Makasih buat vote sama komen kalian di chapter terakhir🥺💜 Ini epilog sesuai janji aku yaa.
Kehadiran laki-laki itu masih terasa seperti mimpi baginya. Berulang kali Kaelyn mengerjapkan mata, menggelengkan kepala, bahkan sampai menyubit punggung tangannya sendiri untuk memastikan ia berada di dunia nyata. Reaksi Kaelyn itu tentu mengundang tawa geli laki-laki yang duduk di hadapannya saat ini.
"Kamu kenapa, sih? Tangannya jangan dicubit terus. Sakit, nih, pasti. Sampai merah gini." Kedua tangan Kaelyn digenggam oleh laki-laki itu, lalu dengan gerakan konstan dielus dengan ibu jarinya.
"Kalau ini cuma mimpi, berat banget ujian yang dikasih Tuhan ke aku. Aku lagi belajar move on, loh, ini," monolog Kaelyn sendu. Setengah dari dirinya masih tidak percaya ini kenyataan. Dia cuma minta ke Tuhan hari ini berlalu dengan cepat, tidak perlu mendatangkan laki-laki itu ke mimpinya.
"Kalau gini ...." Tangan Kaelyn yang semula digenggam dibawa ke pipi tirus laki-laki itu. "Masih nggak percaya kalau sekarang kamu nggak lagi mimpi?"
Senyum laki-laki itu terukir tulus. Ia maklum Kaelyn susah percaya padahal jelas-jelas ia berdiri di hadapan gadis itu.
"Aero ...," lirih Kaelyn saat tangannya merasakan kehangatan yang berasal dari pipi Aero. Air matanya cepat mengambang, siap tumpah. "I-ini beneran kamu?"
"I'm here, Babe. Right in front of you," kata Aero lembut.
Tanpa membuang waktu, Kaelyn menghambur kepelukan laki-laki itu. Ia memeluk Aero erat, menumpahkan rasa rindu dan kesakitannya selama mereka berpisah.
"Aku ... kangen," isak Kaelyn tersendat. Ia mengecangkan belitan tangannya di tubuh laki-laki itu.
"I miss you more, Babe."
Selanjutnya waktu berlalu dengan mereka saling memeluk dan isakan Kaelyn yang terdengar jelas. Mereka menikmati kehangatan tubuh pasangan masing-masing yang akhirnya bisa dirasakan lagi lewat pelukan. Sesekali Aero tampak mengelus lembut punggung Kaelyn, menenangkan gadis itu yang tidak berhenti menangis.
"Ssh, udah. Jangan nangis. Kamu nggak senang ketemu aku sampai nangis gini?"
Mata Kaelyn melotot tidak setuju. Ia sampai melepaskan pelukannya padahal masih mau meluk Aero lebih lama. "Aku yang galau berat gini ditinggal kamu nikah, mana mungkin nggak senang ketemu kamu. Yang aku rasain malah jauh di atas itu."
Aero terkekeh melihat reaksi berlebihan gadis itu. Ia mencubit pelan hidung mancung Kaelyn. "Santai, dong. Ngegas amat, Mbaknya. Kaget, ya, aku tiba-tiba muncul?"
"Iyalah!" seru Kaelyn kelewat semangat. "Kita udah putus hampir dua bulan. Aku juga bilang kita nggak usah komunikasi lagi. Sekarang kamu muncul tiba-tiba. Mana dari pagi aku lagi galau banget karena kamu hari ini nikah. Eh, tunggu!" Kaelyn baru menyadari sesuatu. "Kamu bukannya nikah sama Chlava hari ini?"
"Kata siapa?" tanya Aero santai. Laki-laki itu menyandarkan punggungnya pada dinding pembatas sofa dan rak buku.
"Bentar."
Kaelyn beranjak menuju sudut kamar. Ia mengambil undangan yang terletak di dalam kotak hitam-emas yang tutupnya sudah hilang, lalu membawanya ke Aero. "Nih! Tiga hari yang lalu aku dapat kiriman ini."
Tangan Aero terjulur mengambil undangan yang designnya tidak asing di matanya. Aero terlihat membaca lalu membolak-balikan undangan tersebut. Tidak lama kemudian, kekehan ringan lolos dari bibirnya.
"Kok kamu ketawa?" tanya Kaelyn sewot. Laki-laki itu tampak biasa, bahkan cenderung girang melihat undangan tersebut.
"Batal nikah," kata Aero ringan. Ia meletakkan undangan tersebut sembarangan. "Sini, peluk lagi. Masih kangen, tahu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Voltar
Romance[Sequel of Amare] Biasanya di cerita romance novel, tokoh utama yang menjadi pihak tersakiti saat pasangannya masih bertaut dengan masa lalunya. Sayangnya di kisah hidupnya, Kaelyn tidak berada di posisi si tokoh utama yang tersakiti, melainkan sang...