Enam Belas

807 59 3
                                    

Kaelyn menatap lekat interaksi keluarga kecil di hadapannya. Seorang ayah, ibu, dan anak kecil laki-laki. Sang ibu tampak mengatakan sesuatu, terkadang sang ayah menyahuti. Anak kecil laki-laki itu diam mendengar orang tuanya, sesekali mengangguk paham. Selang beberapa menit, pembicaraan mereka selesai. Mereka menatap Kaelyn yang duduk di sofa seberang.

"Kamu yakin bisa jaga Kiano sendiri? Nggak perlu dibantu?" tanya Barra. Ya, keluarga kecil tadi adalah keluarga kecilnya Barra. Mereka sedang berada di apartemen Kaelyn.

"Kakak udah berulang kali, loh, nanyain ini. Aku yakin," angguk Kaelyn pasti. Minggu lalu, saat ia berkunjung ke rumah Barra, Barra bercerita bahwa ia dan Shena dapat undangan reuni himpunan saat mereka kuliah dulu. Awalnya Barra dan Shena tidak akan hadir, mengingat Kiano susah lepas dari ayahnya. Urusan anak bungsu mereka yang masih bayi lebih gampang karena orang tua Shena sedang berkunjung dan mengambil alih bayi perempuan lucu tersebut. Kaelyn tahu bahwa kedua kakaknya itu sebenarnya ingin sekali hadir karena mereka cukup aktif dalam himpunan jurusan mereka dulunya, mereka pasti merindukan bertemu dengan teman-teman lama. Maka dari itu, Kaelyn menawarkan diri untuk membujuk serta menjaga Kiano selama kedua kakaknya menghadiri reuni. Susah memang membujuk Kiano, tapi Kaelyn berhasil setelah mengimingi banyak hal pada keponakannya itu.

"Maaf ya, Kae. Kami jadi ngerepotin kamu," ringis Shena. Kaelyn menggeleng pelan, lalu menarik pelan tangan Kiano agar duduk dipangkuannya.

"Nggak ngerepotin sama sekali, Kak. Masa keponakan sendiri bikin repot? Nggak, lah." Kaelyn mencium gemas pipi tembam Kiano yang membuat bocah kecil itu terkikik geli.

"Ya udah. Kami pergi dulu, ya. Kami usahain pulangnya nggak malam banget. Kalau ada apa-apa, langsung telepon Kakak," pamit sekaligus pesan Barra. Kaelyn mengangguk berulang kali, lalu mengantarkan kedua kakaknya ke pintu.

"Kalau Kiano rewel, langsung kabarin, ya, Kae." Shena tampaknya sangat khawatir meninggalkan anaknya. Ia bukannya tidak percaya pada Kaelyn, tapi ia segan jika Kaelyn kesusahan mengurus Kiano.

"Ih, Kak. Kiano itu keponakan aku, loh. Berarti anakku juga. Kalian nggak usah khawatir. Nikmatin quality time-nya. Aku sama Kiano bakal baik-baik aja. Have fun!"

Kaelyn mendorong paksa kedua kakaknya, lalu menutup pintu begitu saja tanpa menunggu mereka beranjak terlebih dahulu. Kaelyn kembali ke ruang tamu, dimana Kiano sedang duduk manis.

"Kiano lapar? Mau makan pancake?" tawar Kaelyn yang ditanggapi dengan semangat oleh Kiano. Sebelum keluarga kecil Barra datang, Kaelyn sudah menyiapkan pancake untuk disantap oleh keponakannya. Kaelyn tahu Kiano sangat suka pancake.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju meja makan. Kaelyn membantu Kiano duduk di kursi yang sebelumnya sudah ditumpuk beberapa bantal duduk di atasnya, memudahkan Kiano untuk makan karena Kaelyn tidak punya kursi makan khusus anak-anak. Ia meletakkan beberapa potong pancake lalu menyiramnya dengan sirup maple.

"Mau ditambah raspberry sama blueberry?" tawar Kaelyn.

"Mau!"

Kaelyn menuju kulkas, mengambil raspberry dan blueberry lalu meletakkan beberapa ke atas pancake Kiano.

"Bisa makan sendiri, kan? Atau mau Aunty suapin?"

"Kiano bisa makan sendiri," jawab Kiano lucu. Senyum Kaelyn terkembang. Ia duduk di sebelah Kiano, ikut menikmati pancake bersama.

Selama makan, Kaelyn fokus memerhatikan Kiano. Kiano tampak begitu menggemaskan dengan cara makannya yang masih kaku dan berantakan. Sesekali Kaelyn akan menyeka sekitar mulut Kiano yang penuh sirup maple dan potongan pancake. Ia juga menawarkan bantuan untuk menyuapi, tapi Kiano menolak dengan tegas.

VoltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang