gumam Fathin yang masih bisa di dengar oleh Ara dan Athifa.

Tangan kanan Athifa terangkat untuk menopang dagunya. Matanya tertuju pada lantai tapi pikirannya masih berada di UKS.
"Wajar sih menurut gue. Secara, kedekatan mereka tuh, nggak pantes kalau disebut cuman sahabat doang."

AinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang