Part 8

709 67 10
                                    

Assalamualaikum para readers:

"Cinta adalah rasa pasrah yang berakar hingga menjadi sebuah ambisi".

Author•

Sedari tadi, Rafael tak henti-hentinya menatap Aina yang berada di depannya. Ralat, dia yang berdiri di depan meja Aina. Hal itu membuat Aina menundukkan kepalanya setelah meminum air pemberian dari Rafael.

"Kenapa?" tanya Aina.

"Kenapa apanya?" tanya Rafael yang masih belum mengerti.

"Kenapa masih berdiri di situ, dan kenapa natap aku kayak gitu?" tanya Aina dengan kepala tertunduk.

"Gitu gimana?" tanya Rafael dengan alis terangkat. Ia tidak mengerti dengan arah pembicaraan Aina.

"Ya, gitu" ucap Aina ambigu dengan kepala masih tertunduk. " Mmm, Kamu bisa pergi gak dari sini?" usir Aina dengan tidak enak.

Rafael terkejut mendengar perkataan Aina. Emosinya perlahan naik. Karena, ia memang orang yang  susah untuk mengendalikan emosi.
"Lo ngusir gue?" tanya Rafael sembari menunjuk dirinya sendiri. Pasalnya, untuk pertama kalinya ada cewek yang ngusir dia.

Kini, Aina merasa sangat bimbang. Di satu sisi, ia tidak nyaman jika Rafael terus berada di depannya. Bagaimana pun, ia juga sulit menjaga jarak jika di posisi ini. Sementara, di sisi lain ia juga merasa tidak enak jika mengusir Rafael.
"Ya, maaf. Soalnya aku kurang nyaman kalau kamu ada di situ" ucap Aina pelan.

"Lo gak nyaman kalau gue berada di samping lo?" Tanya Rafael dengan nada yang sangat tidak percaya. Bagaimana mungkin ada seorang cewek yang tidak nyaman saat ia berada di samping cewek itu? Selama ini, cewek yang selalu mendekati dia. Tapi sekarang, ia lagi berusah buat mendekati cewek, tapi malah di usir.

"Kalau boleh jujur, iya" ucap Aina jujur. Karena memang ia tak nyaman dekat dengan Rafael. Karena selama ini, ia jarang berinteraksi dengan lawan jenis kecuali dengan Ayah dan abangnya.

"Tapi kenapa?" Ucap Rafael frustasi sambil mengacak rambutnya. Baru ia mau menjalankan PDKT, ehhh sudah di usir duluan.

"Karena kita bukan muhrim. Tidak sepantasnya kita berinteraksi seperti ini!" ucap Aina dengan nada suara naik satu oktaf. Karena merasa jengah dengan Rafael yang tidak mengerti dengan perasaannya.

Emosi Rafael semakin memuncak. Cewek pertama yang berbicara kepadanya dengan suara tinggi, adalah Aina. Dan, ia tidak suka jika diperlakukan seperti ini.
"Tapi gue gak ngapa-ngapain lo!" ucap Rafael dengan nada suara juga naik satu oktaf

Aina berusaha menahan emosi dan air matanya mati-matian. Ia sangat tidak bisa dibentak. "Tetap aja kita bukan muhrim. Ada batasan diantara kita yang gak bisa buat aku langgar" lirih Aina dengan kepala masih menunduk.

Ada rasa tidak suka di dalam Rafael saat mendengar Aina mengatakan kalimat yang baru saja diucapkannya. Terlebih, mendengar suara Aina yang sangat lirih, membuatnya berpikiran jika Aina mempunyai pacar.
"Siapa sih yang bikin batasan diantara kita yang gak bisa lo langgar? Pacar lo? Iya?" Tanya Rafael dengan penuh ketegasan.

kelas yang tadinya ribut, tiba-tiba hening. Seketika mereka berdua jadi pusat perhatian.

"Iya, pacar aku. Puas?" Teriak Aina sambil mendongak melihat ke arah Rafael. Tetapi tidak menatap matanya.

Hati Rafael sedikit teriris, baru saja ia mau membuat Aina baper, lalu ia juga berusaha untuk membuka hati, tetapi kenyataan ini yang harus ia terima.
"Gak nyangka gue, ada ya cewek yang kelihatan polos dan menggunakan jilbab yang lebar tapi ternyata kelakuan nya busuk seperti lo." ucap Rafael dengan menggeleng tidak percaya.

AinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang