Tiga Puluh

733 72 24
                                    

Sebelumnya aku mau ngasih pengumuman. Cerita ini aku ubah judulnya dari Amare 2 jadi Voltar. Kalian jangan heran ya kalau dapat notifnya🥰

Siapin tisu ya🤧

Kaki Aero melangkah masuk ke dalam kamar yang didominasi warna-warna pastel itu setelah diizinkan pemiliknya. Kepalanya celingak-celinguk mencari meja yang dimaksud Kaelyn. Pandangannya berhenti di sudut kamar. Di sana ada sebuah meja kecil portable dan lemari putih yang tidak terlalu tinggi di sampingnya. Charger berwarna putih tergeletak di atas meja itu. Aero segera ke sana. Ponselnya hampir kehabisan daya karena keasikan membuka sosial media.

Tangan Aero yang tadinya terulur hendak mengambil charger, seketika berhenti. Matanya terfokus pada laci paling bawah yang tidak tertutup sempurna. Ia ingin menutupnya tapi gerakannya terhenti saat melihat isi dari laci tersebut. Tumpukan asal kertas berwarna pastel hampir memenuhi laci tersebut. Samar-samar, terlihat tulisan rapi Kaelyn memenuhi kertas tersebut.

"Ini Kaelyn nulis puisi? Wih, keren juga," gumam Aero. Aero hampir tidak memedulikan kertas-kertas tersebut sampai matanya tidak sengaja melihat namanya di salah satu kertas. Dengan ragu, tangannya terulur mengambil kertas tersebut. Ia tahu perbuatannya tidak sopan. Tapi ia penasaran kenapa ada namanya di sana kalau kertas itu berisi kumpulan puisi? Apa Kaelyn menulis puisi untuknya?

Maaf, Kae. Gue liat bentar puisi lo, ya.

Dengan lamat, Aero membaca satu-persatu kata yang tertulis di sana. Matanya melebar seketika saat tahu apa dan untuk siapa isi kertas tersebut. Jantungnya terasa diremas kencang dan pasokan udara di sekitar terasa berkurang. Aero menemukan surat-surat yang ditulis Kaelyn untuknya.

Aero, aku kangen banget sama kamu. Pengen ketemu. Pengen ngobrol banyak. Pengen becanda kayak dulu. Aku nyesal udah nyakitin kamu sampai kamu memutuskan pergi dari hidupku. Rasa cinta ini baru kusadari setelah kamu pergi, Ro. Aku mohon, kembali padaku.

Tidak berhenti di satu kertas, Aero segera mengambil kertas lainnya. Matanya bergerak cepat memastikan apakah isi kertas lainnya masih tentang dirinya. Hatinya mencelos. Sudah sampai kertas ke lima belas dan namanya selalu ada di sana.

"Ini maksudnya ... apa?" lirih Aero. Ia bingung, tidak pernah menyangka akan mengalami semua ini. Ia pikir, kisah mereka sudah usai. Mereka telah menjalani hidup masing-masing tanpa terikat satu sama lain. Apa yang ia temukan hari ini menampik semuanya.

Aero mengeluarkan semua kertas dari laci tersebut. Ia mengambil asal kertas yang berada di tumpukan paling bawah. Ia ingin memastikan satu hal.

Tahun 2021. Matanya beralih cepat ke kertas lain yang berada di tumpukan atas. Tahun 2028. Itu artinya ... semua ini sudah berjalan selama tujuh tahun.

Matanya perlahan memerah dan terasa perih. Rasa sesak itu menghantam dadanya dengan kuat. Tangannya mengepal kuat hingga kertas yang dipegangnya mengkerut. Tidak terpikirkan olehnya bahwa perpisahan mereka menyebabkan kehancuran pada Kaelyn selama bertahun-tahun, bahkan sampai sekarang. Ia pikir keputusannya dulu adalah keputusan terbaik. Kaelyn bisa meraih kebahagiannya tanpa merasa terhalangi dengan kehadiran Aero. Sayangnya kenyataan yang ia dapati bukan seperti itu. Gadis itu hancur, sama seperti dirinya.

"Ro, udah dapet charger-nya? Gue naroknya di atas me ...."

Suara Kaelyn membuat tubuhnya menegang. Perasaan emosi itu makin menjadi-jadi. Ia marah. Marah pada Kaelyn dan ... dirinya sendiri.

Aero berbalik cepat. Matanya menatap Kaelyn tajam, tidak peduli Kaelyn bisa melihat kepedihannya saat ini. Sekuat tenaga, ia berusaha mengeluarkan suaranya yang tercekat di tenggorokan.

VoltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang