Empat Puluh Lima

491 57 6
                                    

Cakra menarik kasar tangan Kaelyn hingga putrinya itu menjauh dari Aero. Tatapan bengis ayahnya membuat tubuh Kaelyn bergetar. Ia takut sesuatu yang lebih buruk terjadi setelah ini.

"Sudah saya peringatkan kamu ...." Cakra menunjuk Aero. "Menjauh dari Kaelyn. Bagian mana yang kamu tidak mengerti?"

"Om, aku mencintai Kaelyn. Aku nggak bisa lepasin Kaelyn. Aku mohon, kasih restu ke kami. Aku janji bakal beresin masalah yang lain secepatnya," mohon Aero. Laki-laki itu berdiri di depan Cakra, menatap penuh permohonan.

"Ini alasan Jazzy melarang saya untuk naik memanggil Kaelyn? Kamu berhasil membuat Jazzy memihak kamu dan mengkhianati ayahnya. Apa yang kamu lakukan sampai kakak Kaelyn bersedia membantu kamu?"

"Aku cuma mau direstui, Om. Kak Jazzy nggak mengkhianati Om. Aku minta maaf kalau caraku minta tolong ke Kak Jazzy salah di mata Om. Aku nggak tahu lagi harus gimana supaya Om kasih restu."

"Restu itu nggak akan pernah kalian dapat, bagaimanapun kalian berusaha. Keputusan saya nggak akan berubah." Cakra tetap pada pendiriannya. Baginya, masih banyak laki-laki lain untuk anaknya. Tidak harus Aero yang sudah punya tunangan.

"Om–"

"Keluar kamu!"

"Tapi Om–"

"Garda, bawa Aero keluar dari rumah ini!"

Garda yang berdiri di ambang pintu bergerak bingung. Ia bersama istrinya yang datang membawa dan membantu Aero bertemu Kaelyn. Ia tidak tega menjauhkan dua insan itu, tapi tidak mungkin juga menolak perintah ayah mertuanya.

"Ayah, Kae mau sama Aero. Kae mohon."

Kaelyn merendahkan tubuhnya hingga berlutut di kaki sang ayah. Tangannya memeluk kaki Cakra, memohon sambil menangis. Ia tidak mau dan tidak sanggup dipisahkan dengan laki-laki yang dicintainya.

"Lepas, Kae," titah Cakra. Ia tidak tega melihat anaknya sampai berlutut dan menangis begini.

"Kae rela ngelakuin apapun asal Ayah restuin kami. Kae rela, Ayah," isak Kaelyn. Ia tetap memeluk kaki Cakra, tidak peduli ayahnya itu menggoyang-goyangkan kakinya agar Kaelyn jauh dari kakinya.

"Aku juga rela melakukan apapun, Om."

Tidak cukup Kaelyn yang berlutut, Aero melakukan hal yang sama. Bedanya ia tidak memeluk kaki Cakra. Kepala Aero menunduk dalam.

"Apa yang kalian lakukan? Berdiri!" Cakra geram melihat tingkah dua anak ini.

"Nggak, Kae nggak mau berdiri sampai Ayah ngasih restu."

"Oke kalau itu yang kalian mau." Cakra menghela napas dalam. "Garda!"

"Ya, Ayah," sahut Garda.

"Cepat bawa Aero keluar."

"Ayah!" Kaelyn menggeleng dengan wajah banjir air mata. Ia kira ayahnya sudah mulai luluh.

"Lakuin perintah Ayah, Garda!"

Titah disertai bentakan sang mertua terpaksa membuat Garda bergerak. Laki-laki itu mengangkat paksa tubuh Aero agar berdiri. Aero sempat berontak tapi segera dibisiki Garda jangan melawan. Mereka akan cari cara lain. Tidak ada gunanya melawan Cakra saat ini.

"Nggak, jangan bawa Aero. Kak Garda, jangan bawa Aero!" pekik Kaelyn. Gadis itu bangkit hendak menyusul Aero, tapi tubuhnya ditahan Cakra. Cakra memeluk kuat tubuh Kaelyn yang memberontak ingin menyusul kekasihnya.

"Ayah, Kae mau Aero. Jangan suruh dia pergi. Kae mau dia, Ayah," isak Kaelyn pilu. Ia menggapai-gapai ke arah pintu. Aero tidak terlihat lagi. Laki-laki itu sudah dibawa pergi oleh Garda. Sisa dirinya, Cakra, Aletta, dan Jazmyn di kamar itu.

VoltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang