Empat Puluh Satu

465 54 7
                                    

Vote dan follow dulu sebelum membaca. Komen jangan lupa🙏🏻

Ponsel Kaelyn berdering saat ia sedang bersiap-siap hendak ke klinik. Nama Barra tertera di layar. Dahi Kaelyn sedikit berkerut. Tumben kakaknya itu menelepon pagi begini. Apa terjadi sesuatu?

Daripada terus penasaran, Kaelyn mengangkat panggilan dari Barra.

"Ya, Kak?"

"Dimana, Kae?"

"Masih di apart, tapi mau ke klinik bentar lagi. Kenapa, Kak?"

"Pulang jam berapa?"

"Jam satu shiftnya udah kelar. Kakak butuh sesuatu?"

"Nggak. Cuma nanya aja."

"Kak–"

"Udah dulu, ya, Kae. Kakak lagi nyetir. See you."

Panggilan telepon diputus begitu saja oleh Barra. Percakapan mereka singkat tapi menghasilkan rasa penasaran di hati Kaelyn. Tidak biasa kakaknya seperti itu. Ingin menelepon lagi tapi Barra sedang menyetir. Ia tidak mau membahayakan keselamatan kakaknya. Mungkin nanti setelah bekerja ia akan menghubungi Barra lagi.

***

Sepulang dari klinik, Kaelyn langsung menuju apartemen. Sebelum itu dia sempat beli makan siang dulu. Isi kulkas kosong karena ia belum belanja mingguan. Mungkin nanti sore ia akan ke supermarket.

Tadi sebelum pulang, ia dapat pesan singkat dari Aero. Laki-laki itu bilang tidak bisa makan siang bersama Kaelyn karena ada ayah dan ibunya. Aero sempat menawarkan apa Kaelyn mau bergabung dengan mereka tapi ditolak Kaelyn. Biarkan Aero memiliki quality time dengan orang tuanya sejenak.

Sesampainya di apartemen, Kaelyn langsung bersih-bersih. Ia tidak nyaman jika belum mandi dan mengganti pakaian setelah pulang bekerja. Tidak lama waktu yang Kaelyn butuhkan. Setelah selesai, ia langsung menyantap makanan sambil menonton televisi. Perutnya sangat keroncongan, tidak bisa diajak kompromi lagi.

"Enak," gumam Kaelyn disela menyantap makanannya. Sepiring nasi hangat, ayam rica-rica, dan tumis kangkung menjadi menu makan siangnya.

Setelah makanan di piring habis, Kaelyn ke dapur untuk meletakkan piring kotor dan mengisi ulang air di gelasnya. Gadis itu minum perlahan sambil selonjoran di sofa dan menikmati acara televisi.

Bel berbunyi saat Kaelyn fokus menonton siara berita di salah satu stasiun TV nasional. Kaelyn mengecilkan volume TV, memastikan ia tidak salah dengar. Bel kembali berbunyi dan Kaelyn bergegas membuka pintu.

"Ayah, Bunda!" seru Kaelyn terkejut begitu mendapati kehadiran kedua orang tuanya di depan pintu. Kaelyn menghambur memeluk mereka erat. "Kangen."

Sayangnya, kedua orang itu tidak membalas pelukan dan perkataan Kaelyn sedikitpun. Kaelyn melepas pelukannya, menatap aneh pada orang tuanya.

"Ayah sama Bunda kenapa? Kok diem aja?"

"Langsung masuk ke dalam aja, Yah, Bun." Barra datang dari arah lift. Laki-laki itu mengajak kedua orang tuanya sekaligus Kaelyn masuk ke dalam unit apartemen milik Kaelyn.

"Kak Barra? Kok nggak bilang mau ke sini? Padahal tadi pagi nelepon."

"Ada yang mau kami bicarain sama kamu, Kae. Kakak minta kamu menjawab dengan jujur dan nggak menutupi apapun," kata Barra tegas. Hawa di sekitar langsung berubah tidak enak. Kaelyn merasa akan ada hal buruk yang akan terjadi. Apalagi ekspresi orang tua dan kakaknya sangat tidak bersahabat.

Mereka berempat duduk di sofa. Kaelyn duduk di sofa single sendiri. Barra di sofa bagian kanan dan kedua orang tuanya di sofa bagian kiri.

"Ke ... kenapa? Kok pada lihatin Kae kayak gitu, sih? Ayah sama Bunda kenapa diem aja?" tanya Kaelyn gugup. Ia memilin jari-jemari yang berada di pangkuannya. Jantung Kaelyn berdegup kencang, menanti salah satu anggota keluarganya membuka mulut.

VoltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang