Assalamualaikum, happy reading:)
"Patah hati yang membuatmu kembali pada Allah jauh lebih baik daripada jatuh cinta yang membuatmu jauh dari-Nya"
•Anonym•
Di sisi lain, seorang pria berdiri di balik pohon. Tangannya terkepal kuat disertai nafas yang memburu. Dadanya merasakan sesak yang tak tertahankan.
Ia memejamkan matanya perlahan, mencoba mengatur deru nafas yang belum stabil. Perlahan, tubuhnya merosot ke permukaan tanah lantaran ia tak bisa menopang tubuhnya lagi.
"Maafin aku Ai," gumamnya parau.
Disandarkannya kepalanya pada batang pohon. Hatinya ikut merasakan sakit kala mendengar isakan Aina yang begitu memilukan baginya.
Dialah Rafael. Setelah mengumumkan statusnya dengan Jihan kepada para siswa, ia langsung keluar mencari keberadaan Aina.
Sebenarnya, ia juga tak mau melakukan hal ini. Tapi apa boleh buat, jika ia tidak mematuhi permintaan Jihan, maka Jihan akan berbuat sesuatu kepada Aina. Baik itu membully, teror, atau melukai Aina secara fisik.
Sama halnya dengan Aina, Rafael menatap awan-awan disertai perasaan yang penuh dengan luka.
"Allah, di detik ini, hamba telah melanggar perintah-Mu dan melukai orang yang paling hamba sayangi," gumam Rafael dengan mata berkaca-kaca. "Hari ini hamba baru menyadari satu hal. Ternyata cinta ini tidak bertepuk sebelah tangan," sambungnya.
Rafael menundukkan kepalanya. Dadanya bergemuruh. Rasanya begitu sesak hingga susah baginya walau hanya ingin menarik nafas.
Dengan bibir yang bergetar dan air mata yang ikut menetes, Rafael berdoa dengan suara yang begitu lirih dan parau. "Ya Allah, hamba telah melukai Aina terlalu dalam. Hampir semua air matanya jatuh karena ulah hamba. Di detik ini, hamba juga memohon kepada-Mu. Mohon hapuskan rasa cinta yang ada di hati ini jika itu hanya bisa melukai Aina."
"Ya Allah, pisahkanlah kami jika memang itu yang terbaik. Semuanya ku serahkan kepada-Mu. Aamiin," sambungnya setelah ada jeda beberapa detik.
Sungguh, tepat saat Rafael mengaminkan doanya, hatinya begitu sakit. Air matanya pun masih menetes hingga saat ini dan bahu yang ikut bergetar.
Entah mengapa, ia sangat lemah dan cengeng jika menyangkut Aina. Bukankah kelemahan nya hanya dua? Yaitu tak bisa melihat Mamanya dan Aina menangis.
Dua insan yang saling mencintai, tapi sama-sama menyerah karena tak ingin saling melukai. Berada di tempat yang sama, menangis karena luka yang sama, dan berdoa dengan doa dan aamiin yang sama.
Sungguh, suatu perkara yang jarang terjadi. Disaat orang lain sama-sama berjuang untuk saling memiliki, mereka malah memilih mundur dan menyerah hanya karena satu perkara. Yaitu, tak ingin saling menyakiti.
Disaat orang lain berdoa kepada Tuhan untuk disatukan, mereka malah berdoa untuk melupakan dan dipisahkan.
*****
Setelah hati Aina mulai tenang, ia bangkit lalu berjalan menuju musholla. Ia ingin sholat dhuha dan meminta untuk dikuatkan dan dimudahkan semua urusannya.
"Lo dari mana?" tanya Naufal saat berpapasan dengan Aina di koridor. Disampingnya ada dua orang yang sedang memakan cemilan. Siapa lagi kalau bukan Daniel dan Kevin.
Aina menundukkan kepalanya. Ia takut, jika mereka melihat matanya yang sedikit sembab karena kelamaan menangis. "Musholla."

KAMU SEDANG MEMBACA
Aina
Teen Fiction"Ai, jangan dengerin mereka ya," ucap Rafael lembut sambil menatap pucuk kepala Aina. "Ai?" tanya Aina. "Iya. Nama lo kan Aina, jadi gue manggil lo dengan sebutan "Ai". Dan hanya gue yang boleh manggil dengan nama itu," tegas Rafael. "Iya. Terserah...