Shift pagi di hari Jumat memang menyenangkan. Selain jadwal kerjanya yang dipangkas jadi tiga jam, pasien tidak terlalu ramai seperti hari biasanya. Ntah kenapa mendekati akhir minggu, pasien gigi umum malah menyurut. Padahal jika mengintip ke dokter-dokter lain, pasien mereka lebih ramai saat hari Jumat.
Sebelum kembali ke apartemennya, Kaelyn menyempatkan diri bersantai sebentar di cafetaria klinik. Ia memesan caramel machiato dan satu slice cheesecake. Ia butuh sedikit rileks sebelum berjibaku dengan kemacetan menuju Seminyak nanti sore. Yap, akhir pekan itu tandanya Kaelyn harus menginap di rumah Barra.
Ponsel Kaelyn berbunyi ketika Kaelyn menyeruput minumannya. Nama Emak Rempong dan foto keluarga kecil memenuhi layar ponselnya. Panggilan dari Elisa, sahabatnya.
"Mau curhat lagi kalau laki lo nggak cinta karena lupa beli titipan lo tapi ingat beli titipan anak lo?" sambar Kaelyn tanpa salam dan tanpa memberikan Elisa kesempatan untuk berbicara duluan.
"Jangan bahas itu, ah. Malu."
Kaelyn memutar bola matanya. Sejak menikah, Elisa semakin aneh—menurut Kaelyn. Dulu, Elisa itu tidak rempong dan tidak mudah merajuk. Elisa juga tipe orang yang sedikit cuek dan tidak mempermasalahkan hal kecil. Namun, setelah resmi menikah dengan Brasco empat tahun lalu—Elisa nikah saat masih co-ass—gadis yang kini jadi wanita itu bertransformasi menjadi emak-emak rempong dan menye-menye. Selain suaminya, Kaelyn lah yang sering jadi sasaran kerempongan dan kemenyean ibu satu anak itu. Meskipun mereka terpisah pulau, tidak menyurutkan niat Elisa untuk melibatkan Kaelyn. Elisa memanfaatkan teknologi sebaik mungkin.
"Biar lo inget aja betapa alaynya lo," sarkas Kaelyn. Elisa diseberang sana terkikik geli.
"Udah, ah. Kok jadi malah bahas itu. Bulan depan lo ke Surabaya, ya. Vico ulang tahun. Dia mau aunty-nya dateng pas perayaan ulang tahun dia," pinta Elisa. Anaknya terbilang cukup dekat dengan Kaelyn.
"Oh, iya. Bulan depan Vico ulang tahun. Siap-siap. Kapan mau dirayain?"
"Kemungkinan besar hari Sabtu. Lo tahu aja bapaknya dari Senin sampai Jumat kerja mulu. Kadang kalau ada kasus, Sabtu sama Minggu juga kerja." Brasco yang berprofesi sebagai pengacara bekerja di law firm milik pamannya.
"Sewot amat. Dia kerja gitu juga demi uang bulanan lo ngalir lancar kali. Mana bisa lo foya-foya cuma dengan penghasilan dari praktek? Selagi jam kerjanya nggak keterlaluan tiap saat, lo santai aja," kata Kaelyn berusaha menenangkan. Elisa sering kali uring-uringan jika suaminya terlalu sibuk. Pikirannya melalang buana ke mana dan Kaelyn yang bertugas untuk meluruskan dan menenangkan Elisa. Padahal ia belum menikah, tapi sering memberi petuah tentang pernikahan pada sahabatnya itu.
"Kerjaan lo gimana? Lancar? Lebih enakan mana di Jakarta atau di Bali?"
"Lancar, alhamdulillah. Enakan mana ya, gue nggak tahu juga. Semua kerjaan ada enak nggak enaknya, Lis. Lo tahu sendiri gue mau pindah ke sini karena apa. Sumpek gue di Jakarta mulu. Selagi ada Kak Barra di sini, gue manfaatin, deh."
"Bilang aja kalau tiap sudut Jakarta ada kenangan lo sama dia. Bikin lo males keluar," sindir Elisa. Kaelyn terkekeh. Tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah. Kadang melihat suasana Jakarta membuatnya mengingat Aero, tapi tidak menjadi alasan utama Kaelyn keluar dari sana.
"Lo kira gue ABG alay baru putus cinta terus semua yang menyangkut dia pengen gue jauhin. Kaelyn lebih dewasa dari itu. Lagian di sini gue bisa cuci mata. Apalagi kalau ke pantai pas weekend, beuh, barang impor semua," kata Kaelyn dibuat-buat. Ia jarang sekali ke pantai sejak pindah ke Nusa Dua. Baru dua kali. Selain ia harus berada di Seminyak dan terkadang jadi baby sitter, Kaelyn tidak terlalu suka dengan keadaan pantai yang ramai. Baginya, ketenangan yang bisa ia dapati di pantai musnah seketika saat pantai ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Voltar
Romance[Sequel of Amare] Biasanya di cerita romance novel, tokoh utama yang menjadi pihak tersakiti saat pasangannya masih bertaut dengan masa lalunya. Sayangnya di kisah hidupnya, Kaelyn tidak berada di posisi si tokoh utama yang tersakiti, melainkan sang...