Assalamualaikum para readers:)
"Kamu nggak bakalan tau gimana sakitnya saat kamu udah deket sama banget seseorang, udah ada rasa sayang, udah jadiin dia satu-satunya, tapi ternyata dia belum selesai dengan masa lalunya. Dan pada akhirnya, dia kembali dan melupakan semua kisah diantara kita".
•Aina Anindya Qanita Putri•
Mereka semua terdiam beberapa saat. Hingga, suara Naufal membuat mereka tersadar dari lamunan.
"Kantin yuk, laper nih".
"Eh iya. Perut gue juga udah bunyi-bunyi dari tadi nih," sambung Daniel berusaha mencairkan suasana.
"Ayo. Btw, kalian mau pesen apa nih? Biar gue aja yang pesenin," tawar Kevin.
"Samain aja deh semuanya. Biar nggak ribet," jawab Fathin.
Mereka pun kembali berjalan menuju kantin. Aina berusaha menutupi kesedihannya di depan sahabatnya. Ia sekali-kali tertawa meskipun terpaksa. Itu ia lakukan agar mereka tidak mengetahui luka dalam hatinya. Cukup ia kemudian Allah yang tau betapa sakitnya yang ia rasakan kini.
Sesampainya di kantin, Kevin dan Daniel pergi memesan makanan. Sementara Naufal, Aina dan yang lainnya, berjalan menuju meja yang ditempati Rafael.
"Assalamualaikum," salam mereka kemudian duduk.
"Wa'alaaikumussalam," jawab Rafael. Jihan hanya diam saja.
"Main pergi aja lo berdua, nggak mau nungguin kita," cibir Naufal yang duduk tepat di samping kiri Rafael.
Rafael hanya diam. Fokusnya kini tertuju pada Aina yang duduk di depan Jihan.
"Ai," panggilnya.
"Ya?" sahut Aina dengan kepala yang masih tertunduk.
Rafael diam sesaat. Ia menundukkan kepalanya dan menatap makanan yang di depannya dengan pandangan kosong.
"Kenapa?" tanya Aina lagi.
"Nggak jadi," jawab Rafael. Jujur saja, dadanya terasa sesak.
Ia memang sedari dulu menginginkan agar Jihan kembali. Disaat keinginannya dikabulkan oleh Allah, justru semuanya semakin rumit. Dimana hatinya harus memilih. Jihan atau Aina.
"Kalian berdua ada hubungan apa?" tanya Jihan yang akhirnya angkat suara.
"Cuman sebatas sahabat," jawab Aina cepat.
"Beneran?" tanya Jihan kepada Rafael. Ia masih belum percaya.
Rafael hanya menganggukkan kepalanya. Suasana kembali canggung.
"Assalamualaikum! Makanan udah dateng," teriak Kevin sambil membawa nampan yang berisi beberapa piring makanan. Begitupun dengan Daniel.
"Alhamdulillah, akhirnya lo dateng juga," sahut Athifa. Bukan makanan yang dibawa Kevin yang membuatnya lega. Tapi, kedatangannya bersama Daniel bisa mengusir kecanggungan yang ada.
Daniel menyimpan piring yang berada di nampannya di atas meja. Ia melirik Naufal sekilas, lalu berkata, "ada apa nih? Kok jadi canggung gini suasananya".
Ara memberi kode kepada Daniel lewat matanya agar Daniel membahas yang lain. Daniel yang peka dengan kode itu pun, langsung tersenyum samar lalu sedikit mengangguk.
"Nih, makan. Biar lo pada cepet besar," ujar Kevin yang masih membagi-bagikan piring pesanan sahabatnya.
"Kita udah besar ya," cibir Athifa. Ia mengambil piring yang ada di depannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aina
Fiksyen Remaja"Ai, jangan dengerin mereka ya," ucap Rafael lembut sambil menatap pucuk kepala Aina. "Ai?" tanya Aina. "Iya. Nama lo kan Aina, jadi gue manggil lo dengan sebutan "Ai". Dan hanya gue yang boleh manggil dengan nama itu," tegas Rafael. "Iya. Terserah...