Delapan Belas

653 51 7
                                    

Sebelum baca, jangan lupa vote dan tinggalin komen kalian yang rame ya. Antusias kalian jadi penyemangatku ngetik cerita ini. Thank you🥰💜

Mata Kaelyn menyipit, guna menajamkan penglihatannya untuk melihat siapa orang yang melambai padanya. Merasa usahanya sia-sia karena wajah orang tersebut masih belum terlihat jelas, Kaelyn mempercepat langkahnya mendekati orang itu.

"Hai Chla." Tidak perlu merasa terkejut mendapati keberadaan Chlava di gedung apartemennya. Gadis itu datang pasti untuk menemui calon tunangannya.

"Baru selesai kerja di klinik?" Kaelyn mengangguk. "Mau lang–"

"Chla." Kalimat Chlava dipotong oleh Aero yang tiba-tiba muncul dari arah belakang tubuh Chlava. "Oh hai, Kae. Baru pulang?" Aero beralih menyapa Kaelyn.

"Iya. Kalian mau pergi?" Kaelyn segera mengatupkan mulutnya. Bisa-bisanya mulutnya lancang bertanya seperti itu. "Ups, sorry."

"Mas Aero aja yang mau pergi, gue ditinggal sendiri." Chlava memajukan bibirnya, membentuk ekspresi cemberut yang dibuat-buat.

"Kamu sendiri loh yang bolehin aku pergi. Aku udah bilang nggak usah, tapi kamu nyuruh pergi aja," protes Aero.

"Iya iya, ih. Aku becanda doang. Ngegas amat," cibir Chlava yang dibalas Aero dengan mengacak gemas rambut kekasihnya. Interaksi manis mereka terlihat jelas di mata Kaelyn, membentuk sayatan baru di hatinya yang penuh luka.

"Lo setelah ini ada acara atau keperluan lain nggak, Kae?" tanya Aero seraya merapikan rambut Chlava yang ia acak tadi.

"Nggak. Kenapa?"

"Kalau lo nggak keberatan, mau nggak nemenin Chlava sampai gue pulang? Gue nggak tega liat dia bengong sendirian di unit gue," pinta Aero.

"Mas." Chlava memukul pelan lengan Aero, kesal dengan pemilihan kata kekasihnya. "Siapa yang bengong juga? Aku bisa nonton atau lakuin hal lain sambil nunggu kamu. Jangan repotin Kaelyn, ah. Kasian dia pasti capek baru pulang kerja."

"Aku tahu kalau kamu itu paling nggak bisa sendirian, bakal cepat bosan. Aku suruh pulang malah nggak mau."

"Di rumah jadi nyamuk, Papa sama Mama menebar kemesraan terus. Mending aku ke tempat calon tunanganku, meskipun ujung-ujungnya ditinggal," kata Chlava tidak mau kalah yang memancing decakan Aero.

"Gue mau kok nemenin Chlava sampai Aero pulang," sela Kaelyn ragu-ragu. Ia menatap sepasang kekasih itu dengan senyum tipis.

"Jangan paksain diri, Kae. Lo pasti capek. Gue nggak enak ngerepotin lo. Nggak usah dengerin apa kata Mas Aero," kata Chlava pengertian.

"I'm fine. Lagian mending gue sama lo daripada sendirian nggak ada teman." Kaelyn tidak tahu apakah keputusannya ini tepat atau tidak. Meskipun berdua dengan Chlava bukan sesuatu yang buruk—karena gadis itu sangat baik pada Kaelyn—Kaelyn tidak bisa memprediksi apa yang akan ia hadapi nantinya.

"Kae udah setuju, ya. Kalau gitu aku berangkat dulu." Aero mengacak puncak kepala Chlava sekali lagi sebelum melambaikan tangannya dan beranjak dari sana. Kaelyn tersenyum pedih. Ingin sekali berada di posisi Chlava tapi tidak bisa. Kesempatannya sudah habis.

***

Mereka memutuskan untuk memasak begitu sampai di unit Aero. Sebenarnya hanya Kaelyn yang memasak, Chlava membantu sebisanya karena gadis itu tidak bisa memasak. Chlava pernah sekali mencoba tapi berakhir buruk. Saat itu hubungannya dengan Aero masih baru. Ia ingin mengesankan Aero dengan memasakan laki-laki itu sesuatu. Sayangnya Chlava yang hampir tidak pernah menyentuh dapur seumur hidupnya tidak sengaja meletakkan serbet di api kompor. Ia nyaris membakar dapur bahkan seluruh rumahnya. Sejak saat itu, ia dilarang keras memasak oleh kedua orang tuanya, pun termasuk Aero yang mengetahui kejadian itu.

VoltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang