Tiga Puluh Lima

660 74 19
                                    

🐼
Maaf babe, aku nggak jadi ke apart kamu.
Papanya Chlava tiba-tiba nyuruh aku ke rumahnya.
Nanti aku kabari lagi ya.

Kaelyn menggeram kesal. Lagi-lagi rencananya untuk menghabiskan waktu bersama Aero gagal. Alasannya selalu sama, berkaitan dengan Chlava.

Entah sudah keberapa kalinya, Kaelyn tidak menghitung. Yang jelas sejak Chlava kembali dari Spanyol, kesibukan Aero itu sama dengan sibuknya para artis. Bisa quality time sekali dalam seminggu bersama Aero saja Kaelyn sudah sangat bersyukur. Sekarang hampir dua minggu Aero tidak ada waktu untuknya.

Gadis itu membiarkan pesan dari Aero dibaca tanpa dibalas. Ia tidak mood. Lagipula Aero pasti tidak akan peduli pesannya dibalas atau tidak. Bagi laki-laki itu, yang penting ia sudah memberi kabar.

Sayangnya perkiraan Kaelyn salah. Tidak lama kemudian, ada panggilan masuk dari Aero. Dengan malas-malasan, Kaelyn mengangkat panggilan tersebut.

"Marah, hm?"

Gadis itu memutar bola matanya kesal. Sudah tahu tapi masih saja kekasihnya bertanya.

"Babe?" Terdengar bunyi mesin mobil yang dihidupkan. Kaelyn buru-buru bangkit dari berbaringnya.

"Kamu telepon sambil nyetir?" Nada suara Kaelyn naik.

"Baru ngidupin mobil. Masih di basement kantor."

"Matiin teleponnya," perintah Kaelyn. Ia tidak mau Aero mengemudi sambil teleponan. Berbahaya.

"Aku pakai handsfree, Babe. Mobilnya juga belum jalan," jelas Aero. "Kamu beneran marah?"

"Hm," dehem Kaelyn.

"Babe, jangan gini dong. Aku kan udah jelasin ke kamu."

"Tapi udah dua minggu ini rencana kita batal terus, Ro," protes Kaelyn.

"Iya, aku tahu. Sabar ya. Semua ini bakal segera berakhir. Aku janji."

Tidak ada yang bisa Kaelyn lakukan jika Aero sudah berjanji selain mempercayi laki-laki itu.

"Aku tutup, ya. Papanya Chlava udah nungguin aku dari tadi. Dah, Babe. Love you."

Sambungan telepon terputus setelah Kaelyn menyahut love you too.

Tidak lama setelah itu, ponsel Kaelyn bunyi lagi. Ia pikir itu Teddy. Saat melihat siapa yang meneleponnya, senyum Kaelyn mengembang. Bukan Teddy, tapi Milky—sepupunya.

"What's up, sis?"

"Tujuh tahun berusaha move on, ujung-ujungnya Aero lagi?"

Tubuh Kaelyn menegang seketika. Itu bukan suara Milky. Itu ... Ardian.

"I ... Ian," kata Kaelyn tergagap.

"Ini yang lo sama Milky umpetin dari gue lebih dari setengah tahun ini? Munculnya Aero." Suara Ardian begitu sinis.

"Yan, gue ... gue ...." Kaelyn bingung mencari pembelaan yang tepat. Tindakannya sudah pasti tidak sukai oleh Ardian.

"Lo nggak ingat apa yang terjadi sama lo dulu? Gimana terpuruk dan tertekannya lo? Apa hari-hari menyedihkan itu terlupakan gitu aja setelah lo lihat Aero lagi?" Setiap pertanyaan yang dilontarkan Ardian menusuk hati Kaelyn.

"Gue cuma mau nyoba sekali lagi, Yan. Nebus kesalahan yang gue lakuin ke Aero. Gue pikir ini kesempatan yang dikasih Tuhan ke gue."

"Kalau kesempatan itu emang udah nggak ada lagi, gimana, Kae? Lo bakal hancur dan terpuruk lagi? Lo mau ngalamin fase itu sekali lagi?"

VoltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang