Assalamualaikum para readers:)
"Belajarlah dari orang yang telah meninggal dunia. Bahwa mereka yakin 'esok hari' masih bisa memperbaiki diri, bertaubat, masih bisa berfoya-foya, membuang waktu, umur masih muda dan sebagainya. Namun, takdir berkata lain. Disaat itulah ia meninggal".
•Anonym•
"Aku pamit, assalamualaikum".
Aina pergi meninggalkan Rafael seorang diri yang hanya diam bak patung.
"Wa'alaaikumussalam," jawab Rafael pelan. Ia menengadahkan kepalanya. Kenapa semuanya jadi serumit ini?
"Assalamualaikum. Fal, Dateng ke rofftop sekarang," perintah Rafael lewat sambungan telepon. Setelah itu, ia mematikan secara sepihak.
Berselang beberapa menit, terdengarlah suara dari ambang pintu.
"Assalamualaikum".Rafael menengok ke belakang. "Wa'alaaikumussalam".
"Cie yang galau," gurau Kevin.
"Paan sih!" ketus Rafael. Ia ingin berbicara serius sekarang.
"Galau kan lo? Kita udah bilangin lo dari awal. Jangan membangun cinta wanita kalau tidak berniat untuk mencintainya kembali," ucap Naufal sambil memegang bahu Rafael.
"Gue bingung. Di satu sisi, gue nggak bisa mutusin Jihan gitu aja. Karena gue masih sayang sama dia. Di sisi lain, gue juga udah terlanjur sayang sama Aina. Apa yang harus gue lakuin?" curhat Rafael. Ia sangat butuh saran dan masukan dari sahabatnya sekarang.
"Fuckboy sih lo, gini kan jadinya. Jujur nih ya, gue nggak tega banget lihat Aina tadi," celetuk Daniel. Ia duduk di sebelah Rafael.
Kevin dan Naufal juga ikut duduk di kursi samping Rafael. "Menurut gue nih ya, lo jalanin aja dulu hubungan lo sama Jihan. Sikap lo juga biasa aja. Nggak usah nurutin apa kata Jihan terus. Inget agama lo. Dosa lo udah segudang, nambah lagi karena hubungan lo ini. Hadeeh, baru hijrah aja udah buat dosa lagi," saran Kevin disertai sindiran.
"Terus, perlahan-lahan lo jelasin ke Jihan hukum pacaran. Kalau perlu, kita juga ajak dia buat dateng ke masjid dengerin ceramah ustadz Azzam biar dia juga dapat hidayah gitu," sambung Naufal.
Hati Rafael perlahan menjadi tenang. Ia sangat bersyukur bisa bersahabat dengan mereka. Mereka selalu ada di saat suka maupun duka. Tak jarang mereka sering memberi saran satu sama lain jika terjadi masalah diantara mereka.
"Kalau masalah Aina, menurut gue dia kecewa banget sama lo. Dari matanya aja udah ngejelasin semuanya. Apalagi pas lo peluk dan nyuapin Jihan, dia kayak gimana gitu," lanjut Daniel sambil mengingat kejadian satu jam yang lalu.
Kevin mengangguk setuju. "Gue rasa, Aina suka sama lo".
Rafael langsung menoleh. Matanya berkedip lucu. "Masa sih?" tanyanya tidak percaya.
"Beneran. Dia kayak ada rasa sama lo," sahut Naufal seolah-olah menjawab pertanyaan Rafael tadi.
Daniel yang gemas kepada Rafael, langsung saja ia memukul paha Rafael sedikit keras, lalu berkata, "gue kasih tau nih ya, nggak ada sejarahnya cewek yang nggak baper kalau sering diperhatiin, dan disayang. Sikap lo ke dia itu bisa aja bikin dia nyaman".
Rafael yang pada dasarnya memang tidak peka hanya melamun memikirkan ucapan sahabatnya itu. Apakah benar Aina menyukainya?
"Tapi gue masih nggak percaya sebelum Aina sendiri yang ngomong gitu ke gue," bantah Rafael. Ia hanya tidak ingin menduga-duga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aina
Teen Fiction"Ai, jangan dengerin mereka ya," ucap Rafael lembut sambil menatap pucuk kepala Aina. "Ai?" tanya Aina. "Iya. Nama lo kan Aina, jadi gue manggil lo dengan sebutan "Ai". Dan hanya gue yang boleh manggil dengan nama itu," tegas Rafael. "Iya. Terserah...